Senin, 14 Januari 2013

... Cermin Diri ...



Tatkala kudatangi sebuah CERMIN,

Tampaklah sosok yang sudah sangat lama kukenal dan sangat sering kulihat.
Namun aneh…
Sesungguhnya aku BELUM MENGENAL siapa yang kulihat.

Tatkala kutatap WAJAH, hatiku bertanya :
Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya Dan bersinar indah di Surga sana?
Ataukah wajah ini yang hangus legam di Neraka Jahanam?

Tatkala kumenatap MATA, nanar hatiku bertanya :
Mata inikah yang akan menatap Allah..
Menatap Rasulullah, dan Kekasih-kekasih Allah kelak?
Ataukah mata ini yang terbeliak, melotot, terburai menatap neraka jahanam?
Akankah mata penuh maksiat ini akan menyelamatkan?
Wahai mata, apa gerangan yang kau tatap selama ini?

Tatkala kutatap MULUT..
Apakah mulut ini yang kelak mendesah penuh kerinduan Mengucap LAA ILAAHA ILLALLAAH saat malaikat maut menjemput?
Ataukah menjadi mulut yang menganga dengan lidah menjulur, dengan lengkingan jerit pilu …yang mencopot sendi-sendi setiap yang mendengar?
Ataukah mulut ini jadi pemakan buah Zaqqun jahanam yang getir, penghangus dan penghancur setiap usus?

Apakah gerangan yang engkau ucapkan Wahai mulut yang malang?
Berapa banyak dusta yang engkau ucapkan?
Berapa banyak hati yang remuk …
Dengan sayatan pisau kata-katamu yang mengiris tajam?
Berapa banyak kata-kata semanis madu…
Yang palsu yang engkau ucapkan untuk menipu?
Berapa sering engkau berkata jujur?
Berapa langkanya engkau dengan syahdu memohon agar Allah mengampunimu?

Tatkala kutatap TUBUHku, apakah tubuh ini…
Yang kelak menyala penuh cahaya bersinar…
Bersuka cita dan bercengkrama disurga?
Ataukah tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih…
Dalam lahar neraka jahanam, Terpasung tanpa ampun, Menderita yang tak akan pernah berakhir?

Wahai tubuh , berapa banyak maksiat yang telah engkau lakukan?
Berapa banyak orang-orang yang engkau zalimi dengan tubuhmu?
Berapa banyak hamba-hamba yang lemah…Yang engkau tindas dengan kekuatanmu?
Berapa banyak perindu pertolongan yang engkau acuhkan- tanpa peduli, Padahal engkau mampu?
Berapa banyak hak-hak yang engkau rampas?

Ketika kutatap hai tubuh,
Seperti apakah gerangan isi HATImu?
Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu?
Ataukah sekotor daki-daki yang melekat ditubuhmu?
Apakah hatimu segagah ototmu.?
Ataukah selemah daun-daun yang sudah rontok?
Apakah hatimu seindah penampilanmu, Ataukah sebusuk kotoran-kotoranmu?

Betapa beda....
Betapa BEDA apa yang tampak di cermin dengan apa yang tersembunyi...
Aku telah tertipu oleh TOPENG yang selama ini tampak..
Betapa banyak pujian yang terhampar hanyalah memuji topeng

Sedangkan aku.... hanyalah seonggok sampah yang terbungkus

Aku tertipu...
Aku malu Ya Allah...
Ya Allah... selamatkan aku....

Amin...Ya Rabbil 'alamin

Renungan: Suami Jadi Pengemis, dan Pengemis Jadi Suami

Ada sebuah kisah nyata yang diambil dari buku Qishasasu Muatsirat Lilfatayat karya Ahmad salim Badwilan.

Ada seorang wanita yang baru saja dipersunting menjadi istri oleh seorang laki-laki. Lazimnya tradisi di Timur Tengah, saat malam pertama sang istri menyiapkan hidangan pembuka bagi suami. Mereka berkumpul mesra di ruang makan.

Tiba-tiba, keduanya mendengar suara ketukan pintu. Sang suami menghentak dan berkata gusar, "Siapa tamu yang mengganggu ini?"

Berdirilah istri menuju pintu lalu bertanya dari balik pintu, "Siapa?".

Terdengar jawaban, "Saya adalah pengemis yang meminta sedikit makanan".

Si istri kemudian menyampaikan kepada suaminya, "Dia pengemis meminta sedikit makanan".

Marah si suami sembari berkata, "Hanya gara-gara pengemis ini istirahat kita terganggu apalagi kita sedang menikmati malam pertama?".

Si suami bergegas keluar dan langsung menghantam pengemis itu secara bertubi-tubi. Sesat kemudian, terdengar rintihan dan ringisan.

Si pengemis berlalu membawa rasa lapar dan luka yang memenuhi ruh, jasad dan kehormatannya.

Si suami kembali menemui istrinya di dalam kamar pengantin dengan hati yang penuh emosi karena gangguan yang terjadi barusan.

Sejurus kemudian, si suami terkena sesuatu menyerupai penyakit kesurupan, lalu dia merasa dunia menyempit dan menghimpitnya dengan keras. Lalu dia berlari keluar rumah dengan menjerit, meninggalkan istrinya yang ketakutan.

15 tahun berlalu...

Sang istri yang ditinggal suaminya ini mendapat pinangan lagi dari lelaki lain. Ia pun menerima dan mereka melangsungkan pernikahan.

Pada malam pertama, suami istri tersebut berkumpul didepan hidangan pembuka yang telah disajikan. Tiba-tiba keduanya mendengar suara ketukan pintu. Berkata suami kepada istrinya, "Pergilah bukakan pintu".

Si istri menuju pintu dan bertanya, "Siapa?".

"Pengemis meminta sesuap nasi", kata tamu tersebut.

Si istri menemui suaminya yang langsung menanyakan siapa tamu. Si istri berkata, "Pengemis meminta sesuap nasi".

Ilustrasi memberi makan pengemis / tuoitrenews.vn

Maka si suami berkata, "Panggil dia kemari dan siapkan seluruh makanan ini diruang tamu lalu persilahkan dia makan sampai kenyang".

Si istri bergegas menyiapkan hidangan, membukakan pintu lalu mempersilahkan pengemis itu untuk makan.

Si istri kembali menemui suaminya dengan menangis. Suaminya bertanya, "Ada apa denganmu?, Kenapa kamu menangis?, Apa yang terjadi?, Apakah pengemis itu menghinamu?"

Si istri menjawab dengan linangan air mata yang memenuhi matanya, "Tidak".

"Dia mengganggumu?", tanya suami.

"Tidak", jawabnya.

"Dia menyakitimu?", tanya suami.

"Tidak", jawabnya.

"Lalu kenapa engkau menangis?", tanya suami.

Si istri berkata, "Pengemis yang duduk di ruang tamumu dan menyantap hidanganmu adalah mantan suamiku lima belas tahun yang lalu. Pada malam penganti itu, ada pengemis datang dan suamiku memukulinya dengan keras. Setelah itu mantan suamiku kembali menemuiku dengan dada yang sempit. Aku menyangkanya dia terkena jin atau kesurupan. Dia lari meninggalkan rumah tanpa ada kabar sampai malam ini….Ternyata dia menjadi pengemis."


Si suami tiba-tiba menangis….

Istrinya bertanya, "Apa yang membuatmu menangis?"

"Taukah kamu siapa pengemis yang dipukul oleh mantan suamimu dulu?", kata suami.

"Siapa dia?", tanya sang istri.

"Sesungguhnya pengemis itu, aku….", suaminya menjelaskan.

Moral Cerita

Kita tak pernah tahu apa yang terjadi esok hari, bahkan satu jam atau satu detik ke depan. Roda hidup terus berputar. Tatkala kita menjalani hidup, maka apa yang kita tabur dan itulah yang kita tuai. Beberapa kepercayaan menyebutnya sebagai karma, sementara secara ilmiah inilah hukum aksi-reaksi.

Ketika kita berbuat jahat pada orang lain, maka Tuhan, yang menciptakan keseimbangan di alam semesta ini, menjalankan hukum aksi-reaksi tersebut pada diri kita. Maka, berbuatlah baik sekuat mungkin agar kita pun mendapat ganjaran setimpal dari kebaikan kita.

Di sisi lain, bagi kaum wanita, alangkah indah menjaga kehormatan dan menjadi istri, ibu yang baik bagi keluarga. Sang wanita pada kisah nyata di atas tetap berpegang pada hukum agama yang ia anut, untuk menjaga kehormatan dan kesetiaan pada suami.

