Rasulullah Saw bercerita mengenai Uwais al-Qarni tanpa pernah melihatnya. Beliau Saw bersabda, “Dia
seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari kabilah Murad. Ayahnya
telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia berbakti kepadanya.
Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah Swt, lalu dia
berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia diberi kesembuhan,
tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Sungguh, dia
adalah pemimpin para tabi’in.”
Seorang pemuda yang bermata biru,
rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan,
kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada karena kebiasaan
selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada
tangan kirinya, seorang yang ahli dalam membaca Al Qur’an dan menangis,
pakaiannya hanya punya dua helai yang sudah kusut dimana yang satu untuk
penutup badan dan yang satunya digunakan untuk selendangan,
tiada seorang pun yang menghiraukannya, tidak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dia,
jika bersumpah maka demi Allah pasti akan terkabul. Pada hari kiamat
nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru
dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh oleh Allah Swt untuk memberi
syafa’atnya, ternyata Allah memberikan kelebihan yang berupa izin untuk
memberi syafa’at sejumlah Qobilah Robi’ah dan Qobilah Mudhor, yang
semua dimasukkan surga tanpa ada yang ketinggalan karenanya.
Dia adalah “Uwais Al-Qarni”.
Ia
tidak dikenal banyak orang dan juga sangat miskin, banyak orang suka
menertawakannya, mengolok-oloknya, dan menuduhnya sebagai tukang
membujuk, tukang mencuri, serta berbagai macam umpatan dan penghinaan
lainnya.
Seorang Fuqoha’ dari negeri Kuffah, karena ingin duduk
dengannya lalu memberinya hadiah berupa dua helai pakaian, tapi tak
berhasil dengan baik karena hadiah pakaian tadi setelah diterimanya lalu
dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti
sebagian orang menuduh aku, darimana kamu mendapatkan pakaian itu, kalau
tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.
Pemuda dari Yaman ini
telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya
yang telah tua renta dan lumpuh. Yang masih tersisa hanyalah
penglihatannya yang sudah kabur.
Untuk mencukupi kehidupannya
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama
Sang ibu, apabila ada kelebihan, maka ia pergunakan untuk membantu
tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh
dan buta tidak mempengaruhi kegigihannya dalam beribadah, ia tetap
melakukan puasa di siang hari dan selalu bermunajat di malam harinya.
Uwais
al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan
Nabi Muhammad Saw. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah
Allah Swt, yang tak ada sekutu bagi-Nya.
Islam mendidik setiap
pemeluknya agar berakhlak luhur dan mulia. Peraturan-peraturan yang
terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan
Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini
hati Uwais selalu merindukan datangnya suatu kebenaran. Banyak
tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk
mendengarkan ajaran dari Nabi Muhammad Saw secara langsung. Dan
sekembalinya di Yaman, mereka memperbaharui kehidupan rumah tangga
mereka dengan cara kehidupan menurut tuntunan ajaran Islam.
Alangkah
sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari
Madinah. Mereka itu telah “Bertamu dan Bertemu” dengan kekasih Allah
penghulu para Nabi, sedangkan ia sendiri belum.
Kecintaannya
kepada Rasulullah Saw menumbuhkan kerinduan yang sangat kuat untuk
bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang
cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang
jika ia pergi, maka tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika
terjadi perang Uhud Rasulullah Saw mendapat cedera dan giginya patah
karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar
oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal
tersebut dilakukannya adalah sebagai bukti kecintaannya kepada Nabi
Muhammad Saw, sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari berganti
dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat
untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan
bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang
wajah beliau dari dekat ?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang
sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri,
hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya,
pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan
memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi Saw
di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika
mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan
berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi Saw di rumahnya. Dan
bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Dengan rasa
gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan
ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar
dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil
menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak
kurang lebih 400 kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas
dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun
pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari,
serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan
dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi Saw yang selama ini
dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi Saw, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam.
Keluarlah
sayyidatina ‘Aisyah R.ha sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais
menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau Saw tidak
berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati
sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak
berada di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Saw dari medan perang.
Tapi, kapankah beliau pulang ?
Sedangkan masih terngiang di telinganya akan pesan ibunya yang sudah
tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus
lekas pulang”.
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut
telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa
dengan Nabi Saw.
Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada
sayyidatina ‘Aisyah R.ha untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya
menitipkan salamnya untuk Nabi Saw dan melangkah pulang dengan perasaan
haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi Muhammad Saw langsung
menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad Saw
menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia
adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).
Mendengar perkataan Rasulullah Saw, sayyidatina ‘Aisyah R.ha dan para sahabatnya tertegun.
Menurut
informasi sayyidatina ‘Aisyah R.ha, memang benar ada seseorang yang
mencari Nabi Saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah
tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya
terlalu lama.
Rasulullah Saw bersabda : “Kalau kalian ingin
berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda
di tengah-tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu beliau Saw,
memandang kepada sayyidina Ali R.a dan sayyidina Umar R.a dan bersabda :
“Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan
istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun
terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi Saw wafat, hingga
kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq R.a telah di lanjutkan
kepada Khalifah Umar R.a.
dan ketika Umar R.a telah menjadi Amirul
Mukminin, khalifah Umar R.a teringat akan sabda Nabi Muhammad Saw
tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan
kepada sayyidina Ali R.a untuk mencarinya bersama-sama.
Sejak
saat itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua
selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama
mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah
sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh khalifah Amirul
Mukminin Umar R.a dan sayyidina Ali R.a.
Suatu ketika ada rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam datang dan pergi silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Mereka bertanya kepada para rombongan kafilah dari Yaman di Baitullah, “Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?”
