Selasa, 03 Januari 2012

Ketika Fulan Bertanya Pada Ahli Hikmah

Panas gurun pasir seakan membakar ubun-ubun, ketika seorang pemuda bernama Fulan melangkah tanpa kenal lelah. Telah berpuluh kilo meter jarak yang ia tempuh, namun semangatnya tak jua surut, demi mengikuti jejak seorang Ahli Hikmah. Ada sesuatu yang begitu mengganjal hati si Fulan, dan ia berharap Ahli Hikmah itu bisa menjawab semua pertanyaannya.

“Wahai, Ahli Hikmah yang dimuliakan Allah! Telah begitu jauh jarak yang kutempuh untuk mencarimu. Dan rupanya, di tempat inilah Allah berkenan mempertemukan kita,” kata si Fulan penuh kelegaan.

Si Ahli Hikmah yang sedang berisitirahat di bawah pohon kurma tampak tertegun. “Wahai, Pemuda! Siapakah engkau ini ? Ada perlu apa mencariku ?” tanyanya heran.

Si Fulan duduk bersila di hadapannya. “Aku adalah si Fulan. Telah berbilang masa aku mencarimu, demi mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku. Aku ingin mendapatkan ilmu yang telah diberikan Allah padamu,” jawab si Fulan santun.

“Semoga Allah mencatat jerih payahmu sebagai pahala wahai, Fulan. Apakah gerangan yang ingin kau tanyakan ?” tanya Ahli Hikmah itu ramah.

Si Fulan terdiam sejenak. “Ceritakanlah padaku tentang LANGIT, dan apakah yang lebih berat darinya.”
Ahli Hikmah itu mengangguk. “Ketahuilah, Fulan. Bahwa KEBOHONGAN yang dilakukan oleh orang-orang suci adalah lebih berat daripada langit.”

“Lalu ceritakanlah tentang BUMI, dan apa yang lebih luas darinya,” pinta si Fulan lagi bersemangat.
“Sesungguhnya, KEBENARAN adalah lebih luas daripada bumi,” jawab si Ahli Hikmah pula.

“Dan ceritakanlah tentang BATU, serta apa yang lebih keras darinya.”
“HATI orang kafir jauh lebih keras daripada batu wahai, Fulan.”

“Lalu, apakah yang lebih panas dari API wahai, Ahli Hikmah ?”
“Sungguh KERAKUSAN lebih panas daripada api.”

“Ceritakanlah pula tentang ZAMZAHIR, dan apa yang lebih dingin darinya.”
“Wahai, Fulan. Ketika kau sangat butuh pada orang yang kau cintai, tapi kau DIACUHKAN, maka itu jauh lebih dingin daripada zamzahir.”

“Alangkah engkau sangat bijak wahai, Ahli Hikmah. Tapi ceritakanlah padaku tentang LAUT, dan apa yang lebih kaya darinya.”
“Ketahuilah, hati yang selalu QONA’AH jauh lebih kaya daripada laut dan segala isinya.”

“Terakhir, ceritakanlah tentang ANAK YATIM, dan apa yang lebih dipandang hina darinya.”
“Orang yang suka menghasut, lalu perkara itu terbongkar di depan orang banyak, maka ia dipandang jauh lebih hina daripada anak yatim.”

Si Fulan pun terdiam sejenak sambil menarik napas panjang.

“Sungguh Allah telah menganugerahkan kemuliaan dan ilmu yang tinggi padamu wahai, Ahli Hikmah. Kini hatiku terasa tenang karena telah mendapatkan apa yang kucari selama ini,” kata si Fulan kemudian. “Jika demikian, engkau boleh kembali ke kampung halamanmu,” kata si Ahli Hikmah sambil tersenyum.

“Tidak, aku tak kan pergi ! Sungguh setelah mendengar semua jawabanmu, aku tidak akan meninggalkanmu lagi. Sampai semua ilmu yang kau miliki kau bagikan padaku,” jawab si Fulan mantap. Si Ahli Hikmah tertegun melihat kekukuhan hati pemuda itu. Ia pun tak kuasa menolak. Maka sejak itu jadilah si Fulan sebagai pengikut setianya hingga masa yang tak ditentukan.

(*) Catatan: Zamzahir = Air yang sangat dingin

MERENUNGI LANGKAH HIDUP

Ketika aku lahir, aku belum bisa merangkak apalagi untuk berjalan…
hanya bisa menangis, makan, minum dan tertidur lelap.
ketika ku lapar aku menangis, Saat tidak nyaman aku menangis,
semua mendapatkan perhatian dari orang-orang yang mencintaiku .

Ketika ku mulai merangkak, aku tahu aku ingin bergerak,
aku ingin pergi kemanapun aku mau,
tetapi semua masih terbatas, dan tidak ada keleluasaan untuk bergerak.
hanya tangisan dan gerak tubuh yang menjadi isyarat komunikasiku.

Saat aku belajar berdiri dengan kedua kakiku,
ternyata kakiku masih belum begitu kuat menyangga berat badanku,
belum ada keseimbangan untuk berdiri dengan baik dan benar,
tetapi aku terus mencoba berdiri dengan kedua kakiku.

Saat aku mulai belajar melangkah, aku ingin berjalan,
terus melangkah walau langkah kaki ini sangat lemah untuk melangkah
masih belum mampu mengendalikan langkah kaki ini.
tabrak sana tabrak sini, jatuh bangun hanya untuk sebuah langkah kecil.