Sementara para suami dan siapa pun lelaki yang kelak menjadi seorang suami, sebuah kehormatan bagi kaum pria menjadi kepala rumah tangga. Memberi teladan yang baik kepada istri dan anak-anak adalah semulianya ketundukan kepada ALLAH SWT. Termasuk memberi contoh kemurahan, kebaikan hati pada tetangga, dan sesama manusia. Maka, Insya Allah mendapat kebaikan yang sama.

Hidup Manusia seperti Sebuah BUKU....


Cover depan adalah tanggal lahir.
Cover belakang adalah tanggal kematian.

Tiap lembarnya, adalah tiap hari dalam hidup kita dan apa yg kita lakukan.

Ada buku yg tebal,
ada buku yg tipis.

Ada buku yg menarik dibaca,
ada yg sama sekali tidak menarik.

Sekali tertulis, tidak akan pernah bisa di edit lagi.

Tapi hebatnya, seburuk apapun halaman sebelumnya, selalu tersedia halaman selanjutnya yg putih bersih, baru dan tiada cacat.

Sama dengan hidup kita, seburuk apapun kemarin,
Allah selalu menyediakan hari yang baru untuk kita.

Kita selalu diberi kesempatan baru untuk melakukan sesuatu yg benar dalam hidup kita setiap harinya.
Kita selalu bisa memperbaiki kesalahan kita dan melanjutkan alur cerita kedepannya sampai saat usia berakhir, yang sudah ditetapkan-NYA.

Terima kasih Allah untuk hari yg baru ini..

Syukuri hari ini....
dan isilah halaman buku kehidupanmu dengan hal-hal yg baik semata.

Dan, jangan pernah lupa, untuk selalu berdoa kepada Allah meminta keridoan-Nya, tentang apa yang telah ditulis tiap harinya.

Supaya pada saat halaman terakhir buku kehidupan kita selesai, kita dapati diri ini sebagai pribadi yg berkenan kepada-NYA.

Dan buku kehidupan itu layak untuk dijadikan teladan bagi anak-anak kita dan siapapun setelah kita nanti.

Selamat menulis di buku kehidupanmu,
Menulislah dengan tinta cinta dan kasih sayang, serta pena kebijaksanaan.

Aku berdoa dan berharap :

"agar Allah selalu menyertai setiap langkahmu"

Karena..

Allah tidak pernah menjanjikan bahwa

langit itu selalu biru,
Bunga selalu mekar,
dan Mentari selalu bersinar..

Tapi ketahuilah bahwa Dia selalu

memberi pelangi di setiap badai,
Senyum di setiap air mata,
Berkah di setiap cobaan,
dan jawaban di setiap do'a.

Jangan pernah menyerah,
Terus berjuanglah.

Ilusi Kebahagiaan: Tukang Becak dan Sang Pejabat

Suatu siang di Malioboro…..

Seorang lelaki paruh baya, badannya kurus, kulitnya coklat kehitaman. Rambutnya tipis dan memutih, matanya cekung, tampak garis-garis di kening dan keriput di kulitnya, menandakan ia sarat dengan beban kehidupan. Duduk termenung di atas becak tua, tempat ia menggantungkan penghidupan keseharian di Malioboro, tengah Kota Jogjakarta. Kayuhan kaki yang rapuh, pada becak yang telah tigapuluh tahun menemani perjalanan hidupnya itulah yang akan memberikan sedikit harapan bagi keluarga.

Duduk menunggu dari pagi, berharap segera ada penumpang. Hingga menjelang siang, tak satupun penumpang datang. Seperti biasanya, iapun tetap tenang dan dengan sabar menunggu penumpang.

Dari kejauhan ia memandang sebuah mobil sedan berwarna hitam mengkilap. Tampak sangat mewah dalam pandangannya. Pastilah mobil itu milik seorang yang kaya raya, dengan segala kemewahan hidupnya. Ia membayangkan betapa enak menjadi orang kaya. Rumahnya luas dan indah, mobilnya mewah, isterinya cantik dan terawat, anak-anaknya berpakaian serba bagus. Ia melamunkan kondisi rumahnya sendiri yang reot, tak ada perabotan di dalamnya, isterinya kurus kering didera beban kehidupan, anak-anak berpakaian seadanya.

