Alkisah,
di sebuah kerajaan kecil ada seorang Pemuda desa yang jujur dan idealis
tengah menanjak karirnya. Setelah beberapa tahun mengabdi, dia di
promosikan sebagai pejabat pengawas keuangan kerajaan. Tugas
sehari-harinya mengawasi aliran pajak yang masuk ke kas kerajaan.
Sebagai
pengawas keuangan, pemuda itu dihormati dan disegani. Namu,
pekerjaannya itu memberinya beban dan target berat. Dia harus mengatasi
kebocoran keuangan dan menindak pejabat korup. Akibatnya, dia sering
mendapat ancaman dan tekanan.
Hati Sang Pemuda mulai
gundah dan goyah. “Jabatanku sekarang cukup terpandang, tetapi
konsekuensinya sangat berat. Bagaimana mempertahankan jabatan tapi tidak
menanggung beban seberat ini?” tanyanya dalam hati.
Setelah
merenung dan tidak menemukan jawaban, Pemuda itu menemui seorang Kakek
bijaksana di kampung halamannya untuk meminta nasihat.
Kakek bijak itu memberi sebuah keranjang besar. “Ayo, panggul keranjang ini dan ikuti Aku” perintahnya.
Meski
awalnya ragu, Pemuda itu mengikuti perintah tadi. Kakek bijak mengajak
dia menyusuri jalan-jalan pedesaan. Sambil berjalan, Si Pemuda diminta
memasukkan batu-batuan yang berserakan di jalan ke dalam keranjang.
Setelah cukup jauh berjalan, keranjang itu hampir di penuhi batu-batuan.
Si Pemuda pun mulai tersengal-sengal dan jalannya terseok-seok.
“Apa beban di pundakmu semakin berat?” Kakek bijak bertanya.
“Ya,, pasti lah Kek..! Pundak…. pundak Saya mau copot rasanya,” jawab Si Pemuda tersengal-sengal.
Begitu tiba di pohon rindang, Si Kakek meminta Pemuda itu beristirahat dan menaruh keranjangnya.
“Keranjang
dan batu-batu itu hampir sama seperti kehidupanmu saat ini.
Saat lahir,
Engkau sama seperti keranjang kosong.
Lalu dalam perjalanan hidupmu,
kau pungut apa pun yang engkau temukan atau inginkan, lalu memasukkan ke
keranjang kehidupanmu.
Termasuk keluarga, pekerjaan, tanggung jawab dan
idealisme.
Semua ada ‘harganya’.
Semakin jauh perjalanan hidupmu,
semakin berat keranjang kehidupanmu,” jelas Si Kakek panjang lebar.
“Bagaimana supaya keranjangku bisa lebih ringan, Kek?” tanya Si Pemuda.
Bukannya
menjawab, si Kakek malah bertanya, “Maukah kamu meninggalkan semua yang
dimiliki saat ini, seperti keluarga, jabatan, idealisme atau
mimpi-mimpimu?”
Anak muda itu menggelengkan kepala,
“Saya
masih punya hasrat besar untuk membersihkan kerajaan dari para
koruptor,” jawab Si Pemuda.
“Sepanjang kehidupan, masalah,
kesulitan, hambatan, dan tantangan selalu ada.
Tidak ada kehidupan
tanpa itu semua.
Setiap kali kita berhasil melewati suatu masalah, kita
tumbuh lebih matang.
Lalu muncul ujian baru, begitu seterusnya.
Itulah
kehidupan,” jelas Si Kakek bijak.
Pemuda itu
manggut-manggut dan mulai mendapat gambaran. Si Kakek melanjutkan,
“Semakin besar prestasi kita, semakin besar pula beban di pundak kita.
Nasihatku, bila semua yang engkau peroleh tidak ingin kau lepaskan,
terimalah konsekuensinya.
Tapi, jangan anggap lagi sebagai beban semata,
anggaplah itu sebagai tanggung jawab yang membahagiakan.
Maka, seberat
apa pun beban itu, kamu tidak akan begitu merasakannya lagi.”
Begitu
penting tanggung jawab dalam kehidupan. Sebagai ibu rumah tangga,
kepala keluarga, anak, pejabat pemerintah, pimpinan perusahaan,
pengusaha, pedagang atau karyawan, kita tak bisa lari dari keranjang
beban kehidupan. Semua memiliki fungsi dan tanggung jawab
sendiri-sendiri.
Orang-orang sukses adalah orang yang
bertanggung jawab. Mereka melihat tanggung jawab sebagai ‘tantangan’
yang harus di hadapi. Mereka juga memandang tanggung jawab dan beban di
dalamnya sebagai sebuah ‘peluang’ yang sesungguhnya ada di mana-mana,
dan menghampiri siapa saja dalam berbagai wujud.
Jangan
mudah mengeluh, menyerah atau patah semangat jika mendapat tanggung
jawab, tantangan, serta konsekuensi beban yang terkandung di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar