Kamis, 16 Juni 2011

Jejak Kedermawanan Rasulullah

Sayyidina Umar bin Khattab bercerita, suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta-minta, lalu beliau memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya. Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya.  Keesokan harinya, ia datang kembali untuk meminta-minta, 
Rasulullah lalu bersabda, “Aku tidak mempunyai apa-apa saat ini. Tapi, ambillah yang kau mau dan jadikan sebagai utangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku yang akan membayarnya.”

Umar lalu berkata, “Wahai Rasulullah janganlah memberi diluar batas kemampuanmu.” 
Rasulullah tidak menyukai perkataan Umar tadi. Tiba-tiba, datang seorang laki-laki dari Anshar sambil berkata, 
“Ya Rasulullah, jangan takut, terus saja berinfak. Jangan khawatir dengan kemiskinan.” Mendengar ucapan laki-laki tadi, 
Rasulullah tersenyum, lalu beliau berkata kepada Umar, “Ucapan itulah yang diperintahkan oleh Allah kepadaku.” (HR Turmudzi). 

Jubair bin Muth’im bertutur, ketika ia bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba orang-orang mencegat beliau dan meminta dengan setengah memaksa sampai-sampai beliau disudutkan ke sebuah pohon berduri.
Kemudian salah seorang dari mereka mengambil mantelnya.
Rasulullah berhenti sejenak dan berseru, ”Berikan mantelku itu! Itu untuk menutup auratku. Seandainya aku mempunyai mantel banyak (lebih dari satu), tentu akan kubagikan pada kalian (HR. Bukhari)

Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW bercerita, suatu hari Rasulullah masuk ke rumahku dengan muka pucat. Aku khawatir beliau sedang sakit. “Ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begini?” tanyaku.
Rasulullah menjawab, ”Aku pucat begini bukan karena sakit, melainkan karena aku ingat uang tujuh dinar yang kita dapat kemarin sampai sore ini masih berada di bawah kasur dan kita belum menginfakkannya.” (HR Al-Haitsami dan hadistnya sahih).

Aisyah berkata, suatu hari, ketika sakit, Rasulullah SAW menyuruhku bersedekah dengan uang tujuh dinar yang disimpannya di rumah. Setelah menyuruhku bersedekah, beliau lalu pingsan. Ketika sudah siuman,
 Rasulullah bertanya kembali:
“Uang itu sudah kau sedekahkan...?”
“Belum, karena aku kemarin sangat sibuk,” jawabku
Rasulullah bersabda, “Mengapa bisa begitu, lekas ambil uang itu...!”.
Begitu uang itu sudah di hadapannya, Rasulullah lalu bersabda,
“Bagaimana menurutmu seandainya aku tiba-tiba meninggal, sementara aku mempunyai uang yang belum kusedekahkan....? 
Uang ini tidak akan menyelamatkan Muhammad seandainya ia meninggal sekarang, sementara ia mempunyai uang yang belum disedekahkan,”. (HR Ahmad).

Sahl bin Sa’ad bertutur, suatu hari datang seorang perempuan menghadiahkan kepada Nabi Saw sepotong syamlah yang ujungnya ditenun (syamlah adalah baju lapang yang menutup seluruh badan).
Perempuan itu berkata, “Ya Rasulullah, akulah yang menenun syamlah ini dan aku hendak menghadiahkannya kepada Engkau.”
Rasulullah pun sangat menyukainya. Tanpa banyak bicara, beliau langsung mengambil dan memakainya dengan sangat gembira dan berterima kasih kepada wanita itu. Rasulullah betul-betul sangat membutuhkan dan menyukai syamlah tersebut.

Tidak lama setelah wanita itu pergi, tiba-tiba datang seorang laki-laki meminta syamlah tersebut. Rasulullah pun memberikannya. Para sahabat yang lain lalu mengecam laki-laki tersebut.
Mereka berkata, “Hai Fulan, Rasulullah sangat menyukai syamlah tersebut, mengapa kau memintanya...?
Kau kan tahu Rasulullah tidak pernah tidak memberi kalau diminta...?”
Laki-laki itu menjawab, “Aku memintanya bukan untuk dipakai sebagai baju, melainkan untuk kain kafanku nanti kalau aku meninggal”.
Tidak lama kemudian, laki-laki itu meninggal dan syamlah tersebut menjadi kain kafannya. (HR Bukhari).

Beberapa kisah diatas hanyalah sebutir jejak kedermawanan Nabi Muhammad SAW. Kisah-kisah lainnya bagaikan gunung pasir tertinggi yang takkan pernah sanggup diimbangi oleh siapapun, termasuk para sahabat-sahabat terdekatnya di masa beliau masih hidup. Sahabat-sahabat Rasulullah hanya bisa meniru kedermawanan yang diajarkan Baginda Rasul itu, yang kemudian menambah panjang jejak sejarah kedermawanan yang dicontohkan Nabi dan para sahabatnya.

Lihatlah Thalhah bin Ubaidillah, seorang sahabat yang kaya raya namun pemurah dan dermawan. “Sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi dataran dan lembah” adalah lukisan tentang kedermawanan seorang Thalhah. Isterinya bernama Su’da binti Auf. Pada suatu hari isterinya melihat Thalhah sedang murung dan duduk termenung sedih.
Melihat keadaan suaminya, sang isteri segera menanyakan penyebab kesedihannya dan Thalhah mejawab, “Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak sehingga memusingkanku.
Apa yang harus kulakukan ...?”

Maka istrinya berkata, “Uang yang ada di tanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir miskin.”
Maka dibagi-baginyalah seluruh uang yang ada di tangan Thalhah tanpa meninggalkan sepeserpun.

Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah, “Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan pangannya.”

Jaabir bin Abdullah bertutur, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta.” Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki “Thalhah si dermawan”, “Thalhah si pengalir harta”, “Thalhah kebaikan dan kebajikan”.

Sahabat lain yang mengukir jejak indah kedermawanan mencontoh Nabi adalah Tsabit bin Dahdah yang memiliki kebun yang bagus, berisi 600 batang kurma kualitas terbaik. Begitu turun firman Allah, “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat gandakan (pembayaran) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (Al-Hadid: 11).  
Dia bergegas mendatangi Rasulullah untuk bertanya, “Ya Rasulullah, apakah Allah ingin meminjam dari hambanya..?”

“Benar,” jawab Rasulullah.

Spontan Tsabit bin Dahdah mengacungkan tangannya seraya berkata, “Ulurkanlah tangan Anda, wahai Rasulullah.”

Rasulullah mengulurkan tangannya, dan langsung disambut oleh Tsabit bin Dahdah sambil berkata, “Aku menjadikan Anda sebagai saksi bahwa kupinjamkan kebunku kepada Allah.” 
Tsabit sangat gembira dengan keputusannya itu. Dalam perjalanan pulang dia mampir ke kebunnya. Dilihatnya isteri dan anak-anaknya sedang bersantai di bawah pepohonan yang sarat dengan buah.

Dari pintu kebun, Dipanggillah sang isteri,
“Hai Ummu Dahdah...! Ummu Dahdah...!
Cepat keluar dari kebun ini, Aku sudah meminjamkan kebun ini kepada Allah...!”
Isterinya menyambut dengan suka cita, “Engkau tidak rugi, suamiku, engkau beruntung, engkau sungguh beruntung!”
Segera dikeluarkannya kurma yang ada di mulut anak-anaknya seraya berkata, “Ayahmu sudah meminjamkan kebun ini kepada Allah.”
Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa Rasulullah bersabda, “Berapa banyak pohon sarat buah yang kulihat di surga atas nama Abu Dahdah.”
Artinya, Allah memberi Tsabit bin Dahdah pohon-pohon yang berbuah lebat di surga sebagai ganti atas pemberiannya kepada-Nya di dunia.

Indah nian jejak-jejak kedermawanan Nabi Muhammad SAW, lebih indah lagi apa-apa yang dijanjikan Allah atas apa yang diberikan di jalan-Nya. Karenanya, seluruh sahabat pada masa itu berlomba-lomba mengikuti jejak Nabi dalam segala hal, termasuk tentang kedermawanan. Semoga, jejak kedermawanan itu terus terukir pada ummat Muhammad hingga kini selama kita masih terus meleburkan diri pada rantai jejak indah itu, dan mengajarkannya kepada anak-anak dan penerus kehidupan ini.

Sifat dan Sebagian Ahlak Rasulullah SAW

Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib R.a. yang pernah hidup bersama Rasulullah SAW, berkata: “Saya bertanya kepada paman saya, Hind bin Abi Halah yang selalu berbicara tentang Nabi yang mulia untuk menceritakan kepada saya berkenaan dengan Nabi, agar kecintaan saya bertambah. Ia berkata,
‘Nabi Allah sangat berwibawa dan sangat dihormati.
Wajahnya bersinar seperti purnama.
Ia lebih tinggi dari orang-orang pendek dan lebih pendek dari orang-orang jangkung.
Kepalanya agak besar dengan rambut yang ikal. Bila rambutnya itu bisa disisir, ia pasti menyisir rambutnya.
Kalau rambutnya tumbuh panjang, ia tak akan membiarkannya melewati daun telinga.
Kulit wajahnya putih dengan dahi yang lebar.
Kedua alisnya panjang dan lebat, tapi tidak bertemu.
 
Di antara kedua alisnya, ada pembuluh darah melintang yang tampak jelas ketika beliau marah. 
Ada seberkas cahaya yang menyapu tubuhnya dari bawah ke atas, seakan-akan mengangkat tubuhnya. 
Jika orang berjumpa dengannya dan tidak melihat cahaya itu, orang mungkin menduga ia mengangkat kepalanya karena sombong.’ ‘Janggutnya pendek dan tebal; pipinya halus dan lebar. 
Mulutnya lebar dengan gigi-gigi yang jarang dan bersih. 
Di atas dadanya ada bulu yang sangat halus; lehernya seperti batang perak murni yang indah. 
Tubuhnya serasi (semua anggota tubuhnya sangat serasi dengan ukuran anggota tubuh yang lain). 
Perut dan dadanya sejajar. 
Bahunya lebar, sendi-sendi anggota badannya gempal. 
Dadanya bidang. 
Bagian tubuhnya yang tidak tertutup pakaian bersinar terang. 
Segaris bulu yang tipis memanjang dari dada ke pusarnya. Di luar itu, dada dan perutnya tidak berbulu sama sekali. 
Lengan, bahu dan pundaknya berbulu. 
Lengannya panjang dan telapak tangannya lebar. 
Tangan dan kakinya tebal dan kekar. Jari-jemarinya panjang. Pertengahan telapak kakinya melengkung, tidak menyentuh tanah, air tidak membasahinya. 
Ketika berjalan ia mengangkat kakinya dari tanah dengan dada yang dibusungkan.
Langkah-langkahnya lembut. 
Ia berjalan cepat seakan-akan menuruni bukit. 
Bila berhadapan dengan seseorang, Ia hadapkan seluruh tubuhnya, bukan hanya kepalanya. 
Matanya selalu merunduk. Pandangannya ke arah bumi lebih lama daripada pandangannya ke langit. Sesekali ia memandang dengan pandangan sekilas. 
Ia selalu menjadi orang pertama yang mengucapkan salam kepada orang yang ditemuinya di jalan.’”
Cara bicara RasulullahKemudian Imam Hasan berkata, “Ceritakan kepadaku cara bicaranya.”
Hind bin Abi Halah berkata,
“Ia selalu tampak sendu, selalu merenung dalam, dan tidak pernah tenang.
Ia banyak diamnya. Ia tidak pernah berbicara yang tidak perlu.
Ia memulai dan menutup pembicaraannya dengan sangat fasih.
Pembicaraannya singkat dan padat, tanpa kelebihan kata-kata dan tidak kekurangan perincian yan diperlukan.
Ia berbicara lembut, tidak pernah kasar atau menyakitkan.
Ia selalu menganggap besar anugerah Tuhan betapapun kecilnya. Ia tidak pernah mengeluhkannya.
Ia juga tidak pernah mengecam atau memuji berlebih-lebihan apapun yang ia makan

Dunia dan apapun yang ada padanya tidak pernah membuatnya marah. Tetapi, jika hak seseorang dirampas, ia akan sangat murka sehingga tidak seorang pun mengenalnya lagi dan tidak ada satu pun yang dapat menghalanginya sampai ia mengembalikan hak itu kepada yang punya.
Ketika menunjuk sesuatu, ia menunjuk dengan seluruh tangannya.
Ketika terpesona, ia membalikkan tangannya ke bawah.
Ketika berbicara,terkadang ia bersedekap atau merapatkan telapak tangan kanannya pada punggung ibu jari kirinya.
Ketika marah, ia palingkan wajahnya.
Ketika tersinggung, ia merunduk.
Ketika ia tertawa, gigi-giginya tampak seperti untaian butir-butir hujan es.

Imam Hasan berkata, “Saya menyembunyikan berita ini dari Imam Husain sampai suatu saat saya menceritakan kepadanya. Ternyata ia sudah tahu sebelumnya. Kemudian saya bertanya kepadanya tentang berita ini. Ternyata ia telah bertanya kepada ayahnya (Imam Ali) tentang Nabi, di dalam dan di luar rumah, cara duduknya dan penampilannya, dan ia menceritakan semuanya.”

Akhlak Rasulullah ketika masuk rumahImam Husain berkata, “Aku bertanya kepada ayahku tentang perilaku Nabi ketika ia memasuki rumahnya. Ayahku berkata,
‘Ia masuk rumah kapan saja ia inginkan. Bila berada di rumah, ia membagi waktunya menjadi tiga bagian; sebagian untuk Allah, sebagian untuk keluarganya, sebagian lagi untuk dirinya. Kemudian ia membagi waktunya sendiri antara dirinya dan orang lain; satu bagian khusus untuk sahabatnya dan bagian lainnya untuk umum.
Ia tidak menyisakan waktunya untuk kepentingan dirinya.
Termasuk kebiasaannya pada bagian yang ia lakukan untuk orang lain ialah mendahulukan atau menghormati orang-orang yang mulia dan ia menggolongkan manusia berdasarkan keutamaannya dalam agama.
Di antara sahabatnya, ada yang mengajukan satu keperluan, dua keperluan, atau banyak keperluan lain.
Ia menyibukkan dirinya dengan keperluan mereka. Jadi, ia menyibukkan dirinya untuk melayani mereka dan menyibukkan mereka dengan sesuatu yang baik bagi mereka.

“Ia sering menanyakan keadaan sahabatnya dan memberi tahu mereka apa yang patut mereka lakukan. ‘mereka yang hadir sekarang ini harus memberitahukan kepada yang tidak hadir.
Beritahukan kepadaku orang yang tidak sanggup menyampaikan keperluannya kepadaku.
Orang yang menyampaikan kepada pihak yang berwenang keluhan seseorang yang tidak sanggup menyampaikannya, akan Allah kokohkan kakinya pada Hari Perhitungan’. Selain hal-hal demikan, tidak ada yang disebut-sebut dihadapannya dan tidak akan diterimanya.
Mereka datang menemui beliau untuk menuntut ilmu dan kearifan.
Mereka tidak bubar sebelum mereka menerimanya. Mereka meninggalkan majlis Nabi sebagai pembimbing untuk orang di belakangnya.’

Akhlak Rasulullah di luar rumah“Aku bertanya kepadanya tentang tingkah laku Nabi yang mulia di luar rumahnya. Ia menjawab, ‘
Nabi itu pendiam sampai ia merasa perlu untuk bicara.
Ia sangat ramah kepada setiap orang. Ia tidak pernah mengucilkan seorang pun dalam pergaulannya.
Ia menghormati orang yang terhormat pada setiap kaum dan memerintahkan mereka untuk menjaganya kaumnya.
Ia selalu berhati-hati agar berperilaku yang tidak sopan atau menunjukkkan wajah yang tidak ramah kepada mereka.
Ia suka menanyakan keadaan sahabat-sahabatnya dan keadaan orang-orang di sekitar mereka, misalnya keluarganya atau tetangganya.
Ia menunjukkan yang baik itu baik dan memperkuatnya.
Ia menunjukkan yang jelek itu jelek dan melemahkannya. Ia selalu memilih yang tengah-tengah dalam segala urusannya.’
 “Ia tidak pernah lupa memperhatikan orang lain karena ia takut mereka alpa atau berpaling dari jalan kebenaran.
Ia tidak pernah ragu-ragu dalam kebenaran dan tidak pernah melanggar batas-batasnya.
Orang-orang yang paling dekat dengannya adalah orang-orang yang paling baik.
Orang yang paling baik, dalam pandangannya, adalah orang-orang yang paling tulus menyayangi kaum muslimin seluruhnya.
Orang yang paling tinggi kedudukannya disisinya adalah orang yang paling banyak memperhatikan dan membantu orang lain.’”

Cara Rasulullah dudukImam Husain berkata, “Kemudian aku bertanya kepadanya tentang cara Rasulullah duduk. Ia menjawab,
‘Rasulullah tidak pernah duduk atau berdiri tanpa mengingat Allah.
Ia tidak pernah memesan tempat hanya untuk dirinya dan melarang orang lain duduk di situ.
Ketika datang di tempat pertemuan, ia duduk dimana saja tempat tersedia. Ia juga menganjurkan orang lain untuk berbuat yang sama.
Ia memberikan tempat duduk dengan cara yang sama sehingga tidak ada orang yang merasa bahwa orang lain lebih mulia ketimbang dia.
Ketika seseorang duduk di hadapannya, ia akan tetap duduk dengan sabar sampai orang itu berdiri atau meninggalkannya.
Jika orang meminta sesuatu kepadanya, ia akan memberikan tepat apa yang orang itu minta. Jika tidak sanggup memenuhinya, ia akan mengucapkan kata-kata yang membahagiakan orang itu.
Semua orang senang pada akhlaknya sehingga ia seperti ayah bagi mereka dan semua ia perlakukan dengan sama.
Majlisnya adalah majlis kesabaran, kehormatan, kejujuran dan kepercayaan.
Tidak ada suara keras di dalamnyadan tidak ada tuduhan-tuduhan yang buruk.
Tidak ada kesalahan orang yang diulangi lagi di luar majlis. Mereka yang berkumpul dalam pertemuan memperlakukan sesamanya dengan baik dan mereka satu sama lain terikat dalam kesalehan.
Mereka rendah hati, sangat menghormati yang tua dan penyayang kepada yang muda, dermawan kepada yang fakir, dan ramah kepada pendatang dari luar.’

Cara Rasulullah bergaul dengan sahabatnya
“Aku bertanya kepadanya bagaimana Rasulullah bergaul dengan sahabat-sahabatnya. Ia menjawab,
‘Rasulullah ceria, selalu lembut hati, dan ramah.
Ia tidak kasar dan tidak berhati keras.
Ia tidak suka membentak-bentak.
Ia tidak pernah berkata kotor, tidak suka mencari-cari kesalahan orang, juga tidak suka memuji-muji berlebihan.
Ia mengabaikan apa yang tidak disukainya dalam perilaku orang begitu rupa sehingga orang tidak tersinggung dan tidak putus asa.
Ia menjaga dirinya untuk tidak melakukan tiga hal: bertengkar, banyak omong, dan berbicara yang tidak ada manfaatnya.
Ia juga menghindari tiga hal dalam hubungannya dengan orang lain: mengecam orang, mempermalukan orang, dan mengungkit-ungkit kesalahan orang.
Ia tidak pernah berkata kecuali kalau ia berharap memperoleh anugerah Tuhan.
Bila ia berbicara, pendengarnya menundukkan kepalanya, seakan-akan burung bertengger di atas kepalanya. Baru kalau ia diam, pendengarnya berbicara.
Mereka tidak pernah berdebat di hadapannya. Jika salah seorang di antara mereka berbicara, yang lain mendengarkannya sampai ia selesai. Mereka bergiliran untuk berbicara di hadapannya.
Ia tertawa jika sahabatnya tertawa; ia juga terkagum-kagum jika sahabatnya terpesona.
Ia sangat penyabar kalau ada orang baru bertanya atau berkata yang tidak sopan, walaupun sahabat-sahabatnya keberatan.
Ia biasanya berkata, “Jika kamu melihat orang yang memerlukan pertolongan, bantulah ia.”
Ia tidak menerima pujian kecuali dari orang yang tulus.
Ia tidak pernah menyela pembicaraan orang kecuali kalau orang itu melampaui batas.
Ia menghentikan pembicaraannya atau berdiri meninggalkannya.’

Diamnya Rasulullah“Kemudian aku bertanya padanya tentang diamnya Nabi. Ia berkata,
‘Diamnya Nabi karena empat hal: karena kesabaran, kehati-hatian, pertimbangan, dan perenungan. Berkaitan dengan pertimbangan, ia lakukan untuk melihat dan mendengarkan orang secara sama.
Berkaitan dengan perenungan, ia lakukan untuk memilah yang tersisa (bermanfaat) dan yang binasa (yang tidak bermanfaat).
Ia gabungkan kesabaran dengan lapang-dada.
Tidak ada yang membuatnya marah sampai kehilangan kendali diri.
Ia berhati-hati dalam empat hal: dalam melakukan perbuatan baik sehingga orang dapat menirunya; dalam meninggalkan keburukan sehingga orang berhenti melakukannya; dalam mengambil keputusan yang memperbaiki ummatnya; dan dalam melakukan sesuatu yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat.”

(Ma’ani Al Akhbar 83; ‘Uyun Al Akhbar Al Ridha 1:246; Ibnu Katsir, Al Shirah Nabawiyah 2:601; lihat Thabathabai, Sunan Al Nabi SAW 102-105).

Kehalusan, Kelembutan, dan Kesabaran Rasulullah

Merampas dan mengambil hak orang lain dengan paksa merupakan ciri orang-orang zhalim dan jahat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memancangkan pondasi-pondasi keadilan dan pembelaan bagi hak setiap orang agar mendapatkan dan mengambil haknya yang dirampas. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjalankan kaidah tersebut demi kebaikan dan semata-mata untuk jalan kebaikan dengan bimbingan karunia yang telah Allah curahkan berupa perintah dan larangan. Kita tidak perlu takut adanya kezhaliman, perampasan, pengambilan dan pelanggaran hak di rumah beliau

‘Aisyah R.ahmenuturkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sama sekali memukul seorang pun dengan tangannya kecuali dalam rangka berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membalas suatu aniaya yang ditimpakan orang atas dirinya. Selama orang itu tidak melanggar kehormatan Allah Namun, bila sedikit saja kehormatan Allah dilanggar orang, maka beliau akan membalasnya semata-mata karena Allah.” (HR. Ahmad).


‘Aisyah R.ah mengisahkan: “Suatu kali aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau mengenakan kain najran yang tebal pinggirannya. Kebetulan beliau berpapasan dengan seorang Arab badui, tiba-tiba si Arab badui tadi menarik dengan keras kain beliau itu, sehingga aku dapat melihat bekas tarikan itu pada leher beliau. ternyata tarikan tadi begitu keras sehingga ujung kain yang tebal itu membekas di leher beliau. Si Arab badui itu berkata: “Wahai Muhammad, berikanlah kepadaku sebagian yang kamu miliki dari harta Allah!” Beliau lantas menoleh kepadanya sambil tersenyum lalu mengabulkan permin-taannya.” (Muttafaq ‘alaih).

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baru kembali dari peperangan Hunain, beberapa orang Arab badui mengikuti beliau, mereka meminta bagian kepada beliau. Mereka terus meminta sampai-sampai beliau terdesak ke sebuah pohon, sehingga jatuhlah selendang beliau, ketika itu beliau berada di atas tunggangan. Beliau lantas berkata: “Kembalikanlah selendang itu kepadaku, Apakah kamu khawatir aku akan berlaku bakhil Demi Allah, seadainya aku memiliki unta-unta yang merah sebanyak pohon ‘Udhah ini, niscaya akan aku bagikan kepadamu, kemudian kalian pasti tidak akan mendapatiku sebagai seorang yang bakhil, penakut lagi pendusta.” (HR. Al-Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah dan telah dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani).

Merupakan bentuk tarbiyah dan ta’lim yang paling jitu dan indah adalah berlaku lemah lembut dalam segala perkara, dalam mengenal maslahat dan menolak mafsadat.
Kecemburuan yang dimiliki para sahabat telah mendorong mereka untuk menyanggah setiap melihat orang yang keliru dan tergelincir dalam kesalahan. Mereka memang berhak melakukan hal itu! Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lembut dan penyantun melarang mereka melakukan seperti itu, karena orang itu (pelaku kesalahan itu) jahil atau karena mudharat yang timbul dibalik itu lebih besar. Tentu saja, perilaku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih utama untuk diteladani.

Abu Hurairah menceritakan: “Suatu ketika, seorang Arab Badui buang air kecil di dalam masjid (tepatnya di sudut masjid). Orang-orang lantas berdiri untuk memukulinya. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan: “Biarkanlah dia, siramlah air kencingnya dengan seember atau segayung air.
Sesungguhya kamu ditampilkan ke tengah-tengah umat manusia untuk memberi kemu-dahan bukan untuk membuat kesukaran.” (HR. Al-Bukhari).

Kesabaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menyebarkan dakwah layak menjadi motivasi bagi kita untuk meneladaninya. Kita wajib berjalan di atas manhaj (metode) beliau di dalam berdakwah semata-mata karena Allah tanpa membela kepentingan pribadi.

‘Aisyahradhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Apakah ada hari yang engkau rasakan lebih berat daripada hari peperangan Uhud?”

Beliau menjawab: “Aku telah mengalami berbagai peristiwa dari kaummu, yang paling berat kurasakan adalah pada hari ‘Aqabah, ketika aku menawarkan dakwah ini kepada Abdu Yalail bin Abdi Kalaal namun dia tidak merespon keinginanku. Akupun kembali dengan wajah kecewa. Aku terus berjalan dan baru tersadar ketika telah sampai di Qornuts Tsa’alib (sebuah gunung di kota Makkah). Aku tengadahkan wajahku, kulihat segumpal awan tengah memayungiku. Aku perhatikan dengan saksama, ternyata Malaikat Jibril ada di sana.

Lalu ia menyeruku: “Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaum-mu dan bantahan mereka terhadapmu. Dan aku telah mengutus malaikat pengawal gunung kepadamu supaya kamu perintahkan ia sesuai kehendakmu. Kemudian malaikat pengawal gunung itu memberi salam kepadaku lalu berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan bantahan mereka terhadapmu, dan aku adalah malaikat pengawal gunung, Allah telah mengutusku kepadamu untuk melaksanakan apa yang kamu perintahkan kepadaku. Sekarang, apakah yang kamu kehendaki jika kamu menghendaki agar aku menimpakan kedua gunung ini atas mereka, niscaya aku lakukan!”

Beliau menjawab: “Tidak, justru aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya.” (Muttafaq ‘alaih).

Pada hari ini, sering kita lihat sebagian orang yang bersikap terburu-buru dalam berdakwah. Berharap dapat segera memetik hasil. Hanya membela kepentingan pribadi yang justru hal itu merusak dakwah dan mengotori keikhlasan. Oleh sebab itu, berapa banyak kelompok-kelompok dakwah yang gagal karena individu-individunya tidak memiliki kesabaran dan ketabahan!

Setelah bersabar dan berjuang selama bertahun-tahun, barulah terwujud apa yang dicita-citakan Rasulullah.
Dalam sebuah syair disebutkan:
 
Bagaimanakah mungkin dapat diimbangi seorang insan terbaik yang hadir di muka bumi. Semua orang yang terpandang tidak akan mampu mencapai ketinggian derajat-nya.
Semua orang yang mulia tunduk di hadapannya.
Para penguasa Timur dan Barat rendah di sisi-nya.



Abdullah bin Mas’ud mengungkapkan: “Sampai sekarang masih terlintas dalam ingatanku saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan seorang Nabi yang dipukul kaumnya hingga berdarah.

Nabi tersebut mengusap darah pada wajahnya seraya berdoa: “Ya Allah, ampunilah kaumku! karena mereka kaum yang jahil.” (Muttafaq ‘alaih).

Pada suatu hari ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tengah melayat satu jenazah, datanglah seorang Yahudi bernama Zaid bin Su’nah menemui beliau untuk menuntut utangnya. Yahudi itu menarik ujung gamis dan selendang beliau sambil memandang dengan wajah yang bengis.
Dia berkata: “Ya Muhammad, lunaskanlah utangmu padaku...!” dengan nada yang kasar.

Melihat hal itu Umar pun marah, ia menoleh ke arah Zaid si Yahudi sambil mendelikkan matanya seraya berkata:
“Hai musuh Allah, apakah engkau berani berkata dan berbuat tidak senonoh terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di hadapanku...!”
Demi Dzat Yang telah mengutusnya dengan membawa Al-Haq, seandainya bukan karena menghindari teguran beliau, niscaya sudah kutebas engkau dengan pedangku...!”

Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperhatikan reaksi Umar dengan tenang. Beliau berkata: “Wahai Umar, saya dan dia lebih membutuhkan perkara yang lain (nasihat).
Yaitu engkau anjurkan kepadaku untuk menunaikan utangnya dengan baik,
dan engkau perintahkan dia untuk menuntut utangnya dengan cara yang baik pula.
Wahai umar bawalah dia dan tunaikanlah haknya serta tambahlah dengan dua puluh sha’ kurma.”

Melihat Umar menambah dua puluh sha’ kurma, Zaid si Yahudi itu bertanya: “Ya Umar, tambahan apakah ini?

Umar menjawab: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkanku untuk menambahkannya sebagai ganti kemarahanmu!”

Si Yahudi itu berkata: “Ya Umar, apakah engkau mengenalku?”

“Tidak, lalu siapakah Anda?” Umar balas bertanya.

“Aku adalah Zaid bin Su’nah.” jawabnya.


“Apakah Zaid si pendeta itu?” tanya Umar lagi.

“Benar!” sahutnya.

Umar lantas berkata: “Apakah yang mendorongmu berbicara dan bertindak seperti itu terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Zaid menjawab: “Ya Umar, tidak satupun tanda-tanda kenabian kecuali aku pasti mengenalinya melalui wajah beliau setiap kali aku memandangnya. Tinggal dua tanda yang belum aku buktikan,
yaitu: apakah kesabarannya dapat memupus tindakan jahil,
dan apakah tindakan jahil yang ditujukan kepadanya justru semakin menambah kemurahan hatinya.
Dan sekarang aku telah membuktikannya. Aku bersaksi kepadamu wahai Umar, bahwa aku rela Allah sebagai Rabbku,
Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai nabiku.
Dan Aku bersaksi kepadamu bahwa aku telah menyedekahkan sebagian hartaku untuk umat Muhammad.”

Umar berkata: “Ataukah untuk sebagian umat Muhammad saja sebab hartamu tidak akan cukup untuk dibagikan kepada seluruh umat Muhammad.”

Zaid berkata: “Ya, untuk sebagian umat Muhammad.
Zaid kemudian kembali menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyatakan kalimat syahadat
 “Asyhadu al Laa Ilaaha Illallaahu, wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuuluhu”. Ia beriman dan membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Al-Hakim dalam kitab Mustadrak dan men-shahihkannya).

Cobalah perhatikan dialog yang panjang tersebut, sebuah pendirian dan kesudahan yang mengesankan. Semoga kita dapat meneladani junjungan kita nabi besar Muhammad. Meneladani kesabaran beliau dalam menghadapi beraneka ragam manusia. Dan dalam mendakwahi mereka dengan lemah lembut dan santun. Memberikan motivasi bila mereka berlaku baik, serta menumbuhkan rasa optimisme di dalam diri mereka.
‘Aisyah R.ah menceritakan:
“Suatu kali aku pergi melaksanakan umrah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari kota Madinah. Ketika tiba di kota Makkah,
aku berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ayah dan ibuku sebagai tebusannya, engkau meng-qasar shalat namun aku menyempurnakannya, engkau tidak berpuasa justru aku yang berpuasa.

” Beliau menjawab: “Bagus, wahai ‘Aisyah...!” Beliau sama sekali tidak mencela diriku.” (HR. An-Nasaai).

Pengemis Buta Dan Rasulullah SAW

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.  
Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. 
Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abu Bakar R.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah R.ah yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu,
"Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan...?"

Aisyah R.ah menjawab,"Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja."

"Apakah Itu...?", tanya Abu Bakar R.a.

"Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana," kata Aisyah R.ah.


Keesokan harinya Abu Bakar R.a pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abu Bakar R.a mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya.
Ketika Abu Bakar R.a mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, "Siapakah kamu...?"

Abu Bakar R.a menjawab, "Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)."
 
"Bukan...! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku," bantah si pengemis buta itu.

"Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah.
Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku", 
pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, 
"Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW."

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abu Bakar R.a, dan kemudian berkata,
"Benarkah demikian...?
Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…."

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar R.a saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW...?
Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau...?
Beliau adalah Ahsanul Akhlaq, semulia-mulia akhlaq.

Kelembutan Sang Rasul

Nabi Muhammad, sosok manusia yang penuh kelembutan. Beliau sering diludahi, dikatakan gila, dilempari kotoran hewan, dan lain sebagainya. Pernah ada seorang laki-laki yang apabila Nabi lewat depan rumahnya, ia selalu meludahi Nabi. Terus begitu setiap hari. Suatu hari, Nabi lewat depan rumahnya seperti biasa. Namun beliau heran, karena beliau tidak mendapati laki-laki tersebut meludahinya. Maka bertanyalah beliau kepada tetangga laki-laki tersebut. Rupanya laki-laki itu sedang sakit. Apakah nabi Muhammad merasa senang? Nabi Muhammad justeru bertamu ke rumah laki-laki itu untuk menjenguk dan menghibur laki-laki itu. Maka kagumlah laki-laki itu akan akhlaq beliau. Nabi Muhammad bukanlah sosok yang mudah marah jika dihina. Beliau hanya marah jika seseorang menghina Allah.

Muhammad Ar-Rasul di Tha’if
Sepeninggal Abu Thalib, gangguan kafir Quraisy terhadap Rasulullah saaw semakin bertambah ganas. Ketika beliau merasakan gangguan kaum musyrikin Quraisy bertambah hebat dan tetap menolak serta menjauhi agama Islam, beliau berpikir untuk meninggalkan Makkah dan pergi ke Tha’if. Beliau berharap akan memperoleh dukungan penduduk setempat dan akan menyambut baik ajakan beliau untuk memeluk agama Islam. Dengan harapan itu, Muhammad saaw sang Rasul bersama Zaid bin Haritsah, anak angkat beliau saaw, pergi ke Tha’if.
Banyak tokoh Quraisy membangun tempat peristirahatan di sana. Kabilah terbesar di Tha’if adalah Bani Tsaqif, kabilah yang berkuasa serta mempunyai kekuatan fisik dan ekonomi yang cukup memadai. Mengetahui akan hal ini, Rasulullah saaw menemui pemimpin Bani Tsaqif yang terdiri dari tiga bersaudara.
Rasulullah saaw menyampaikan maksud kedatangan beliau dan mengajak mereka untuk memeluk Islam dan tidak menyembah selain Allah SWT. Namun jawaban dari mereka sungguh di luar harapan Nabi Muhammad saaw.
Salah satu dari mereka berkata, “Apakah Allah tidak dapat memperoleh seseorang untuk diutus selain engkau?”
Yang lainnya berkata, “Kami hidup turun-temurun di sini. Tiada kesusahan atau pun penderitaan. Hidup kami makmur, serba berkecukupan, dan kami merasa senang dan bahagia. Oleh sebab itu, kami tak perlu agamamu. Juga tidak perlu dengan segala ajaranmu. Kami pun punya Tuhan yang bernama Al-Latta, yang memiliki kekuatan melebihi berhala Hubal di Ka’bah. Buktiny dia telah memberikan kesenangan di sini dengan segala kemewahan dan kekayaan yang kami miliki.”
Yang lainnya lagi berkata, “Jauh berbeda dengan ajaran yang kalian tawarkan. Penuh siksaan dan daerah yang selalu penuh dengan derita. Jels kami menolak ajaran kalian. Bila tidak, akan menimbulkan malapetaka bagi penduduk kami di sini.”
Mendengar jawaban mereka, berkata Muhammad Rasulullah saaw, “Bila memang demikian, kami pun tidak memaksa. Maaf kalau telah mengganggu kalian. Kami mohon diri.”
Berkata mereka, “Pergilah kalian cepat-cepat dari sini! Sebelum kau sebarkan bencana besar bagi penduduk di sini. Oh ya, kedatangan kalian ke sini tak bisa kami diamkan begitu saja. Mau tak mau kami harus melaporkan hal ini kepada pemimpin Bani Quraisy di Makkah sebagai mitra kami. Kami tidak ingin berkhianat kepada mereka.”
Maka Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah keluar dari rumah para pemimpin Bani Tsaqif itu. Akan tetapi, para pemimpin Bani Tsaqif tidak membiarkan mereka berdua pergi begitu saja. Di luar rumah para pemimpin Bani Tsaqif, Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah dihadang oleh sekelompok penduduk kota Tha’if yang tampaknya tidak ramah. Bahkan di antara kelompok itu ada beberapa anak kecil. Dengan satu aba-aba dari seseorang, sekelompok penduduk itu pun melempari Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah dengan batu. Zaid bin Haritsah berusaha melindungi Rasulullah saaw sambil pergi dari tempat itu. Mereka berdua terluka akibat lemparan-lemparan itu.
Setelah agak jauh dari kota Tha’if, Rasulullah berteduh dekat sebuah pohon sambil membersihkan luka-luka mereka.
Sesudah agak tenang, Rasulullah mengangkat kepala menengadah ke atas, ia hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat mengharukan:
“Allahumma ya Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Mahapengasih Mahapenyayang. Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku. Kepada siapa hendak Kauserahkan daku? Kepada orang yang jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang Kaulimpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat. Janganlah Engkau timpakan kemurkaanMu kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada daya upaya kecuali dengan Engkau.”
Allah mengutus Jibril untuk menghampiri beliau saaw. Jibril berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi di antara kamu dan penduduk kota Tha’if. Dia telah menyediakan malaikat di gunung-gunung di sini untuk menjalankan perintahmu. Jika engkau mau, maka malaikat-malaikat itu akan menabrakkan gunung-gunung itu hingga penduduk kota itu akan binasa. Atau engkau sebutkan saja suatu hukuman bagi penduduk kota itu.”
Rasulullah saaw terkejut dengan hal ini, lalu bersabda, “Walau pun orang-orang ini tidak menerima ajaran Islam, aku harap dengan kehendak Allah, anak-anak mereka pada suatu masa nanti akan menyembah Allah dan berbakti kepada-Nya.” Demikianlah kelembutan hati Rasulullah saaw. Dia manusia, tapi tak seperti manusia. Begitu mulya pengorbanan beliau. Walaupun halangan menimpa, namun hatinya tetap tabah dan penuh kelembutan dan kasih-sayang. Maka betapa kejinya orang-orang yang menghina manusia mulya ini. Betapa jahatnya orang-orang yang menyakiti beliau. Akan tetapi manusia di zaman ini begitu mudah menyakiti perasaan beliau dengan meninggalkan ajaran beliau saaw. Tidak tahukah mereka, bahwa setiap hari amal-amal mereka dihadapkan kepada Rasulullah? Jika amal itu baik, maka beliau pun bergembira dan bersyukur. Jika amal itu buruk, maka beliau dengan kelembutannya memohonkan ampunan kepada Allah bagi orang itu. Adakah pemimpin yang selalu memikirkan ummatnya dari sejak di dunia hingga di kehidupan berikutnya selain beliau saaw?
Tak jauh dari tempat istirahat Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah, terdapat sebuah kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah. Kebetulan dua orang anak ‘Utbah berada di situ. Melihat keadaan Rasulullah saaw dan Zaid, mereka menyuruh budak mereka, ‘Addas, yang beragama Nashrani untuk membawakan buah anggur dari kebun itu.
Pelayan itu segera menghampiri Rasulullah saaw dan berkata, “Makanlah anggur ini wahai tuan-tuan. Semoga dapat melepaskan dahaga kalian.” Kemudian Rasulullah saaw mengambil anggur itu sambil mengucapkan, “Bismillah.”
Addas, demi mendengar ucapan Rasulullah saaw, merasa kagum dan berkata, “Sungguh, kata-kata itu tidak pernah diucapkan penduduk daerah ini.”
Rasulullah saaw bertanya, “Dari negara mana engkau dan apa agamamu?” ‘Addas menjawab, “Aku seorang penganut Nashrani, aku berasal dari Niniwe.”
Rasulullah saaw berkata, “Oh, dusun tempat seorang hamba Allah yang shalih, Yunus bin Matta.”
Addas bertanya penuh kekaguman, “Dari manakah Anda mengenal Yunus bin Matta?” Rasulullah saaw menjawab, “Dia saudaraku. Dia seorang nabi, dan aku pun seorang nabi.”
Dengan perasaan gembira bercampur haru, Addas memeluk Rasulullah dan menciumi kening, tangan dan kaki Rasulullah saaw.
Setelah merasa cukup beristirahat, Rasulullah saaw dan Zaid bin Haritsah beranjak pulang ke Makkah.
Yunus bin Matta adalah seorang Nabi dari Niniwe, terkadang disebut juga sebagai Dzun Nun. Penduduk Niniwe begitu ingkar dan menolak ajaran yang dibawa beliau as. Lalu beliau pergi dari negeri itu dengan menggunakan perahu. Akan tetapi di tengah laut beliau terpaksa di buang ke laut dan kemudian di makan ikan. Beliau tinggal di dalam perut ikan selama tiga hari tiga malam. Kemudian beliau dimuntahkan ikan itu ke tepi pantai dekat Niniwe. Penduduk Niniwe menyambut kedatangan beliau yang ternyata penduduk Niniwe telah bertobat dan menerima ajaran yang beliau bawa. Kisah ini dapat dilihat dalam Al-Qur`an surat Al-Anbiya` ayat 87-88 dan Ash-Shaffat ayat 139-148

Akhlak Rasulullah di Undang Makan Seorang Budak

Dan Rasulullah SAW tidak pernah mau mengecewakan orang lain, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa seorang wanita ( Barirah RA) seorang budak wanita miskin dari Afrika, ia mengundang Rasul SAW karena diberi makanan oleh salah seorang sahabat makanan yang sangat enak, maka ia tidak berani memakannya karena sudah lama ingin mengundang Rasul SAW tapi malu tidak punya apa-apa.

Maka ketika datang makanan enak sebelum ia ingin mencicipinya, seumur hidup dia belum mencicipinya dia teringat kepada Rasul SAW, aku ingin Rasul datang mumpung ada makanan yang enak padahal seumur hidup dia belum mencicipi makanan itu.
 
Barirah yang susah ini pun datang mengundang Rasul SAW ke rumahnya, maka Rasul SAW datang bersama para sahabat untuk menyenangkan Barirah R.a seorang budak wanita yang miskin, Rasul saw tidak ingin mengecewakan orang lain maka datang Sang Nabi bersama para sahabat, para sahabat melihat makanan yang sangat enak dan mahal tidak mungkin Barirah membelinya sendiri, maka berkata para sahabat 
“Yaa Rasulallah barangkali ini adalah makanan zakat, sedangkan engkau tidak boleh memakan zakat dan shadaqah , kalau bukan makanan zakat ya makanan shadaqah, tentunya kau tidak boleh memakannya”…
 
Berubahlah hati Barirah dalam kekecewaan, hancur hatinya dengan ucapan itu walau ucapan itu benar Rasul SAW tidak boleh memakan shadaqah dan zakat, namun ia tidak teringat akan hal itu karena memang ia di sedekahi makanan ini, hancur perasaan Barirah R.a dan bingung juga risau dan takut serta kecewa dan bingung karena sudah mengundang Rasul SAW untuk makan makanan yang diharamkan pada Rasulullah SAW.
 
Namun bagaimana manusia yang paling indah budi pekertinya dan bijaksana, maka Rasul SAW berkata :  
“Makanan ini betul shadaqah untuk Barirah dan sudah menjadi milik Barirah, Barirah menghadiahkan kepadaku maka aku boleh memakannya “ 
dan Rasul SAW pun memakannya.
 
Demikianlah jiwa yang paling indah tidak ingin mengecewakan para fuqara’, itu makanan sedekah betul untuk Barirah tapi sudah menjadi milik Barirah dan Barirah tidak menyedekahkannya padaku ( Rasulullah SAW ) tapi menghadiahkannya kepadaku demikian indahnya Sayyidina Muhammad SAW,  
 
Firman Allah SWT :
“Dan sungguh engkau ( Muhammad SAW ) berada pada akhlak yang agung”.

Hanyalah antara Kau dan Tuhan

Orang Kerap kali tak bernalar, tak logis, dan Egois. Biar begitu, maafkanlah mereka.

Bila engkau baik, orang mungkin akan menuduhmu menyembunyikan motif egois. Biar begitu, tetaplah bersikap baik.

Bila engkau jujur dan berterus terang, orang mungkin akan menipumu. Biar begitu, tetapah jujur dan berterus terang.


Bila engkau sukses, mungkin engkau akan mendapat teman - teman palsu dan musuh - musuh sejati. Biar begitu tetapah meraih sukses.

Apa yang engkau bangun selama bertahun tahun, mungkin akan dihancurkan seseorang dalam semalam. Biar begitu, tetaplah membangun.