“Ada,” jawab mereka.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”
Mereka
menjawab tanpa mengetahui derajad Uwais, “Kami meninggalkannya dalam
keadaan miskin harta benda dan pakaiannya telah usang.”
Umar R.a berkata kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah Saw pernah bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun kepada Allah Swt untuk kalian, Lakukanlah...!”
Mendengar
jawaban itu, khalifah Amirul Mukminin Umar R.a dan sayyidina Ali R.a
bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais
berada, Khalifah Umar R.a dan sayyidina Ali R.a memberi salam. Namun
rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri sholatnya,
Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Lalu
Khalifah Umar R.a bermaksud hendak memastikannya terlebih dahulu,
Lantas beliau bertanya "Siapakah nama saudara ?" Tanya Umar R.a
“Abdullah”, jawab Uwais.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabat pun tertawa dan mengatakan : “Kami
juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya
?”
Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”.
Umar R.a melanjutkan, “Darimana kamu berasal..?"
"Dari Yaman" Jawab Uwais
Kamu berasal dari Yaman daerah mana?’
Dia menjawab, “Dari Qarn.”
“Tepatnya dari kabilah mana?” Tanya Umar R.a.
Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.”
Umar R.a bertanya lagi, “Bagaimana ayahmu?”
“Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?’
Uwais berkata, “Saya berharap dapat berbakti kepadanya.”
Dalam
pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia.
Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang
saat itu.
“Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” lanjut Umar R.a.
“Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdo'a kepada Allah Swt sehingga saya diberi kesembuhan.” Jawab Uwais al Qarni
Umar R.a bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?”
Dia menjawab, “Iya. Di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.”
Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar R.a. Ketika Umar R.a melihat hal tersebut, maka dia langsung memeluknya seraya berkata, “Engkaulah orang yang diceritakan oleh Rasulullah Saw. Mohonkanlah ampun kepada Allah Swt untukku!”
Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a dan Istighfar kepada kalian”.
Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini atas
petunjuk dari Rasulullah Saw ketika Baginda masih hidup untuk mohon do’a
dan istighfar dari anda”.
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais
al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan
istighfar bagi kedua sahabat tersebut.
Selanjutnya Umar R.a bertanya kepadanya mengenai kemana arah tujuannya setelah perjalanan ini.
Dia menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.”
Setelah itu Khalifah Umar R.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon
kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya. Untuk
hari-hari selanjutnya biarkanlah hamba yang fakir ini berjalan di tengah
lalu lalang banyak orang tanpa dipedulikan atau diketahui orang.”
Setelah
kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya.
Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu
itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para
pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang.
Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk
ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami
melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal
yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari
kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat
kejadian itu.
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi,” Demi Dzat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”
Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?” tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya.
“Kami telah melakukannya.” jawab kami
“Keluarlah
kalian dari kapal dengan membaca Bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun
keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu.
Pada
saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua
tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar
laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”.
“Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami.
“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.
Kemudian
kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal
tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh
orang Mesir.”
“Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
”Ya,” jawab kami.
Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke
permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan.
Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada
orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa
waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke
rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah
banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke
tempat pembaringan untuk dikafani, disana sudah ada orang-orang yang
menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi
hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang
menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke
pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan
Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi
jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku
bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada
kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya.
(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang
bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar R.a.)
Meninggalnya
Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak
terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang
tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal
Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Sejak ia
dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di
situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih
dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.
Mereka saling bertanya-tanya: “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? “
Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa,
yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ?
Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman
dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.
Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah
para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya.
SUBHANALLAH ....
Ternyata beliau tak terkenal di bumi , tapi terkenal di langit....
Semoga kita mampu memetik hikmah dan teladan atas kisah ketakwaan ini.
Minggu, 15 Januari 2012
IKHLAS .., SURGA yang TERSEMBUNYI
Entah mengapa ..
Hati ini selalu ingin dekat dengan-Nya ..
Hati ini selalu ingin mengucap nama-Nya ..
Jika telinga ini mendengar nama-Nya
tubuh ini pun gemetar ..
Jika bibir mengucap nama-Nya
terasa hangat nafas ini ...
Rindu rasanya bila tak memanggil-Nya ...
Bila cinta memanggil
Terasa seperti terbang di langit-Nya ..
Terasa seperti tenggelam di lautan cinta-Nya ...
Segala yang ku rasa hanyalah Dia ..
Karena Ku sangat mencintai Dia ...
Dia nomor satu di hati ini ..
Dia yang selalu membuatku bahagia ..
Dia yang tidak akan tega menyakiti hati ...
... Sungguh cinta yang sempurna ...
Semoga Allah mengkaruniakan kepada kita hati yang ikhlas.
Karena betapa pun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh, berkuah keringat, habis tenaga, dan terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di hadapan Allah.
Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai pahlawan, ia tidak memiliki nilai apa pun.
Menafkahkan seluruh harta kalau hanya ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apa pun.
Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!
Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.
Apakah ikhlas itu?
Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan.
Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT.
Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.
Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas.
Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah.
Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Bisa dipertanggung jawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah.
Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qalbu.
Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa.
Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia.
Allah Maha Tahu segala lintasan hati, Maha Tahu segalanya!
Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.
Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu?
Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan bathin.
Betapa tidak?
Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan.
Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan.
Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman.
Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.
Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapa pun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.
Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini.
Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu banyak berharap.
Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu.
Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman.
Jangan pula disebut-sebut, di ingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.
Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas?
Seorang hamba yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar.
Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah.
Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas.
Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak curiga akan dikecoh olehnya.
Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa.
Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi.
Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapa pun.
Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas.
Setiap kata-katanya tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati.
Perilakunya pun tidak akan menyudutkan dan menyempitkan diri.
Tidak usah heran jikalau orang ikhlas itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.
Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :
Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar.
Lalu Allah pun menciptkan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam.
Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut.
Kemudian mereka bertanya :
"Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"
Allah menjawab, "Ada, yaitu BESI"
(Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluh lantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"
Allah yang Maha Suci menjawab, "Ada, yaitu API"
(Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"
Allah yang Maha Agung menjawab, "Ada, yaitu AIR"
(Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikat.
Allah yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna menjawab, "Ada, yaitu ANGIN"
(Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).
Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"
Allah yang Maha Gagah dan Maha Dahsyat kehebatan-Nya menjawab,
"Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."
Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer atau pun keinginan untuk diketahui orang lain.
Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas.
Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya.
Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan.
Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.
Nah, sahabat....
Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.
Hati ini selalu ingin dekat dengan-Nya ..
Hati ini selalu ingin mengucap nama-Nya ..
Jika telinga ini mendengar nama-Nya
tubuh ini pun gemetar ..
Jika bibir mengucap nama-Nya
terasa hangat nafas ini ...
Rindu rasanya bila tak memanggil-Nya ...
Bila cinta memanggil
Terasa seperti terbang di langit-Nya ..
Terasa seperti tenggelam di lautan cinta-Nya ...
Segala yang ku rasa hanyalah Dia ..
Karena Ku sangat mencintai Dia ...
Dia nomor satu di hati ini ..
Dia yang selalu membuatku bahagia ..
Dia yang tidak akan tega menyakiti hati ...
... Sungguh cinta yang sempurna ...
Semoga Allah mengkaruniakan kepada kita hati yang ikhlas.
Karena betapa pun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh, berkuah keringat, habis tenaga, dan terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di hadapan Allah.
Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai pahlawan, ia tidak memiliki nilai apa pun.
Menafkahkan seluruh harta kalau hanya ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apa pun.
Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!
Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.
Apakah ikhlas itu?
Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan.
Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT.
Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.
Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas.
Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah.
Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Bisa dipertanggung jawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah.
Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qalbu.
Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa.
Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia.
Allah Maha Tahu segala lintasan hati, Maha Tahu segalanya!
Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.
Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu?
Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan bathin.
Betapa tidak?
Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan.
Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan.
Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman.
Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.
Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapa pun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.
Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini.
Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu banyak berharap.
Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu.
Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman.
Jangan pula disebut-sebut, di ingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.
Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas?
Seorang hamba yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar.
Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah.
Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas.
Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak curiga akan dikecoh olehnya.
Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa.
Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi.
Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapa pun.
Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas.
Setiap kata-katanya tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati.
Perilakunya pun tidak akan menyudutkan dan menyempitkan diri.
Tidak usah heran jikalau orang ikhlas itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.
Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :
Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar.
Lalu Allah pun menciptkan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam.
Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut.
Kemudian mereka bertanya :
"Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"
Allah menjawab, "Ada, yaitu BESI"
(Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluh lantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"
Allah yang Maha Suci menjawab, "Ada, yaitu API"
(Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"
Allah yang Maha Agung menjawab, "Ada, yaitu AIR"
(Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikat.
Allah yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna menjawab, "Ada, yaitu ANGIN"
(Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).
Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"
Allah yang Maha Gagah dan Maha Dahsyat kehebatan-Nya menjawab,
"Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."
Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer atau pun keinginan untuk diketahui orang lain.
Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas.
Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya.
Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan.
Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.
Nah, sahabat....
Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.
Segenggam MOTIVASI Dan Segenggam SEMANGAT
... Untuk diri yang lebih baik ...
Pilihan itu memang tidak datang pada kita ketika kita menginginkannya, mengharapkannya dan menginginkannya. Karena Allah mengetahui bagaimana dan siapa yang dipilih-Nya Karena Allah mengetahui apa yang terbaik untuk kita daripada diri kita sendiri. Karena Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
Walaupun notabene-nya keinginan kita baik, baik menurut siapa?
Baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah dan bila baik menurut Allah pastilah itu juga baik untuk manusia.
Banyak hal yang kita harapkan.
Mengharapkan sesuatu yang akan menjadi kenyataan.
Tapi adakalanya kita harus sadar dan bersiap-siap karena tak selamanya harapan sesuai dengan kenyataan.
Ketika kita minta pada Allah sekuntum bunga yg segar, Allah memberikan kita sebuah kaktus berduri.
Ketika kita meminta pada Allah kupu-kupu yang indah. Allah malah memberikan kita ulat yang berbulu.
Itulah skenario Allah . Lebih baik tak usah banyak berkomentar dengan apa pun yang terjadi, nurut aja dengan sang sutradara, Allah. Dan ingatlah, skenario Allah itu maha indah.
Kadang kita tidak mengerti apa yang akan terjadi di balik semua peristiwa yang ada di sekitar kita. Tapi yakinlah. Allah pasti mempunyai rencana lain di balik semua ini.
Taukah kamu apa istimewanya kaktus?
kaktus yang berduri itu kini telah menjadi kaktus yang tahan terhadap panas, mana ada tumbuhan lain yang sekuat kaktus, tahan terhadap kekeringan, tumbuh di padang sahara yang gersang. Untuk mempertahankan hidupnya itu kaktus memiliki perbekalan di dalam daunnya. Bukan untuk hidup yang sebentar, tapi untuk dalam jangka waktu tertentu. Dan tatkala waktunya telah tiba, Allah memberikan bunga yang indah tumbuh di kaktus itu.
Lalu, apa nilai lebihnya ulat?
jangan hanya melihat ulat dari negatifnya saja yang merusak tanaman dan bahkan menjijikan.
Lihatlah proses perjalanan hidupnya, suatu saat dia harus merubah dirinya menjadi sebuah kepompong yang akhirnya dapat berubah menjadi kupu-kupu yang indah, cantik dan dikagumi karena keindahannya.
Semakin hari..kamu akan semakin mengerti hakikat ini.
Lantas, sekarang yang kamu perlu perhatikan adalah pahamilah setiap langkah yang kamu tempuh.
Laksanakan saja apa yang menjadi perintah-Nya dan tinggalkan yang dilarang-Nya.
Kerjakan semua amanah yang ada, selesaikan tugas-tugas dengan baik.
Dan lihat,,,disanalah tersimpan harmoni setiap kehidupan.
Ada pelangi dalam setiap perjalanan.
Ada pelangi yang hadir setelah rintik hujan menyapa.
Dan pelangi itu diperuntukkan bagi orang-orang yang sabar dan ikhlas dalam menjalani perjalanan hidupnya.
Sebagaimana kita sadari, kita bukanlah jamaah malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan.
Kita juga bukan jamaah syaithon yang selalu berada dalam kesalahan.
Kita adalah jamaah manusia biasa yang tidak selamanya benar dan tidak selamanya salah.
Jangan selalu menyesali setiap kesalahan yang terjadi.
Karena penyesalan hanya akan membebani hati.
Jangan terlalu membanggakan kebenaran, karena kebenaran hanyalah bersumber dari-Nya.
Meredam simphoni cinta illahi yang ditujukan untuk kita.
Yang perlu kita lakukan adalah mencari benang merah..
supaya kita dapat memperbaiki apa-apa yang telah lalu. Dakwah adalah sebuah keharusan. Karena dakwah tidak butuh kita. Tapi kitalah yang butuh dakwah. Bukankah Allah sudah menyatakan dalam firman-Nya. Masuklah kamu dalam islam secara kaffah.
Lantas, apa yang ingin kamu hindari?
Kita tidak bisa mengapung atau pun melayang jika ingin mencari mutiara di dasar laut.
Tapi kita harus menenggelamkan diri kita di dasar laut itu.
Karena mutiara itu tidak ada di permukaan, mutiara itu juga tidak ada di tengah-tengah.
Mutiara itu tersimpan di dasar. Di dasar kedalaman hati kita.
Kamu pasti akan menyadari bahwa semua ini semata-mata adalah proses pendewasaan diri kita.
Bukankah tanah liat sebelum menjadi sebuah guci yang indah harus ditempa dengan berbagai ujian?
Dibentuk secara perlahan dan dibakar.
Bukankah sepotong bambu sebelum menjadi pipa air juga ditempa dengan berbagai peristiwa yang menyakitkan?
Bukankah bola lampu ada setelah mengalami beratus bahkan beribu percobaan?
Bukankah mentari terbit setelah melewati malam yang hitam?
Karena itu bangkitlah....
Semuanya akan baik-baik saja. Serahkan saja semua pada Allah.
Tugas kita adalah meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar, setelahnya hanya bertawakkal kepada-Nya.
Berbahagialah menjadi orang-orang yang terpilih yang akan membumi langitkan dakwah. Tidak semua orang mampu mengemban risalah dakwah ini. Karena dalam dakwah ini penuh onak dan cabaran, karena jalan dakwah ini dipenuhi onak dan duri, karena dalam dakwah ini diperlukan banyak pengorbanan, waktu, pikiran, harta, tenaga, bahkan nyawa. Dan itu sama sekali tidaklah mudah.
Kenapa hanya kita?
Karena Allah mengetahui, kita pasti bisa.
Disaat orang-orang menjauhimu karena kau begitu berbeda dengan yang lainnya, Allah adalah satu-satunya yang tak berpaling darimu.
Ketika kekecewaan dakwah mendera jiwamu, Allah-lah satu-satunya Dzat yang tak mengecewakan dan tak pernah melukai perasaan.
Ketika sesak menghimpit, Allah-lah yang melapangkannya.
Dan ketika beban dakwah yang engkau pikul terasa berat, Allah-lah satu-satunya tempat bersandar.
Jangan bertanya kapan semua akan berhenti?
Semua akan berhenti saat maut menghampiri.
Kapan waktu beristirahat?
Ketahuilah tempat istirahat orang beriman adalah di surga.
Selama belum memperoleh surga, teruslah bergerak dan berjuang!
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu akan diuji oleh Allah. Karena itu, persiapkan ruhiyah kita untuk menjawab ujian itu.
Karena kita harus naik kelas dalam ujian ini. Jangan pernah menyerah, jangan pernah putus asa.
Sesungguhnya Allah membersama langkah kita menuju pada-Nya.
Hidup itu adalah sebuah pilihan.
Semua orang berhak memilih jalannya masing-masing, setiap jalan memiliki konsekuensi tersendiri.
Dan engkau benar karena telah memilih jalanmu disini. Karena itu, perkuat langkahmu.
Jangan biarkan langkahmu goyah.
Ketika kita diam orang lain tak akan tau apa yang sedang kita alami, orang lain tak tau jika diam kita adalah fikir dan dzikir.
Ketika kita mulai goyah, berpeganglah pada tangan saudara-saudaramu.
Jika mereka juga lengah dan jangkauan kita tidak sampai kepada mereka..
Maka sesungguhnya Allah-lah tempat kita mendekat dan meminta pertolongan agar menguatkan kita, layaknya kekuatan karang di dasar lautan yang tak mudah dihempas ombak dan badai.
Tanamkan keikhlasan dan berpikirlah positif.
Pasti ada hikmah dibalik setiap peristiwa yang terjadi.
Bersabarlah..
Karena sabar itu tiada batasnya..
Karena kesabaran itu akan berbuah manis...
Bersabarlah karena Allah bersama dengan orang-orang yang sabar.
Tak bahagiakah kau bila bersama-Nya?
Bukankah kau rela dengan apapun yang terjadi asalkan selalu bersama-Nya?
Nikmat terbesar adalah kebersamaan dengan-Nya, berada dalam naungan-Nya, dalam perhatian-Nya dan dalam pengawasan-Nya..
Seorang mukmin boleh salah, boleh gagal, boleh tertimpa musibah tetapi dia tidak boleh kalah, menyerah pada kelemahannya, menyerah pada tantangan dan keterbatasannya apalagi bila sampai putus asa.
Dia harus tetap menembus gelap supaya dia bisa menjemput fajar.
Dia harus merasakan rinai hujan supaya bisa melihat indahnya pelangi.
Dia harus merasakan getirnya perjuangan supaya bisa merasakan indahnya ukhuwah
Ya Robb....
Satu pintaku, ketika aku sudah tak mampu lagi menggenggam erat tangan saudaraku, jangan pernah biarkan ia lepas dari genggaman-Mu.
Kuatkanlah ikatannya,
Kekalkanlah cintanya.
Tunjukilah jalan-jalannya,
Terangilah dengan cahyaMu yang tiada pernah padam,
Ya Rabbi bimbinglah kami…
Pilihan itu memang tidak datang pada kita ketika kita menginginkannya, mengharapkannya dan menginginkannya. Karena Allah mengetahui bagaimana dan siapa yang dipilih-Nya Karena Allah mengetahui apa yang terbaik untuk kita daripada diri kita sendiri. Karena Allah memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
Walaupun notabene-nya keinginan kita baik, baik menurut siapa?
Baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah dan bila baik menurut Allah pastilah itu juga baik untuk manusia.
Banyak hal yang kita harapkan.
Mengharapkan sesuatu yang akan menjadi kenyataan.
Tapi adakalanya kita harus sadar dan bersiap-siap karena tak selamanya harapan sesuai dengan kenyataan.
Ketika kita minta pada Allah sekuntum bunga yg segar, Allah memberikan kita sebuah kaktus berduri.
Ketika kita meminta pada Allah kupu-kupu yang indah. Allah malah memberikan kita ulat yang berbulu.
Itulah skenario Allah . Lebih baik tak usah banyak berkomentar dengan apa pun yang terjadi, nurut aja dengan sang sutradara, Allah. Dan ingatlah, skenario Allah itu maha indah.
Kadang kita tidak mengerti apa yang akan terjadi di balik semua peristiwa yang ada di sekitar kita. Tapi yakinlah. Allah pasti mempunyai rencana lain di balik semua ini.
Taukah kamu apa istimewanya kaktus?
kaktus yang berduri itu kini telah menjadi kaktus yang tahan terhadap panas, mana ada tumbuhan lain yang sekuat kaktus, tahan terhadap kekeringan, tumbuh di padang sahara yang gersang. Untuk mempertahankan hidupnya itu kaktus memiliki perbekalan di dalam daunnya. Bukan untuk hidup yang sebentar, tapi untuk dalam jangka waktu tertentu. Dan tatkala waktunya telah tiba, Allah memberikan bunga yang indah tumbuh di kaktus itu.
Lalu, apa nilai lebihnya ulat?
jangan hanya melihat ulat dari negatifnya saja yang merusak tanaman dan bahkan menjijikan.
Lihatlah proses perjalanan hidupnya, suatu saat dia harus merubah dirinya menjadi sebuah kepompong yang akhirnya dapat berubah menjadi kupu-kupu yang indah, cantik dan dikagumi karena keindahannya.
Semakin hari..kamu akan semakin mengerti hakikat ini.
Lantas, sekarang yang kamu perlu perhatikan adalah pahamilah setiap langkah yang kamu tempuh.
Laksanakan saja apa yang menjadi perintah-Nya dan tinggalkan yang dilarang-Nya.
Kerjakan semua amanah yang ada, selesaikan tugas-tugas dengan baik.
Dan lihat,,,disanalah tersimpan harmoni setiap kehidupan.
Ada pelangi dalam setiap perjalanan.
Ada pelangi yang hadir setelah rintik hujan menyapa.
Dan pelangi itu diperuntukkan bagi orang-orang yang sabar dan ikhlas dalam menjalani perjalanan hidupnya.
Sebagaimana kita sadari, kita bukanlah jamaah malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan.
Kita juga bukan jamaah syaithon yang selalu berada dalam kesalahan.
Kita adalah jamaah manusia biasa yang tidak selamanya benar dan tidak selamanya salah.
Jangan selalu menyesali setiap kesalahan yang terjadi.
Karena penyesalan hanya akan membebani hati.
Jangan terlalu membanggakan kebenaran, karena kebenaran hanyalah bersumber dari-Nya.
Meredam simphoni cinta illahi yang ditujukan untuk kita.
Yang perlu kita lakukan adalah mencari benang merah..
supaya kita dapat memperbaiki apa-apa yang telah lalu. Dakwah adalah sebuah keharusan. Karena dakwah tidak butuh kita. Tapi kitalah yang butuh dakwah. Bukankah Allah sudah menyatakan dalam firman-Nya. Masuklah kamu dalam islam secara kaffah.
Lantas, apa yang ingin kamu hindari?
Kita tidak bisa mengapung atau pun melayang jika ingin mencari mutiara di dasar laut.
Tapi kita harus menenggelamkan diri kita di dasar laut itu.
Karena mutiara itu tidak ada di permukaan, mutiara itu juga tidak ada di tengah-tengah.
Mutiara itu tersimpan di dasar. Di dasar kedalaman hati kita.