Matanya berkaca-kaca… Andai saja ia bisa membahagiakan keluarganya seperti pemilik mobil mewah itu…..

Pikirannya melayang-layang jauh ke langit, membawa dirinya pergi ke alam mimpi. Mengantuk, perlahan-lahan iapun tertidur pulas di atas becaknya.

Sang Pejabat yang Galau

Alkisah, di dalam mobil mewah berwarna hitam mengkilap itu, duduklah seorang lelaki berpakaian rapi. Mengenakan jas dan dasi, menandakan ia seorang pejabat. Ia duduk di bangku belakang sendirian. Di bangku depan, ada seorang sopir yang berpakaian rapi dan berperilaku sopan. Mobil tengah berjalan pelan di kepadatan lalu lintas Malioboro, tengah kota Jogjakarta.

Berhari-hari sang pejabat memikirkan sebuah proyek yang menjadi tanggung jawabnya. Ada terlalu banyak masalah dalam pelaksanaan proyek itu. Dana yang tidak sesuai anggaran, pelaksana proyek yang mengerjakan asal-asalan, belum lagi banyaknya setoran yang harus diberikan ke berbagai pihak. Salah-salah ia terancam penjara dan kehilangan jabatannya. Beberapa malam terakhir ia tidak bisa tidur nyenyak. Lelah, penat, dan tidak tenang pikiran dan hatinya.

Dari dalam mobil sang pejabat melihat deretan becak-becak di pinggir trotoar Malioboro. Matanya menatap seorang lelaki tengah baya, berkulit coklat kehitaman, berpakaian seadanya. Lelaki itu tampak tertidur pulas di atas becaknya, seperti tidak memiliki beban apa-apa.

Ia membayangkan, betapa damai hati tukang becak itu. Walaupun hidup di kampung dengan kondisi sederhana, namun bisa menikmati hidupnya. Mungkin isteri dan anak-anaknya hidup sangat sederhana, namun toh mereka bisa merasa bahagia dengan apa yang ada. Dibandingkan dengan kondisi dirinya yang memiliki berbagai fasilitas kemewahan, namun semua justru menimbulkan beban pikiran dan tekanan perasaan. Ia merasa tidak bisa menikmati kebebasan dan kebahagiaan.

Mata sang pejabat berkaca kaca…. Andai saja ia bisa merasakan ketenangan dan kedamaian perasaan seperti yang dialami tukang becak itu…. Betapa nyenyak tidurnya. Tubuh tukang becak yang kurus itu tampak tertekuk di atas jok becak, dan lihatlah betapa pulas tidurnya…. Betapa bahagia jika bisa tidur nyenyak seperti itu….



Sawang Sinawang : Ilusi Kebahagiaan

Begitulah kehidupan berjalan. Seseorang akan selalu melihat kondisi orang lainnya. Membandingkan, mengandaikan, membayangkan, mengkhayalkan….. “Andai saja aku bisa seperti dia, betapa bahagianya….” Orang Jawa menyebut, hidup itu “sawang sinawang”, saling melihat kepada yang lain.

Itulah sebabnya orang tidak bahagia. Karena ia mengharapkan sesuatu yang tidak nyata. Ia mengkhayalkan sesuatu yang bukan dirinya. Ia membayangkan posisi yang bukan haknya. Ia terus dikejar keinginan yang tidak pernah kesampaian. Ia mengejar kebahagiaan seperti yang ia lihat pada orang lain. Ia mencari kebahagiaan sebagaimana ia saksikan pada banyak kalangan manusia.

Itulah sebabnya orang tidak bahagia. Karena ia mencari dari orang lain. Ia tidak masuk ke dalam dirinya sendiri, dan menemukan kebahagiaan di dalam dirinya sendiri. Harusnya ia selalu menikmati semua yang ada. Merasakan kasih sayang Tuhan dalam setiap kejadian yang menimpanya. Menghayati kehidupan dari semua pemberian Tuhan yang didapatkan setiap hari. Sedikit atau banyak, itu tinggal cara kita menghitungnya.

Becak atau mobil mewah, itu hanya benda-benda, sama dengan benda lainnya. Orang bosan setiap hari naik mobil mewah, ia akan merasa bahagia suatu ketika naik becak di Jogjakarta. Orang bosan setiap hari naik becak, ia akan merasa bahagia naik mobil suatu ketika. Karena mobil mewah dan becak hanyalah benda-benda. Bukan di situ letak bahagia.