Bila engkau menemukan ketenangan dan kebahagiaan, orang mungkin akan iri hati dan dengki. Biar begitu, tetaplah berbahagia dan temukan kedamaian hati.

Kebaikan yang engkau lakukan hari ini, mungkin akan dilupakan orang keesokan harinya. Biar begitu, tetaplah lakukan kebaikan setiap hari.

Berikan pada dunia, milikmu yang terbaik, dan mungkin itu tak akan pernah cukup. Biar begitu, tetaplah berikan pada dunia milikmu yang terbaik.

Ketahuilah, pada akhirnya …Sesungguhnya ….. Ini semua adalah masalah antara engkau dan Tuhan. Tidak pernah masalah antara engkau dan mereka.


ENGLISH VERSION

It's Between You and God


People are often unreasonable, Illogical, and self-centered; Forgive them anyway.

If you are kind, People may accuse you of selfish, ulterior motives; Be kind anyway.

If you are successful, You will win some false friends and some true enemies; Succeed anyway.

If you are honest and frank, People may cheat you; Be honest and frank anyway.

What you spend years building, Someone could destroy overnight; Build anyway.

If you find serenity and happiness, They may be jealous; Be happy anyway.

The good you do today, People will often forget tomorrow; Do good anyway.

Give the world the best you have, And it may never be enough; Give the world the best you've got anyway.

You see, in the final analysis, It is between you and God; It never was between you and them anyway.

Be Blessed!

SULUNG DAN BUNGSU

Alkisah, hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan dua orang anak laki-laki (sebut saja si-Sulung dan si-Bungsu). Pada suatu hari, sang Ayah mendadak sakit keras dan diprediksi sudah mendekati ajalnya. Menyadari akan hal ini, sang Ayah pun segera memanggil kedua anak laki-lakinya si-Sulung dan si-Bungsu.

Sesudah mereka berdua bersimpuh didekat Ayah berbaring, sang Ayah pun menyatakan permintaannya kepada mereka : “Kalian berdua harus berjanji kepada Ayah……, bahwa setelah Ayah meninggal dunia nanti, kalian berdua harus menepati 2 pesan terakhir Ayah”. Sambil terisak tangis dan suasana hati yang tidak karuan, Sulung dan Bungsu pun hanya dapat manggut-manggut melihat kondisi Ayahnya yang semakin kritis.


Begini kira-kira kedua pesan Ayahnya itu:
“PERTAMA, kalian harus berjanji kepada Ayah, bahwa setelah Ayah meninggal nanti, kalian berdua TIDAK BOLEH MENAGIH PIUTANG kepada siapapun”. Tidak ada tindakan lain dari Sulung maupun Bungsu dalam menanggapi pesan PERTAMA Ayahnya itu selain mengatakan IYA KAMI BERJANJI dan menganggukkan kepala meski perasaan bingung menghinggapi kedua Anak tersebut.

“KEDUA, kalian berdua harus berjanji kepada Ayah, bahwa setelah Ayah meninggal nanti, kalian berdua TIDAK BOLEH TERKENA SINAR MATAHARI SECARA LANGSUNG”. Semakin bingung-lah mereka terhadap permintaan Ayahnya. Tetapi sekali lagi keadaan lah yang memaksa mereka berdua untuk mengatakan IYA KAMI BERJANJI dan menganggukkan kepala.

Akhirnya, sesuai dengan rencana sang Ayah pun meninggal dunia dengan tenang karena telah menyatakan pesannya kepada kedua Anaknya. Prosesi pemakaman pun berlangsung dan kehidupan harus terus berjalan, karena baik Sulung maupun Bungsu memiliki Wirausaha yang harus dijalankan sebagai sandaran hidup.

Hari berganti hari, Minggu berganti minggu, Bulan dan Tahun. Tidak terasa 5 tahun telah berlalu sejak kematian sang Ayah. Disinilah mulai tampak perbedaan yang sangat mencolok antara Sulung dan Bungsu. Sang Ibu sebagai orang di “Tengah” pun tanggap akan hal ini. Perbedaan yang paling nyata adalah soal EKONOMI / KEUANGAN. Sang Ibu merasa iba kepada nasib si-Bungsu yang ekonominya sangat amburadul dan boleh dikatakan mulai Gulung Tikar. Sebaliknya, sang Ibu pun bangga kepada nasih si-Sulung yang boleh dibilang sangat sukses dalam bidang ekonomi.



Tergelitik rasa penasaran, iba dan bangga yang bercampur jadi satu, sang Ibu pun mengunjungi si-Bungsu untuk menanyakan perihal nasibnya:
“Wahai Bungsu, mengapa nasib mu sedemikian malangnya anakku ???”.

Si Bungsu pun menjawab:
“Ini karena saya menuruti 2 pesan wasiat Ayah. PERTAMA, SAYA DILARANG MENAGIH PIUTANG KEPADA SIAPAPUN. Sedangkan teman, kolega, client, dll tidak berniat untuk mengembalikan hutang mereka jika tidak ditagih, sehingga lama-kelamaan habislah modal saya Ibu. KEDUA, Ayah melarang saya untuk KENA SINAR MATAHARI SECARA LANGSUNG, itulah sebabnya pergi dan pulang dari Toko, saya selalu menggunakan jasa Taxi, karena saya hanya memiliki sepeda motor, sehingga modal saya lama-kelamaan habis Ibu”.

Melihat malangnya nasih Bungsu, sang Ibu pun menghibur dengan mengatakan :
“ENGKAU MEMANG ANAK YANG BERBAKTI, KARENA ENGKAU MENJAGA JANJIMU KEPADA AYAH”.

Kemudian berkunjunglah sang Ibu ke kediaman Sulung. Kali ini suasana berubah 180 derajat. Si Sulung adalah orang yang kaya raya dan sangat makmur ekonominya. Penasaran, sang Ibu pun menanyakan perihal nasibnya :
“Wahai Sulung, mengapa nasibmu sedemikian beruntung anakku ???”.

Si Sulung pun menjawab: “Ini karena saya menuruti 2 pesan wasiat Ayah”.

Sang Ibu pun keheranan akan jawaban Sulung dan menanyakan dengan rasa penasaran yang tinggi,

“kok bisa begitu ???”.

Sulung pun menjawab :
“PERTAMA, SAYA DILARANG MENAGIH PIUTANG KEPADA SIAPAPUN, oleh karena itu SAYA TIDAK PERNAH MEMBERIKAN HUTANG KEPADA SIAPAPUN, sehingga modal saya tetap. KEDUA, SAYA DILARANG KENA SINAR MATAHARI SECARA LANGSUNG, karena saya hanya memiliki sepeda motor, maka saya berangkat ke Toko pagi-pagi benar sebelum matahari terbit, dan pulang dari Toko malam benar setelah matahari terbenam, sehingga SEMUA CUSTOMER SAYA TAHU BAHWA TOKO SAYA BUKA PALING PAGI & TUTUP PALING MALAM, sehingga Toko saya diserbu banyak pelanggan”.

Sang Ibu pun keheranan penuh kekaguman akan jawaban dari si-Sulung.

Selama ini anda selalu memerankan karakter Sulung / Bungsu ???
Semoga bermanfaat untuk menghadapi persoalan hidup apapun. Anda hanya tinggal memilih …… Sulung ……….. atau ……………..Bungsu?

KETIKA KAU MARAH

Suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya: "Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak?"
Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab: "Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia lalu berteriak."

"Tapi..." sang guru balik bertanya, "lawan bicaranya justru berada di sampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?"
Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar Menurut pertimbangan mereka. Namun tak satupun jawaban yang memuaskan.


Sang guru lalu berkata: "Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi."

Sang guru masih melanjutkan: "Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian?"

Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya. Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan jawaban.
"Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan."

Sang guru masih melanjutkan: "Ketika kamu sedang dilanda kemarahan, janganlah hatimu menciptakan jarak. Lebih lagi hendaknya kamu tidak mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di antara kamu. Mungkin di saat seperti itu, TAK mengucapkan kata-kata mungkin merupakan cara yang BIJAKSANA. Karena waktu akan membantumu."

BERSYUKUR ATAS SEGALA HAL

Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang direktur bertanya pada supir pribadinya, ''Bagaimana kira-kira cuaca hari ini?'' Si supir menjawab, ''Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya sukai'' Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, direktur ini bertanya lagi, ''Bagaimana kamu bisa begitu yakin?''

Supirnya menjawab, ''Begini, pak, saya sudah belajar bahwa saya tak selalu mendapatkan apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan.''


Jawaban singkat tadi merupakan wujud perasaan syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.

Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur.

Pertama, kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang baik. Tapi Anda masih merasa kurang.

Pikiran Anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi ''kaya'' dalam arti yang sesungguhnya.

Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang ''kaya''. Orang yang ''kaya'' bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki.

Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup.

Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan. Seorang pengarang pernah mengatakan, ''Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi.'' Ini perwujudan rasa syukur.

Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.

Kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita.

Saya ingat, pertama kali bekerja saya senantiasa membandingkan penghasilan saya dengan rekan-rekan semasa kuliah. Perasaan ini membuat saya resah dan gelisah. Sebagai mantan mahasiswa teladan di kampus, saya merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu angkatan yang memperoleh penghasilan di atas saya. Nyatanya, selalu saja ada kawan yang penghasilannya melebihi saya.

Saya menjadi gemar berganta-ganti pekerjaan, hanya untuk mengimbangi rekan-rekan saya. Saya bahkan tak peduli dengan jenis pekerjaannya, yang penting gajinya lebih besar. Sampai akhirnya saya sadar bahwa hal ini tak akan pernah ada habisnya. Saya berubah dan mulai mensyukuri apa yang saya dapatkan. Kini saya sangat menikmati pekerjaan saya.

Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri. Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam, ''Lulu, Lulu.'' Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, ''Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu.'' Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, ''Lulu, Lulu''. ''Orang ini juga punya masalah dengan Lulu?'' tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab, ''Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu.''

Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi. Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab, ''Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup di tanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga.''

Telinga untuk Kamu

"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang kearah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga.


Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak sambil berkata, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh."

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Iapun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan,"Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia." kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia
mengorbankan ini semua padaku, ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya." Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah... bahwa sang ibu tidak memiliki telinga.

"Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?" Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati.

Apa Gunanya Menyalahkan?

"Memaafkan memang tidak mengubah apa yang telah terjadi. Namun benar-benar memperbaiki apa yang akan datang."

Aku baru masuk kuliah saat bertemu dengan Keluarga White.
Mereka sangat berbeda dengan keluargaku, namun aku langsung merasa betah bersama mereka.
Aku dan Jane White berteman di sekolah, dan keluarganya menyambutku- orang luar-seperti sepupu jauh.


Dalam keluargaku, jika ada masalah, menyalahkan orang itu selalu penting.
"Siapa yang melakukan ini?" ibuku membentak melihat dapur berantakan.
"lni semua salahmu, Katharine," ayahku berkeras jika kucing berhasil keluar rumah atau mesin cuci piring rusak.
Sejak kami kecil, aku dan saudara-saudaraku saling mengadu.
Kami menyiapkan kursi untuk si Terdakwa di meja makan.
Tapi Keluarga White tidak mencemaskan siapa berbuat apa.
Mereka merapikan yang berantakan dan melanjutkan hidup mereka.
lndahnya hal ini kusadari penuh pada musim panas ketika Jane meninggal.

Keluarga White memiliki enam anak: tiga lelaki, tiga perempuan.
Satu putranya meninggal saat masih kecil, mungkin karena itulah kelima yang tersisa menjadi dekat.
Di bulan Juli, aku dan tiga putri White memutuskan berjalan-jalan naik mobil dari rumah mereka di Florida ke New York .
Dua yang tertua, Sarah dan Jane, adalah mahasiswa, dan yang terkecil, Amy, baru menginjak enam belas tahun.
Sebagai pemilik SIM baru yang bangga, Amy gembira ingin melatih keterampilan mengemudinya selama perjalanan itu.
Dengan tawanya yang lucu, ia memamerkan SIM-nya kepada siapa saja yang ditemuinya.

Kedua kakaknya ikut mengemudikan mobil pada bagian pertama perjalanan, tapi saat mereka tiba di daerah yang berpenduduk jarang, mereka membolehkan Amy mengemudi.
Di suatu tempat di South Carolina , kami keluar dari jalan tol untuk makan. Setelah makan, Amy mengemudi lagi. Ia tiba di perempatan dengan tanda stop untuk mobil dari arah kami. Entah ia gugup atau tidak memperhatikan atau tidak melihat tandanya tak akan ada yang tahu. Amy terus menerjang perempatan tanpa berhenti. Pengemudi trailer semi-traktor besar itu tak mampu mengerem pada waktunya, dan menabrak kendaraan kami. Jane langsung meninggal.

Aku selamat hanya dengan sedikit memar.
Hal tersulit yang kulakukan adalah menelepon Keluarga White dan memberitakan kecelakaan itu dan bahwa Jane meninggal.
Sesakit apa pun perasaanku kehilangan seorang sahabat, aku tahu bagi mereka jauh lebih pedih kehilangan anak.
Saat suami-istri White tiba di rumah sakit, mereka mendapatkan dua putri mereka di sebuah kamar.
Kepala dibalut perban; kaki Amy digips.
Mereka memeluk kami semua dan menitikkan air mata duka dan bahagia saat melihat putri mereka.
Mereka menghapus air mata kedua putrinya dan menggoda Amy hingga tertawa sementara ia belajar menggunakan kruknya.
Kepada kedua putri mereka, dan terutama kepada Amy, berulang-ulang mereka hanya berkata, "Kami gembira kalian masih hidup."
Aku tercengang.
Tak ada tuduhan.
Tak ada tudingan.

Kemudian, aku menanyakan Keluarga White mengapa mereka tak pernah membicarakan fakta bahwa Amy yang mengemudi dan melanggar rambu-rambu lalu lintas.
Bu White berkata, "Jane sudah tiada, dan kami sangat merindukannya. Tak ada yang dapat kami katakan atau perbuat yang dapat menghidupkannya kembali. Tapi hidup Amy masih panjang. Bagaimana ia bisa menjalani hidup yang nyaman dan bahagia jika ia merasa kami menyalahkannya atas kematian kakaknya?"

Mereka benar. Amy lulus kuliah dan menikah beberapa tahun yang lalu.
Ia bekerja sebagai guru sekolah anak luar biasa.
Putrinya sendiri sudah dua, yang tertua bernama Jane.
Aku belajar dari Keluarga White bahwa menyalahkan sebenarnya tidak penting.
Bahkan, kadang-kadang, tak ada gunanya sama sekali.

Bersyukur atas Apapun

Puspa sangat senang ketika mengikuti acara ulang tahun perusahaan. Sebetulnya bukan hanya Puspa, semua orang juga senang. Salah satu acaranya adalah pembagian door prize. Door prize ini sangat menarik karena jumlahnya banyak. Semua orang pasti dapat. Dari handphone (HP), walkman, DVD player, hingga selimut, gelas, panci, jaket dan berbagai jenis barang lainnya.

Puspa sudah mengincar HP karena HP-nya sudah sering mati, sudah saatnya beli baru. Apalagi HP yang dijadikan door prize ada tiga unit. Berarti kesempatan
makin besar kan ?

Cara pembagian door prize berbagai macam, ada yang diundi, ada yang diberikan bagi yang bisa menjawab pertanyaan, dan sebagainya. Dua HP telah dibagikan
secara diundi. Puspa masih mengharap untuk mendapatkan HP ketiga. Saat itu dikatakan bahwa HP ketiga akan diberikan kepada yang rumahnya paling jauh dari
kantor. Puspa sangat gembira, rumahnya di Tangerang.
Segera dia mengacungkan tangannya.

Pada saat bersamaan ada dua orang lain yang mengacungkan tangan. Yang satu tinggal di Ciputat, Jakarta Selatan, dan yang kedua tinggal di Tanjung
Priok, Jakarta Utara. Pembawa acara menanyakan kepada para hadirin untuk menentukan mana yang rumahnya paling jauh. Beberapa orang memilih Puspa yang
rumahnya paling jauh karena tinggal di Tangerang.
Hampir semua orang setuju, Puspa sudah senang sekali.

Tapi tiba-tiba ada yang mengatakan bahwa sebenarnya yang di Tanjung Priok lebih jauh jaraknya. Tangerang memang bisa dikatakan luar Jakarta , tapi dari segi
jarak, masih lebih jauh yang di Tanjung Priok. Hadirin lain ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Tapi karena lebih banyak yang setuju, akhirnya orang yang
rumahnya di Tanjung Priok terpilih sebagai pemenang yang berhak mendapatkan HP.

Semua orang menganggap hal tersebut sebagai permainan saja. Tapi bagi Puspa, kejadian itu sangat mengecewakannya. Dia sangat kecewa dengan keputusan
tersebut. Akhirnya Puspa mendapat sebuah selimut tebal. Puspa sangat kecewa.

Beberapa waktu kemudian, terjadilah hujan lebat selama beberapa hari di Jakarta sehingga beberapa daerah terkena banjir. Rumah Puspa kebetulan aman dari
banjir. Tapi rumah karyawan yang tinggal di Tanjung Priok itu terlanda banjir. Untunglah seluruh anggota keluarganya sempat dievakuasi.

Diselamatkan HP

Setelah kembali bekerja, dia bercerita bahwa door prize HP yang diperolehnya telah menyelamatkannya.
Dengan HP tersebut dia bisa menghubungi sanak saudaranya sehingga mereka bisa minta bantuan tim penyelamat untuk mengevakuasinya dan seluruh anggota
keluarga.

Mendengar hal ini, Puspa malu sendiri. Ternyata HP tersebut lebih berguna di tangan orang lain. Puspa malu pada dirinya sendiri. Bukankah dia bisa beli HP
baru lagi asalkan mau menabung? Dia merasa harus bersyukur karena teman kerjanya terselamatkan oleh HP tersebut.

Kini Puspa bisa mensyukuri hadiahnya karena ternyata adiknya sakit dan menggigil akibat demam tinggi.
Selimut tebal Puspa menjadi penyelamat sementara karena di rumah memang tidak ada selimut.

Ketika saya menjadi pembicara di salah satu public workshop, salah seorang peserta, seorang ibu, bercerita. Ibu ini mempekerjakan seorang pembantu
rumah tangga di rumahnya. Baru dua minggu bekerja, pembantu tersebut mengajukan satu pertanyaan yang mengejutkan.

Dia bertanya: "Bu, Ibu kok tiap hari pesta?". Tentu saja Ibu itu terkejut, dia tidak merasa mengadakan pesta di rumahnya. Apalagi pesta tiap hari. "Pesta?
Pesta apa?", tanyanya heran. "Ibu tiap hari masak ayam. Itu kan pesta?", jawab pembantunya dengan polos.
Tentu saja Ibu ini terkejut, tersentak, dan sekaligus terharu.

Hatinya tersentuh. Hampir menangis rasanya. Berarti, pembantu ini biasanya hanya makan ayam di saat pesta.
Karena itu, pembantunya heran mengapa di tempatnya bekerja setiap hari masak ayam, mengapa setiap hari mengadakan pesta. Ibu ini hanya diam saja, tidak bisa berkata apa-apa, tidak bisa menjawab. Matanya berkaca-kaca.

Sambil menceritakan kisah inipun, mata beliau berkaca-kaca. Kisah tersebut membuat semua orang yang ada di ruangan itu, seluruh peserta public workshop
termasuk saya yang menjadi pembicara, merasa tersentuh dan terharu, sekaligus merasa malu. Mata kami juga berkaca-kaca.

Salah seorang peserta mengaku merasa malu pada dirinya sendiri setelah mendengar kisah tersebut. Dia berkata:
"Di rumah, anak-anak saya sering berkata Bosan ah. Makan ayam melulu.'' Padahal di luar sana , masih ada orang yang hanya makan ayam kalau pesta". "Kita harus
belajar untuk bersyukur" kata salah seorang peserta lain. Semua setuju. Semua orang tergerak untuk mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Mensyukuri semua yang sudah diberikan Tuhan kepada kita.

Seorang ibu yang berusia 50 tahun selalu dikira baru berumur 30 tahun. Benar-benar awet muda. Ketika ditanya apa rahasianya, beliau menjawab:"Selalu
bersyukur. Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk kita. Meskipun kita tidak menyadarinya. " Betul sekali, Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua.
Be thankful! Give thanks for everything!

Berharap Lalu Berserah

Awalnya kedua kata ini merupakan kata yang kontradiksi bagi saya.
Kalau berpegang kepada pengharapan, mengapa harus berserah, kesannya pesimis.
Kalau berserah, buat apa orang berharap? Toh nanti juga semua
ujung-ujungnya kehendak Tuhan yang bekerja. Bukan harapan dan rencana saya
yang jadi. Mungkin saya tidak sendirian yang berpikir seperti ini.

Yang lebih lucu ada juga yang merasa enggan untuk berharap.
"Kalau pengharapannya gak jalan, nanti kecewa berat. Malah nyalah-nyalahin Tuhan."
Alhasil semboyan hidupnya menjadi : berserah saja semua kepada Allah. Tidak
berharap apa-apa, tidak punya target apapun, tidak ada cita-cita yang
dikejar. Tapi buntut-buntutnya bila dirinya sudah merasa hidupnya garing,
orang seperti ini juga berbahaya. Biasanya malah jadi mengeluh,
"Hidupnya begini-begini saja. Bosan." (tetapi kalau disuruh membuat target
tidak berani).
Atau,
"Kenapa orang itu bisa begini, saya tidak?" (padahal dirinya sudah
mengatakan hidup sesuai dengan rencana Allah saja).
Ujung-ujungnya Tuhan lagi yang disalahkan.

Syukurlah Ia membuka otak saya yang sempat dihinggapi ketololan tadi.
Saya percaya Tuhan tidak pernah memerintahkan manusia untuk mengeliminir
salah satu dari kedua kata kerja tersebut. Ada yang enggan berharap, hanya
berserah. Berarti sudah melenceng dari apa yang dimaksud Allah. Tak mau
berharap itu sama juga menghilangkan unsur iman kepada Allah.

Ada yang hanya berharap, namun di hati berat untuk berkata,
"Biarlah kehendak-Mu yang jadi, bukan kehendakku." Pertentangan timbul
karena merasa bila kehendak Tuhan tidak sama dengan harapannya, maka buat
apa ia berdoa. Ya ini juga salah! Karena tidak mau berserah kepada rencana
Tuhan pun juga menghilangkan unsur iman kepada Allah itu sendiri.

Wah... mengapa jadi kacau begini ya? Ya... kacau, karena kita
mencampuradukkan makna dua istilah itu sendiri di dalam satu proses.
Akhirnya semua jadi bertentangan. Padahal berharap dan berserah adalah dua
hal yang dilakukan pada tahapan yang berbeda dan tujuan yang berbeda pula.