Kamu pasti akan menyadari bahwa semua ini semata-mata adalah proses pendewasaan diri kita.
Bukankah tanah liat sebelum menjadi sebuah guci yang indah harus ditempa dengan berbagai ujian?
Dibentuk secara perlahan dan dibakar.
Bukankah sepotong bambu sebelum menjadi pipa air juga ditempa dengan berbagai peristiwa yang menyakitkan?
Bukankah bola lampu ada setelah mengalami beratus bahkan beribu percobaan?
Bukankah mentari terbit setelah melewati malam yang hitam?
Karena itu bangkitlah....
Semuanya akan baik-baik saja. Serahkan saja semua pada Allah.
Tugas kita adalah meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar, setelahnya hanya bertawakkal kepada-Nya.
Berbahagialah menjadi orang-orang yang terpilih yang akan membumi langitkan dakwah. Tidak semua orang mampu mengemban risalah dakwah ini. Karena dalam dakwah ini penuh onak dan cabaran, karena jalan dakwah ini dipenuhi onak dan duri, karena dalam dakwah ini diperlukan banyak pengorbanan, waktu, pikiran, harta, tenaga, bahkan nyawa. Dan itu sama sekali tidaklah mudah.
Kenapa hanya kita?
Karena Allah mengetahui, kita pasti bisa.
Disaat orang-orang menjauhimu karena kau begitu berbeda dengan yang lainnya, Allah adalah satu-satunya yang tak berpaling darimu.
Ketika kekecewaan dakwah mendera jiwamu, Allah-lah satu-satunya Dzat yang tak mengecewakan dan tak pernah melukai perasaan.
Ketika sesak menghimpit, Allah-lah yang melapangkannya.
Dan ketika beban dakwah yang engkau pikul terasa berat, Allah-lah satu-satunya tempat bersandar.
Jangan bertanya kapan semua akan berhenti?
Semua akan berhenti saat maut menghampiri.
Kapan waktu beristirahat?
Ketahuilah tempat istirahat orang beriman adalah di surga.
Selama belum memperoleh surga, teruslah bergerak dan berjuang!
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu akan diuji oleh Allah. Karena itu, persiapkan ruhiyah kita untuk menjawab ujian itu.
Karena kita harus naik kelas dalam ujian ini. Jangan pernah menyerah, jangan pernah putus asa.
Sesungguhnya Allah membersama langkah kita menuju pada-Nya.
Hidup itu adalah sebuah pilihan.
Semua orang berhak memilih jalannya masing-masing, setiap jalan memiliki konsekuensi tersendiri.
Dan engkau benar karena telah memilih jalanmu disini. Karena itu, perkuat langkahmu.
Jangan biarkan langkahmu goyah.
Ketika kita diam orang lain tak akan tau apa yang sedang kita alami, orang lain tak tau jika diam kita adalah fikir dan dzikir.
Ketika kita mulai goyah, berpeganglah pada tangan saudara-saudaramu.
Jika mereka juga lengah dan jangkauan kita tidak sampai kepada mereka..
Maka sesungguhnya Allah-lah tempat kita mendekat dan meminta pertolongan agar menguatkan kita, layaknya kekuatan karang di dasar lautan yang tak mudah dihempas ombak dan badai.
Tanamkan keikhlasan dan berpikirlah positif.
Pasti ada hikmah dibalik setiap peristiwa yang terjadi.
Bersabarlah..
Karena sabar itu tiada batasnya..
Karena kesabaran itu akan berbuah manis...
Bersabarlah karena Allah bersama dengan orang-orang yang sabar.
Tak bahagiakah kau bila bersama-Nya?
Bukankah kau rela dengan apapun yang terjadi asalkan selalu bersama-Nya?
Nikmat terbesar adalah kebersamaan dengan-Nya, berada dalam naungan-Nya, dalam perhatian-Nya dan dalam pengawasan-Nya..
Seorang mukmin boleh salah, boleh gagal, boleh tertimpa musibah tetapi dia tidak boleh kalah, menyerah pada kelemahannya, menyerah pada tantangan dan keterbatasannya apalagi bila sampai putus asa.
Dia harus tetap menembus gelap supaya dia bisa menjemput fajar.
Dia harus merasakan rinai hujan supaya bisa melihat indahnya pelangi.
Dia harus merasakan getirnya perjuangan supaya bisa merasakan indahnya ukhuwah
Ya Robb....
Satu pintaku, ketika aku sudah tak mampu lagi menggenggam erat tangan saudaraku, jangan pernah biarkan ia lepas dari genggaman-Mu.
Kuatkanlah ikatannya,
Kekalkanlah cintanya.
Tunjukilah jalan-jalannya,
Terangilah dengan cahyaMu yang tiada pernah padam,
Ya Rabbi bimbinglah kami…
Yakinlah Selalu Akan Doamu, Anak muda
Suatu
hari, sebuah kisah mulia terjadi dan bermula dari suatu tempat yang
sangat sederhana, Pangkalan becak. Seorang bapak tua tengah membersihkan
keringatnya setelah seharian bekerja. Beliau adalah seorang tua yang
berusia sekitar 75 tahun dan sudah lebih dari 35 tahun mencari nafkah
dengan menarik becak.
Sosoknya sangat sederhana dan murah senyum. Dikalangan teman- temannya, si bapak tua adalah seorang yang sangat disegani, karena kejujurannya.
ketika sore menjelang, ada seorang anak muda menaiki becaknya. Si anak muda adalah seorang yang kaya, terpelajar dan modern. Dia berniat datang ke kota tersebut untuk berekreasi dan melepas penatnya setelah lama bekerja di kota. Berjam-jam mereka berkeliling kota, sampai akhirnya adzan magrib pun berkumandang. Seketika, si bapak tua itu menghentikan becaknya di depan sebuah masjid, dan meminta ijin untuk sholat.