Saat aku sudah mulai mantap berjalan, rasanya ingin cepat-cepat berlari,
lari dan terus berlari, walau aku kesulitan untuk mengerem diri ini,
kadang aku terjatuh dan terus kembali berlari,
aku tidak tahu untuk apa aku berlari… dan terus berlari.

Saat aku sudah bisa menguasai diri,
berjalan dengan langkah mantap, berlari dengan kendali,
kini aku ingin belajar naik sepeda, jatuh bangun dan terluka karena sepeda.
roda berputar aku terus mengayuh sepedaku tanpa hambatan…

Saat telah bisa naik sepeda, aku belajar mengendarai motor,
bisa naik motor dan mulai ngebut di jalan raya,
melesat melawan angin dan merasakan getaran jiwa muda
tantangan demi tantangan hidup, ku rasakan dan dilewati begitu saja.

Kini mobil pun menjadi tantangan baru bagiku,
kendaraan untuk melesat di jalan bebas hambatan,
membawaku kemanapun aku ingin pergi, tanpa takut panas dan hujan,
melesat dalam kecepatan yang akan mengantarkan pada tujuan.

Kaki melangkah Roda melaju, semua demi mencapai tujuan.
Tetapi sudahkah kita mengerti kemana arah tujuan hidup ini?
langkah kaki sejak kecil hingga besar, tahukah kemana akan melangkah?
ribuan kilo ditempuh dengan kendaraan, tahukah kemana perjalanan hidup akan ditempuh?

Langkah setiap orang berbeda, demikian juga dengan perjalanan hidup ini.
Tiada jalan yang mudah di lewati tanpa hambatan,
Ibarat perjalanan harus naik turun gunung, melewati jembatan,
mengatasi jalan yg berlobang,jalan ramai hingga jalan yang sepi.

Terkadang kita berjalan sendiri, kadang bersama-sama melangkah.
Terkadang bergandeng tangan melangkah dengan teman dan sahabat,
atau terkadang harus berjalan bersama dengan orang yang tidak kita sukai.
walau disetiap persimpangan, pasti akan terjadi perpisahan atau pertemuan kembali.

Walau pernah kita salah melangkah, tetapi selalu ada jalan untuk kembali,
Setiap jalan telah kau lalui, dan harus meninggalkan jejak langkah.
Tidak perlu menyusuri kembali jejak langkah yang lalu karena semua telah berlalu,
tataplah ke depan dengan langkah baru yang mantap untuk melangkah.

Kemanapun langkah dan tujuan hidupmu,
Semua pasti memiliki strategi dan rencananya sendiri,
Semua pasti punya tujuan hidupnya sendiri.
Semoga kebahagiaan selalu menyertai perjalanannya.

Tujuan akhir dari kehidupan adalah pencapaian Kebahagiaan yang hakiki,
Walau masihkah ada pencapaian kebahagiaan yang hakiki,
Suka dan duka pasti selalu bersama sebagai satu paket hidup ini.
Sampai pada lenyapnya Duka maka Kebahagiaan Sejati menjadi milikmu.

Buka pintu hatimu, melihat dengan mata hatimu
Ikutilah Langkah kakimu dengan mengikuti suara hatimu
Jangan menyesali yang telah berlalu,
melangkah dengan pasti untuk masa depan yang lebih ceria.

Kisah Cinta Sejati Yang Menyentuh Lubuk Hati Terdalam

Pagi itu, klinik sangat sibuk, sekitar pkl.09.30 seorang pria berusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu jarinya. Saya menyiapkan berkasnya dan memintanya menunggu sebab semua dokter masih sibuk, mungkin dia baru bisa ditangani setidaknya 1 jam lagi.

Sewaktu menunggu pria tua itu nampak geliasah, sebentar-sebentar dia melirik ke jam tangannya, sya merasa kasihan, jadi ketika sedang luang saya sempatkan untuk memeriksa lukanya, dan nampaknya lukanya cukup baik dan kering, tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter saya putuskan untuk melakukannya sendiri.

Cinta sejati tidak melihat kesetiaan dari sisi fisik mencintai tanpa pamrih dan tulus ikhlas Sambil menangani lukanya sayaapakah dia punya janji lain hingga tampak terburu-buru. Lelaki tua itu menjawab tidak, dia hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istrinya, seperti yang dilakukannya sehari-hari. Dia menceritakan bahwa istrinya sudah dirawat disana sejak beberapa waktu dan istrinya mengidap penyakit Alzheimer’s, lalu saya bertanya apakah istrinya akan marah kalau dia terlambat, dia menjawab bahwa istrinya sudah tidak dapat mengenalinya lagi sejak 5 tahun terakhir.

Saya sangat terkejut dan berkata “Bapak masih pergi kesana tiap hari walaupun istri Bapak sudah tidak kenal Bapak lagi?” Dia tersenyum sambil menepuk tangan saya ” Tetapi saya masih menganali dia kan?”
Sungguh,, saya sangat terharu mendengar ceritanya, saya menahan air mata sampai kakek itu pergi…. CINTA KASIH seperti itulah yang saya mau dalam hidupku, diperjuangkan, memperjuangkan, penuh pengorbanan….
Dikisahkan dari seorang sahabat untuk membuka pintu hati kita…