Berharap adalah suatu tindakan iman di mana kita memiliki rencana ke depan
(yang tentu saja baik!). Berharap adalah satu permohonan berdasarkan iman
percaya bila Tuhan akan mendengar dan mengabulkan pengharapan kita. Nah,
setelah berharap, kita masuk ke tahapan berserah. Berserah adalah suatu
sikap percaya kepada jalan Tuhan yang membawa kita kepada harapan kita
tersebut. Yakin bila harapan kita didengar Tuhan harus diiringi dengan
sikap bahwa kita siap untuk mengikuti langkah-langkah yang ditentukan-Nya
untuk menuju pengharapan itu.

Dan kerap kali kita terjebak, sudah mati langkah pada proses perjalanan
menuju terkabulnya pengharapan kita. Alhasil, kita mengatakan bila doa
kita tidak dikabulkan. Atau juga kita merasa harapan yang sudah kita
panjatkan tidak sesuai dengan hasilnya, dan kebanyakan kita menjadi kecewa
yang berlarut-larut. Nah kecewa yang berlarut-larut itu karena memang tidak
disertai dengan penyerahan diri yang menyatakan bahwa kita percaya bila
ternyata rencana Tuhan itu sesungguhnya lebih dahsyat dari pengharapan kita!

Ahli teologi banyak menafsirkan bila harapan doa kita akan dijawab oleh
Tuhan dengan ya, tunggu, atau tidak. Dan bila Tuhan memutuskan untuk
tidak mengabulkan harapan kita, apakah itu berarti kita harus putus harapan
untuk selanjutnya? Tentu saja tidak! Orang kerap tidak menyadari, bila
Ia mengatakan tidak, sesungguhnya kita sudah masuk dalam tahapan berharap
terus untuk suatu pilihan yang lebih baik yang Tuhan berikan buat kita.
Berikutnya proses berserah adalah hal yang harus dilakukan dengan kerendahan
hati mengikuti tahapan-Nya yang mengantarkan ke harapan yang lebih baik.

Saya menutup tulisan ini dengan sebuah contoh kisah sehingga lebih mudah
memahami bagaimana kita berharap sekaligus berserah.

Ada sebuah keluarga modern di mana ayah, ibu, dan anak yang walaupun saling
menyayangi satu sama lain, selalu sibuk dengan urusan masing-masing. Si Ibu
merasa si Ayah cukup memaklumi hasratnya untuk aktif di gereja. Sedangkan
si Ayah yang memaklumi keaktifan istrinya berusaha untuk cuek-cuek saja bila
ia sedang ditinggal sendiri bekerja atau di rumah. Sedangkan si Anak yang
sudah menanjak usia ABG dianggap oleh kedua orang tuanya sudah bisa mengurus
diri sendiri, apalagi di rumah ada PRT yang dapat meladeninya.

Suatu hari si Ibu merasa ada panggilan untuk lebih fokus dalam pelayanan di
gereja. Ia berniat untuk tidak tanggung-tanggung dalam pemahaman tentang
Tuhan yang diyakininya. Alhasil ia bermaksud untuk sekolah Alkitab. Si
Ayah dan Anak tentu saja tidak dapat menghalangi, siapa yang berani
menghalangi kehendak Tuhan? Tetapi si Ayah menolak untuk membiayai. Bagi
si Ibu, harapan ini sudah jelas adalah rencana Tuhan yang sempurna. Maka
berdoalah dia dengan sungguh agar diberikan dana entah dari suaminya atau
dari sponsor yang berminat padanya.

Setelah berdoa, bukan dana yang didapatnya. Melainkan si Anak
sakit-sakitan. Dan si Ayah mengalami kecelakaan cukup berat yang
menyebabkan si Ayah patah kaki. Proses kesembuhan si Ayah memakan waktu
yang lama hingga dirinya dapat berjalan kembali. Si Ibu dalam dilema. Uang
berkurang, penghasilan berkurang karena tidak ada yang mengawasi toko. Waktu
pun habis untuk mengurusi si Ayah dan si Anak yang juga sudah mulai sensi
bila si Ibu mengabaikan waktu curhatnya.

Dalam hati si Ibu kecewa,
"Mengapa apa yang kupinta malah dijawab dengan kekacauan? Bukan ini yang
saya harapkan, Tuhan!" Si Ibu merasa berbeban sangat berat! Cita-citanya
kandas, aktifitas pelayanan di gereja terganggu dengan kondisi keluarga,
bahkan kerap kali ia harus absen ke gereja bila si Ayah harus fisioterapi
dan menginap di rumah sakit. Si Ibu merasa tersiksa dalam batin walaupun ia
juga kasihan dengan kondisi suaminya. Ia tidak dapat protes dengan
keluarga, tetapi ia protes dengan Tuhan.
"Bukankah apa yang aku harapkan baik? Bukankah baik bila aku bertambah
dekat dengan-Mu? Tetapi mengapa harus ada rintangan seperti ini?" Dalam
hati, kadang ia berdoa untuk mengusir setan yang dianggap menghalangi
dirinya untuk dekat dengan Tuhan (catatan pribadi saya sendiri : dalam hal
ini saya merasa tindakan si Ibu baik dan benar karena bila ia tidak
demikian, mungkin setan sudah membawanya jauh dari Tuhan yang dianggap
mengecewakannya).

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tanpa terasa satu
tahun dilalui dengan urusan keluarga. Si Ibu yang dulu selalu berperang
batin dengan Tuhan sekarang sudah mulai berserah saja kepada apa yang ingin
Tuhan tunjukkan pada-Nya. Ia hanya percaya, bila memang harapannya untuk
sekolah Alkitab itu baik, maka Tuhan pasti akan berikan jalan entah
bagaimana caranya. Dan kini si Ibu meminta hati untuk menikmati proses yang
diberikan-Nya. Awalnya si Ibu masih bingung mengapa harapan yang diusungnya
harus dilalui dengan cara yang sedemikian aneh dan sulitnya. Si Ibu juga
bingung apakah dengan serangkaian kejadian yang sudah dihadapinya masih
dapat membuka harapannya untuk terus melayani Dia.

Namun seiring waktu hati si Ibu dilembutkan. Si Ibu mulai merasa bahwa ia
memiliki hubungan yang berkualitas dan berkuantitas dalam keluarganya.
Waktu yang dihabiskannya bersama si Ayah dan si Anak membuat dirinya
mengerti perasaan si Ayah dan Anak yang ternyata lebih buta rohani
dibandingkan dirinya. Si Ibu kerapkali menyemangati si Ayah, membacakan
ayat-ayat Alkitab yang menghiburnya, melayaninya, mendoakannya, membantu
usaha keluarga dan memahami betapa pusing dan lelahnya si Ayah dalam
pekerjaannya yang disimpan sendiri selama ini.

Demikian juga si Ayah menjadi pribadi yang tidak cuek lagi. Ia mulai sering
berbicara dengan si Ibu dan Anak. Si Ayah mulai memahami betapa proses
kesembuhan yang relatif cepat akibat kasih istri dan anaknya yang senantiasa
mendampinginya. Si Ayah belajar untuk memulai doa keluarga bersama dan
menyadari bila Tuhanlah yang mempersatukan mereka kembali.

Si Anak pun mulai memiliki waktu yang intens dalam mengungkapkan perasaannya
kepada si Ayah dan si Ibu. Si Ibu juga mulai menyemangatinya belajar tanpa
harus disuruh. Bila selama ini si Anak hanya dapat bersama si Ibu ketika
berjalan-jalan ke mall bareng, kini si Ibu justru rindu tetap ingin bersama
si Anak. Si Ibu menyadari ada masa-masa yang harus dihabiskan dengan
anaknya sebelum si anak menghabiskan waktu dengan pacarnya dan pekerjaannya.

Singkat kisah, keluarga ini akhirnya menjadi keluarga yang kuat. Saling
mendukung, saling mengingatkan, saling berdoa, dan sama-sama mengasihi Tuhan
yang sudah memberikan mereka kesempatan untuk menjadi keluarga yang sehat.
Si Ibu mulai mengatur waktu pelayanannya dengan keluarganya. Dari kejadian
yang sudah dialaminya, si Ibu sadar bila ia tidak didukung oleh keluarganya
dan jauh dari keluarganya juga tidak membawa manfaat bagi pelayanannya di
depan banyak orang di gereja. Keluarga si Ibu justru akhirnya menjadi
contoh yang baik saat si Ibu harus memberi konsultasi kepada
keluarga-keluarga yang tidak harmonis.

Si Ibu akhirnya sangat bersyukur dan malu dengan protesnya yang lampau
kepada Tuhan. Dengan apa yang sudah dirasakannya sekarang ini justru
melampaui kepuasan yang dicarinya. Si Ibu sangat bahagia dengan apa yang
terjadi sekarang ini, di mana kondisi semua keluarganya dipulihkan di dalam
Tuhan. Dan di saat si Anak mulai kuliah di luar kota, sang Ayah tidak
diduga-duga mengajak si Ibu untuk belajar Alkitab bersama, dan melayani
Tuhan bersama. Dalam hati si Ibu itu bersimpuh sujud syukur, dan semakin
percaya bila harapan yang dipanjatkannya sungguh dikabulkan, tetapi bukan
dengan caranya, melainkan dengan cara yang lebih dahsyat dari-Nya. Dan itu
tidak akan terjadi bila si Ibu putus harap, dan tidak menyerahkan kepada
Tuhan untuk bekerja sesuai dengan cara-Nya. Kini si Ibu dan si Ayah
dapat melayani dengan kondisi yang solid dan paket lengkap yang siap dalam
iman, pengharapan, kesabaran, kedisiplinan dan kasih yang sesungguhnya.

Saya tidak perlu menyimpulkan apa-apa. Saya yakin banyak yang mengalami
pengalaman yang sama dengan berbagai versi. Hanya saja ada yang mungkin
kisahnya tidak happy ending seperti itu. Dan sebuah happy
ending memang bukan hanya porsi kemauan Tuhan saja. Sepenuhnya porsi
dari sikap manusia itu juga sangat menentukan. Bila kita masih terus
berharap tanpa harus takut kecewa, dan kita tetap berserah kepada cara Dia
bekerja, akan ada hasil yang maksimal yang direncanakan Allah kepada kita.
Dan itu hanya terjadi, bila keduanya kita terapkan : berharap penuh lalu
berserah penuh. Tidak setengah-setengah atau tidak sama sekali.

Manfaat Bersedekah

Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke. Sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Di saat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia roh seorang malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.


Malaikat memulai pembicaraan, "Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup. Dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia!

"Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang .. . " kata si pengusaha ini dengan yakinnya.

Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.

Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya; dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, "Apakah besok pagi aku sudah pulih? Pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit".

Dengan lembut si Malaikat berkata, "Anakku, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktumu tinggal 60 menit lagi. Rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu".

Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si malaikat menunjukkan layar besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya. Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka".

Kata Malaikat, "Aku akan memberitahukanmu,kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua? Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu"

Kembali terlihat dimana si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh, " Tuhan, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar dihadapanMu. Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan
seorang ayah. Hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri."

Dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat".

Melihat peristiwa itu, tampa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini. Timbul penyesalan bahwa selama ini bahwa dia bukanlah suami yang baik. Dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya. Malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.

Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini,penyesalan yang luar biasa. Tapi waktunya sudah terlambat ! Tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang !

Dengan setengah bergumam dia bertanya,"Apakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?"