Setelah beberapa lama, mereka kemudian melanjutkan kembali acara jalan-jalan tadi. Dan, sampailah mereka pada sebuah warung kopi dipinggir jalan.
"Nak, apa bapak boleh minta ijin sebentar untuk buka puasa?"
" Bapak puasa? " Jawab anak muda tersebut dengan sedikit terkejut.
" Iya. sebentar saja, bapak ingin beli air dulu"
" Saya ikut sekalian pak. Kita minum kopi bareng. Saya yang traktir" Kata si anak muda dengan semangat.
Mereka berdua pun akhirnya melepas lelah sambil ngobrol dan bersantai di warung tersebut.
" Kenapa bapak puasa tapi masih mengayuh becak?.
Apa ndak capek?" Si anak muda memulai pembicaraan.
" Bapak sudah terbiasa insya Allah. Ndak apa- apa nak" Jawab pak tua singkat.
Waktu pun terus berlalu. Banyak hal mereka bicarakan bersama malam itu. Dan melihat hari semakin malam, anak muda tersebut berniat pamit pulang. Dia mengucapkan terima kasih seraya memberikan uang sebagai ongkos naik becak. Tapi di luar dugaan, bapak tukang becak itu menolaknya.
" Ini kan ongkos buat bapak tadi setelah seharian mengantar saya." Kata anak muda itu kali ini dengan masih sangat heran
" Ndak nak, terima kasih" jawab bapak tua
" Maap apa masih kurang?
Ok. Ini buat bapak semua" Tanyanya lagi sambil memberikan uang dua ratus ribu.
"Maaf nak bukan begitu. Sebenarnya..."
" Kenapa pak? " Dia pun buru-buru memotong perkataan itu.
" Maaf nak, bukan bapak tidak mau menerima. Tapi hari ini hari kamis nak, bapak tidak mau menerima uang dari siapa pun yang naik becak bapak. "
" Kok bisa begitu pak?" Tanya si anak muda dengan lebih penasaran. "
"Bapak inikan orang miskin dan bodoh, tapi... sebenarnya bapak ingin naik haji. Semua orang memang mentertawakan bapak, mereka bilang bapak suka berkhayal.
Lah wong, buat makan sehari hari saja tidak cukup apalagi naik haji. Akhirnya bapak cuma bisa minta sama Allah, karena bapak yakin Allah satu-satu-Nya yang tidak akan mentertawakan bapak."
"Lalu..." si anak muda tidak dapat menghentikan rasa penasarannya.
"Kalau hari senin dan kamis bapak tidak akan meminta bayaran sedikitpun kalau ada orang yang naik becak. Bapak berniat sedekah dengan tenaga bapak itu. Bapak berharap suatu hari Allah melihat kesungguhan usaha ini dan akan mengabulkan doa bapak."
" Apa bapak yakin? "
" Kalau kita berharap pada makhluk, kita harus siap- siap untuk setiap saat kecewa, tapi kalau kita berharap hanya pada Allah, Dia adalah satu-satu-Nya yang tidak pernah mengkhianati kita, nak.
Kita harus Yakin dengan apa yang kita doakan dan cita- citakan, Insya Allah Allah tidak akan mengkhianati kita. "
Sejenak si anak muda tersebut terdiam. Benar- benar kali dia kehilangan walaupun hanya satu huruf saja untuk di ucapkan. Tak terasa, kopi yang disuguhkan dihadapannya telah dingin. Dan dia masih belum bisa mengatakan apapun. Setelah beberapa saat dia pamit pulang meninggalkan pasar yang ramai dengan hiruk pikuknya.
Setelah sampai di rumah, pikirannya kemudian di penuhi dengan seribu satu hal. Kata- kata bapak tukang becak itu begitu lugu dan natural namun sangat dalam baginya. Entah mengapa, seketika perasaan malu menyeruak melingkupi bathinnya. Teringat padanya, bahwa dia selama ini yang selalu dalam gelimang harta dan kekayaan, namun sangat susah baginya untuk sekedar meluangkan waktu untuk mengingat Tuhannya. Kesadarannya tiba- tiba muncul dan berkata bahwa ternyata selama ini, harta yang dia miliki hanyalah sekedar ujian baginya, dan sayangnya dia tidak berhasil dalam ujian itu, karena terbukti harta telah membuatnya jauh dari Allah sang Maha Rahman.
Masih terngiang di kepalanya, ucapan bapak tukang becak tersebut. Herannya, dia bukanlah seorang profesor atau manusia yang mempunyai gelar terhormat, namun baru kali inilah, seorang yang lugu, sederhana, namun sangat sholeh, telah berhasil menyentuh hatinya.
Beberapa hari kemudian...
Si anak muda akhirnya telah kembali ke kota tersebut, dan kali ini dia berada di tengah-tengah pangkalan becak itu. Telah bulat tekadnya untuk menemui tukang becak tua yang dia jumpai beberapa hari lalu, untuk membicarakan sesuatu. Setelah beberapa jam mencari dan menunggu, maka bertemulah mereka berdua, masih di tempat warung kopi yang sama seperti dulu.
" Apakah bapak mau menemani saya?" tanya anak muda tersebut sambil tersenyum.
" Kemana nak?"