Jabatan, posisi, kedudukan itu hanyalah atribut kehidupan, sama dengan atribut lainnya. Orang mengira posisi di atas dirinya itu yang membahagiakan. Padahal posisi yang diinginkan itu hanyalah atribut kehidupan. Asesoris kehidupan, sama dengan asesoris yang lainnya. Bukan di situ letak bahagia.

Bahagia itu letaknya di dalam jiwa. Bukan pada benda-benda. Bukan pada atribut dan asesoris kehidupan. Maka carilah kebahagiaan dengan menyelam ke dalam jiwa kita sendiri. Bukan dengan mengkhayalkan hak orang lain yang tidak kita miliki. Jika anda terus mencari-cari kebahagiaan kepada benda-benda, selamanya anda tidak akan pernah bisa merasakan bahagia. Jika anda terus menerus mencari kebahagiaan kepada atribut-atribut, selamanya anda tidak akan pernah bisa merasakan bahagia.

Bahagia itu letaknya di dalam jiwa. Benda-benda, atribut-atribut, asesoris-asesoris, itu hanya hiasan saja. Sama dengan hiasan lainnya.

Temukan kebahagiaan di dalam jiwa anda. Selamat pagi, selamat berlibur bersama keluarga, selamat menemukan kebahagiaan.

KETIKA CINTA MEMBUATMU MENANGIS

Suatu ketika mungkin kita pernah jatuh hati, memendam rasa atau suka pada seseorang yang kita kagumi. Tiap hari bayang wajahnya selalu menghantui. Ada rasa rindu kala tak bertemu. Ada keinginan untuk memiliki. Ada getar jiwa kala berjumpa dengan dia yang kita kagumi. Terkadang dia-nya yang sering membuat kita melamun dengan tatapan kosong. Terbayang-bayang kalau kita bisa berjalan bersamanya, atau berada dalam dekapannya. Semuanya serba indah dan seakan begitu sempurna. Tapi hati ini tetap saja memandam rasa. Kadang pula malu untuk mengungkapkannya.

Yah, cinta… Ia hadir tanpa disadari. Ia merupakan anugerah dari Ilahi. Dan rasa cinta pasti ada pada tiap diri manusia. Karenanya mencintai dan dicintai adalah bagian yang tak terpisahkan. Ibarat kopi dengan gula. Begitulah seharusnya, mencintai dan dicintai dua kata yang saling melengkapi. Mecintai seseorang menjadikan keindahan tersendiri dalam hidup kita. Wajar bila kita mengharapkan balasan hingga kita ingin di cintainya.

Saudaraku tercinta…

Wajar saja kalau kita punya rasa cinta, hingga rasa cinta itu kian menggelora. Dalam ayat-Nya Allah pun berfirman: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga).” (Ali ‘Imran: 14)

Maka dari itulah manusia di beri-Nya kelebihan dibanding dengan makhluk Allah yang lain. Kelebihan itulah yang membuat kita mempunyai rasa cinta dan kasih sayang. Cinta yang memang kadang kita salah menempatkannya. Atau kasih sayang yang terkadang terlalu berlebihan. Sehingga kita ingin sekali untuk memiliki apa yang kita cintai dan harus bisa meraihnya

Tapi saudaraku… bagaimana jika dia-nya yang kita damba selama ini, yang kita cintai dan kita kagumi ternyata akan menjadi milik orang lain? 

Hancurlah hati kita. Seakan kita tidak dan tak akan pernah rela dia-nya menikah dengan orang lain. Kita cuma bisa memandangi undangan pernikahan yang kita terima. Kadang juga kita menyalahkan Allah Tuhan kita, “Ya Allah kenapa Engkau tidak mempertemukanku dengannya?”

Seribu bahasa, seribu tanya boleh kita gunakan untuk mengadu kepada-Nya. Bahkan seribu air mata pun boleh kita kucurkan disetiap sujud kehadirat-Nya, kenapa Allah tidak mempertemukan dengan orang yang kita cinta. Karena Allah selalu mendengar tiap keluh dan kesah hamba-hamba-Nya.