Jawab si Malaikat, " Ada beberapa yang berdoa buatmu.Tapi mereka tidak Tulus. Bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini. Itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik. Bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah".

Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia. Tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam. Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata,"AnakkuTuhan melihat air matamu dan penyesalanmu ! ! Kau tidak jadi meninggal,karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00".

Dengan terheran-heran dan tidak percaya, si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu. Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.

Bukankah itu Panti Asuhan ? kata si pengusaha pelan. "Benar anakku, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tahu tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri. "

"Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU. Setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu. "

Doa sangat besar kuasanya. Tak jarang kita malas. Tidak punya waktu. Tidak terbeban untuk berdoa bagi orang lain.

Ketika kita mengingat seorang sahabat lama/keluarga, kita pikir itu hanya kebetulan saja padahal seharusnya kita berdoa bagi dia. Mungkin saja pada saat kita mengingatnya dia dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihi dia.

Disaat kita berdoa bagi orang lain, kita akan mendapatkan kekuatan baru dan kita bisa melihat kemuliaan Tuhan dari peristiwa yang terjadi.

Hindarilah perbuatan menyakiti orang lain...

Sebaliknya perbanyaklah berdoa buat orang lain.

Karena pahlawan sejati, bukan dilihat dari kekuatan phisiknya,tapi dari kekuatan hatinya. Katakan ini dengan pelan, "Ya TUHAN saya mencintai-MU dan membutuhkan-MU, datang dan terangilah hati kami sekarang".

Pohon, Daun dan Angin

DAUN terbang karena ANGIN bertiup atau karena POHON tidak memintanya untuk tinggal ?

POHON

Orang2 memanggilku "POHON" karena aku sangat baik dalam menggambar pohon.
AKU selalu menggunakan gambar pohon pada sisi kanan sebagai trademark pada semua lukisanku.
AKU telah berpacaran sebanyak 5 kali...

Ada satu wanita yang sangat AKU cintai..tapi AKU tidak punya keberanian untuk mengatakannya. ..
Dia tidak cantik..tidak memiliki tubuh yang sexy..
Dia sangat peduli dengan orang lain..religius tapi..dia hanya wanita biasa saja.
AKU menyukainya. .sangat menyukainya. .
Gayanya yang innocent dan apa adanya..kemandirian nya..kepandaiann ya dan kekuatannya. ..
Alasan AKU tidak mengajaknya kencan karena...
AKU merasa dia sangat biasa dan tidak serasi untukku...
AKU takut...jika kami bersama semua perasaan yang indah ini akan hilang...
AKU takut kalau gosip2 yang ada akan menyakitinya. ..
AKU merasa dia adalah "sahabatku". ..
AKU akan memilikinya tiada batasnya...tidak harus memberikan semuanya hanya untuk dia...
Alasan yang terakhir..membuat dia menemaniku dalam berbagai pergumulan selama 3 tahun ini...
Dia tau AKU mengejar gadis2 lain dan AKU telah membuatnya menangis selama 3 tahun...

Ketika AKU mencium pacarku yang ke-2 terlihat olehnya...
Dia hanya tersenyum dengan berwajah merah..."lanjutkan saja" katanya, setelah itu pergi meninggalkan kami.
Esoknya, matanya bengkak..dan merah...
AKU sengaja tidak mau memikirkan apa yang menyebabkannya menangis...
but AKU tertawa...bercanda dengannya seharian di ruang itu...
Di sudut ruang itu dia menangis...dia tidak tau bahwa AKU kembali untuk mengambil sesuatu yang tertinggal.. .
Hampir 1 jam kulihat dia menangis disana....

Pacarku yang ke-4 tidak menyukainya. ..
Pernah sekali mereka berdua perang dingin, AKU tau bukan sifatnya untuk memulai perang dingin...
Tapi AKU masih tetap bersama pacarku...
AKU berteriak padanya dan matanya penuh dengan air mata sedih dan kaget...
AKU tidak memikirkan perasaannya dan pergi meninggalkannya bersama pacarku...
Esoknya masih tertawa dan bercanda denganku seperti tidak ada yang terjadi sebelumnya.. .
AKU tau dia sangat sedih dan kecewa tapi dia tidak tau bahwa sakit hatiku sama buruknya dengan dia...
AKU juga sedih...

Ketika AKU putus dengan pacarku yang ke 5, AKU mengajaknya pergi...
Setelah kencan satu hari itu, AKU mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin kukatakan padanya...
Dia mengatakan bahwa kebetulan sekali bahwa dia juga ingin mengatakan sesuatu padaku...
AKU cerita tentang putusnya AKU dengan pacarku...
Dia berkata bahwa dia sedang memulai suatu hubungan dengan seseorang...
AKU tau pria itu...dia sering mengejarnya selama ini...Pria yang baik, penuh energi dan menarik...

AKU tak bisa memperlihatkan betapa sakit hatiku, AKU hanya tersenyum dan mengucapkan selamat padanya...
Ketika sampai di rumah, sakit hatiku bertambah kuat dan AKU tidak dapat menahannya.. .
Seperti ada batu yang sangat berat didadaku...AKU tak bisa bernapas dan ingin berteriak namun apadaya...

Air mataku mengalir tak terasa aku menangis karenanya...
Sudah sering AKU melihatnya menangis untuk pria yang mengacuhkan kehadirannya. ..
Handphoneku bergetar...ternyata ada SMS masuk...SMS itu dikirim 10 hari yang lalu ketika aku sedih dan menangis...

SMS itu berbunyi,"DAUN terbang karena ANGIN bertiup atau karena POHON tidak memintanya untuk tinggal?"


DAUN

AKU suka mengoleksi daun-daun, kenapa?
Karena AKU merasa bahwa DAUN untuk meninggalkan pohon yang selama ini ditinggali membutuhkan banyak kekuatan.

Selama 3 thn AKU dekat dengan seorang pria, bukan sebagai pacar tapi "Sahabat".
Tapi ketika dia mempunyai pacar untuk yang pertama kalinya...
AKU mempelajari sebuah perasaan yang belum pernah aku pelajari sebelumnya - CEMBURU...
Perasaan di hati ini tidak bisa digambarkan dengan menggunakan Lemon.
Hal itu seperti 100 butir lemon busuk. Mereka hanya bersama selama 2 bulan...

Ketika mereka putus, AKU menyembunyikan perasaan yang luar biasa gembiranya.
Tapi sebulan kemudian dia bersama seorang gadis lagi...

AKU menyukainya dan AKU tau bahwa dia juga menyukaiku, tapi mengapa dia tidak mau mengatakannya?
Jika dia mencintaiku, mengapa dia tidak memulainya dahulu untuk melangkah?
Ketika dia punya pacar baru lagi, hatiku sedih...
Waktu berjalan dan berjalan, hatiku sedih dan kecewa...

AKU mulai mengira bahwa ini adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan...

Tapi..mengapa dia memperlakukanku lebih dari sekedar seorang teman?

Menyukai seseorang sangat menyusahkan hati...AKU tau kesukaannya.
..kebiasaannya. ..
Tapi perasaannya kepadaku tidak pernah bisa diketahui...
Kau tidak mengharapkan AKU seorang wanita untuk mengatakannya bukan ?
Diluar itu, AKU mau tetap disampingnya. ..memberinya perhatian...
menemani. ..dan mencintainya. ..
Berharap suatu hari nanti dia akan datang dan mencintaiku. ..
Hal itu seperti menunggu telephonenya tiap malam...mengharapka n mengirimku SMS...
AKU tau sesibuk apapun dia, pasti meluangkan waktunya untuk ku...
Karena itu, AKU menunggunya. ..
3 tahun cukup berat untuk kulalui dan AKU mau menyerah...Kadang AKU berpikir untuk tetap menunggu...
Dilema yang menemaniku selama 3 tahun ini...

Akhir tahun ke-3, seorang pria mengejarku.. .setiap hari dia mengejarku tanpa lelah...
Segala daya upaya telah dilakukan walau seringkali ada penolakan dariku...
AKU berpikir...apakah aku ingin memberikan ruang kecil di hatiku untuknya ?!..

Dia seperti angin yang hangat dan lembut, mencoba meniup daun untuk terbang dari pohon...
Akhirnya, AKU sadar bahwa AKU tidak ingin memberikan Angin ini ruang yang kecil di hatiku...

AKU tau Angin akan membawa pergi Daun yang lusuh jauh dan ketempat yang lebih baik...
Akhirnya AKU meninggalkan Pohon...tapi Pohon hanya tersenyum dan tidak memintaku untuk tinggal...
AKU sangat sedih memandangnya tersenyum ke arahku...

"DAUN terbang karena ANGIN bertiup atau karena POHON tidak memintanya untuk tinggal?"

ANGIN

AKU menyukai seorang gadis bernama Daun...
karena dia sangat bergantung pada Pohon..jadi aku harus menjadi ANGIN yang kuat...

Angin akan meniup Daun terbang jauh...
Pertama kalinya..AKU melihat seseorang memperhatikan kami...
Ketika itu, dia selalu duduk disana sendirian atau dengan teman2nya memerhatikan Pohon...
Ketika Pohon berbicara dengan gadis2, ada cemburu di matanya...
Ketika Pohon melihat ke arah Daun, ada senyum di matanya...
Memperhatikannya menjadi kebiasaanku. ..seperti daun yang suka melihat Pohon.
Satu hari saja tak kulihat dia...AKU merasa sangat kehilangan.. .

Di sudut ruang itu, ku lihat pohon sedang memperhatikan daun...
Air mengalir di mata daun ketika Pohon pergi...
Esoknya...Ku lihat Daun di tempatnya yang biasa, sedang memperhatikan Pohon...
AKU melangkah dan tersenyum padanya...Kuambil secarik kertas..kutulis dan kuberikan padanya...
Dia sangat kaget...

Dia melihat ke arahku, tersenyum dan menerima kertas dariku...
Esoknya...dia datang...menghampir iku dan memberikan kembali kertas itu...
Hati Daun sangat kuat dan Angin tidak bisa meniupnya pergi, hal itu karena Daun tidak mau meninggalkan Pohon.
AKU melihat kearahnya... kuhampiri dengan kata2 itu...
Sangat pelan...dia mulai membuka dirinya dan menerima kehadiranku dan telp ku...

AKU tau orang yang dia cintai bukan AKU...tapi AKU akan berusaha agar suatu hari dia menyukaiku.. .
Selama 4 bln, AKU tlah mengucapkan kata Cinta tidak kurang dari 20x kepadanya...
Hampir tiap kali dia mengalihkan pembicaraan. ..tapi AKU tidak menyerah...
Keputusanku bulat....AKU ingin memilikinya. ..dan berharap dia akan setuju menjadi pacarku....

Aku bertanya," apa yang kau lakukan? Kenapa kau tidak pernah membalas?
Mengapa kau selalu membisu?"
Dia berkata, "AKU menengadahkan kepalaku"...

"Ah?" Aku tidak percaya dengan apa yang kudengar...
"Aku menengadahkan kepalaku" dia berteriak...

Kuletakkan telephone... ...melompat. ...berlari seribu langkah...ke rumahnya...
Dia membuka pintu bagiku...Ku peluk erat-erat tubuhnya...

"DAUN terbang karena tiupan ANGIN atau karena POHON tidak memintanya untuk tinggal?"


Hikmah : JIKA KAU MENGINGINKAN CINTA DARI SESEORANG... TUNJUKKAN CINTAMU !!!!
CINTA TIDAK MEMBUTUHKAN KERAGUAN...TUNJUKKAN SAJA !!!!