" Saya ingin mengajak bapak berhaji tahun ini"
Sosoknya sangat sederhana dan murah senyum. Dikalangan teman- temannya, si bapak tua adalah seorang yang sangat disegani, karena kejujurannya.
ketika sore menjelang, ada seorang anak muda menaiki becaknya. Si anak muda adalah seorang yang kaya, terpelajar dan modern. Dia berniat datang ke kota tersebut untuk berekreasi dan melepas penatnya setelah lama bekerja di kota. Berjam-jam mereka berkeliling kota, sampai akhirnya adzan magrib pun berkumandang. Seketika, si bapak tua itu menghentikan becaknya di depan sebuah masjid, dan meminta ijin untuk sholat.
Setelah beberapa lama, mereka kemudian melanjutkan kembali acara jalan-jalan tadi. Dan, sampailah mereka pada sebuah warung kopi dipinggir jalan.
"Nak, apa bapak boleh minta ijin sebentar untuk buka puasa?"
" Bapak puasa? " Jawab anak muda tersebut dengan sedikit terkejut.
" Iya. sebentar saja, bapak ingin beli air dulu"
" Saya ikut sekalian pak. Kita minum kopi bareng. Saya yang traktir" Kata si anak muda dengan semangat.
Mereka berdua pun akhirnya melepas lelah sambil ngobrol dan bersantai di warung tersebut.
" Kenapa bapak puasa tapi masih mengayuh becak?.
Apa ndak capek?" Si anak muda memulai pembicaraan.
" Bapak sudah terbiasa insya Allah. Ndak apa- apa nak" Jawab pak tua singkat.
Waktu pun terus berlalu. Banyak hal mereka bicarakan bersama malam itu. Dan melihat hari semakin malam, anak muda tersebut berniat pamit pulang. Dia mengucapkan terima kasih seraya memberikan uang sebagai ongkos naik becak. Tapi di luar dugaan, bapak tukang becak itu menolaknya.
" Ini kan ongkos buat bapak tadi setelah seharian mengantar saya." Kata anak muda itu kali ini dengan masih sangat heran
" Ndak nak, terima kasih" jawab bapak tua
" Maap apa masih kurang?
Ok. Ini buat bapak semua" Tanyanya lagi sambil memberikan uang dua ratus ribu.
"Maaf nak bukan begitu. Sebenarnya..."
" Kenapa pak? " Dia pun buru-buru memotong perkataan itu.
" Maaf nak, bukan bapak tidak mau menerima. Tapi hari ini hari kamis nak, bapak tidak mau menerima uang dari siapa pun yang naik becak bapak. "
" Kok bisa begitu pak?" Tanya si anak muda dengan lebih penasaran. "
"Bapak inikan orang miskin dan bodoh, tapi... sebenarnya bapak ingin naik haji. Semua orang memang mentertawakan bapak, mereka bilang bapak suka berkhayal.
Lah wong, buat makan sehari hari saja tidak cukup apalagi naik haji. Akhirnya bapak cuma bisa minta sama Allah, karena bapak yakin Allah satu-satu-Nya yang tidak akan mentertawakan bapak."
"Lalu..." si anak muda tidak dapat menghentikan rasa penasarannya.
"Kalau hari senin dan kamis bapak tidak akan meminta bayaran sedikitpun kalau ada orang yang naik becak. Bapak berniat sedekah dengan tenaga bapak itu. Bapak berharap suatu hari Allah melihat kesungguhan usaha ini dan akan mengabulkan doa bapak."
" Apa bapak yakin? "
" Kalau kita berharap pada makhluk, kita harus siap- siap untuk setiap saat kecewa, tapi kalau kita berharap hanya pada Allah, Dia adalah satu-satu-Nya yang tidak pernah mengkhianati kita, nak.
Kita harus Yakin dengan apa yang kita doakan dan cita- citakan, Insya Allah Allah tidak akan mengkhianati kita. "
Sejenak si anak muda tersebut terdiam. Benar- benar kali dia kehilangan walaupun hanya satu huruf saja untuk di ucapkan. Tak terasa, kopi yang disuguhkan dihadapannya telah dingin. Dan dia masih belum bisa mengatakan apapun. Setelah beberapa saat dia pamit pulang meninggalkan pasar yang ramai dengan hiruk pikuknya.
Setelah sampai di rumah, pikirannya kemudian di penuhi dengan seribu satu hal. Kata- kata bapak tukang becak itu begitu lugu dan natural namun sangat dalam baginya. Entah mengapa, seketika perasaan malu menyeruak melingkupi bathinnya. Teringat padanya, bahwa dia selama ini yang selalu dalam gelimang harta dan kekayaan, namun sangat susah baginya untuk sekedar meluangkan waktu untuk mengingat Tuhannya. Kesadarannya tiba- tiba muncul dan berkata bahwa ternyata selama ini, harta yang dia miliki hanyalah sekedar ujian baginya, dan sayangnya dia tidak berhasil dalam ujian itu, karena terbukti harta telah membuatnya jauh dari Allah sang Maha Rahman.
Masih terngiang di kepalanya, ucapan bapak tukang becak tersebut. Herannya, dia bukanlah seorang profesor atau manusia yang mempunyai gelar terhormat, namun baru kali inilah, seorang yang lugu, sederhana, namun sangat sholeh, telah berhasil menyentuh hatinya.
Beberapa hari kemudian...
Si anak muda akhirnya telah kembali ke kota tersebut, dan kali ini dia berada di tengah-tengah pangkalan becak itu. Telah bulat tekadnya untuk menemui tukang becak tua yang dia jumpai beberapa hari lalu, untuk membicarakan sesuatu. Setelah beberapa jam mencari dan menunggu, maka bertemulah mereka berdua, masih di tempat warung kopi yang sama seperti dulu.
" Apakah bapak mau menemani saya?" tanya anak muda tersebut sambil tersenyum.
" Kemana nak?"
" Saya ingin mengajak bapak berhaji tahun ini"
Langganan:
Postingan (Atom)