Saudaraku, cinta memang bisa membuat kita bahagia, hingga dunia menjadi begitu indah nan mempesona. Tapi cinta juga bisa membuat kita menangis dan menderita. Seakan kita ingin segera mengakhiri hidup ini. Karena itu saudaraku…








Ketika cinta membuatmu menangis…

Belajarlah ikhlas, melepaskan yang kita cintai menjadi milik orang lain. Meski kita menderita dan tak pernah rela.

Ketika cinta membuatmu menangis…

Bertanyalah pada diri sendiri. Apakah dia-nya yang selama ini kita damba bisa membahagiakan kita kelak dalam membangun rumah tangga? 

Apakah dia-nya yang selama ini kita cinta juga akan membalas cinta kita kepadanya dengan setulus hati?

Ketika cinta membuatmu menangis…

Maka tersenyumlah. Hapuslah air matamu. Tataplah ke depan. Di depan sana ada cinta seseorang yang akan menyambut cintamu. Cinta suci yang akan membahagiakanmu, yang tak pernah terukur oleh jarak dan waktu.

Kisah Suami dan Istri

Sepasang suami istri sedang makan malam bersama di rumah. Mereka adalah pengantin yang baru menikah 2 bulan. Di tengah makan malam mereka, sang istri membuka pembicaraan.

Istri : “suamiku sayang, bolehkah aku melakukan usul?”
 

Suami : “boleh istriku sayang, silakan!”
 

Istri : “saya ingin kita menulis kekurangan pasangan kita masing-masing di kertas kosong agar kita bisa saling intropeksi diri. tapi janji, tidak ada yang boleh tersingung. bagaimana sayang”
 

Suami : “baik istriku, insya Allah...” *sambil tersenyum manis*

Sang istri kemudian pergi mengambil 2 lembar kertas kosong dan pulpen. Lima belas menit kemudian…

Istri : “sayang saya sudah selesai menulisnya... apakah engkau juga sudah selesai?”
 

Suami : “iya , saya juga sudah selesai!”
 

Istri : “baiklah, sekarang tukar kertas kita masing-masing. Jangan ada yang dibuka dulu. Nanti dibaca secara terpisah setelah saya membereskan makan malam ini!”
 

Suami : “iya sayang!” *sambil kecup istri*

Si istri mulai membereskan makan malam dan suami lantas pergi ke kamar tidur. Beberapa saat kemudian istri kirim sms kepada suami...

“Suamiku, sekarang saya sudah selesai. Silakan buka kertasnya dan baca tulisannya di kamar. Saya akan membacanya di dapur.”

Sang suami langsung membuka kertas dan membacanya. Setiap membaca tulisan mengenai kekurangannya, air matanya tidak bisa dibendung, mengalir di setiap sudut matanya. Karena ternyata begitu banyak kekurangan pada dirinya. Sementara itu, di dapur sang istri juga membuka kertas.

Tak lama kemudian sang istri menghampiri suami ke kamar...
Istri : “bagaimana suamiku, engkau telah membacanya?”
 

Suami : “sudah istriku, maafkan aku yang tidak bisa sempurna mendampingimu... maafkan aku,” *air matanya semakin deras mengalir*

Istri : “iya suamiku, tapi mengapa engkau tidak menulis apapun dikertas itu? padahal aku telah menulis segala kekuranganmu...”

Suami : “wahai istriku tercinta, tahukah engkau? aku mencintaimu apa adanya... sehingga aku melihat kekuranganmu adalah kelebihanmu dan aku tahu Allah menciptakan setiap manusia dengan berbagai kekurangannya, untuk itu aku sebagai suamimu akan menjadi pelengkap untuk menutupi kekurangan istriku... aku mencintaimu karena Allah wahai istriku”. *sambil menangis dan berbisik lirih di telinga sang istri*

Sang istri pun tak sanggup menahan tangis mendengar ucapan dari sang suami yang begitu sangat mencintainya.

PUISI BJ HABIBIE UNTUK ISTRINYA, AINUN

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu ...

Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya ...

Dan kematian adalah sesuatu yang pasti ...
Dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu ...

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat ...
Adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi ...

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang ...

Pada air mata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang ...

Pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada ...

Aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau di sini ...

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang ...
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik ...

Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini ...

Selamat jalan ...
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya ...

Kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada ...

Selamat jalan sayang ...
Cahaya mataku, penyejuk jiwaku ...

Selamat jalan ...
Calon bidadari surgaku ...

- HABIBIE -