Kamis, 08 Desember 2011

Semua ada Hikmahnya, Percayalah.....

Ada seorang Pria yang buta huruf bekerja sebagai penjaga sekolah. Sudah ± 20 tahun dia bekerja disana. Suatu hari kepala sekolah itu digantikan dan menerapkan aturan baru. Semua pekerja harus bisa membaca dan menulis maka penjaga yang buta huruf itu, terpaksa tidak bisa bekerja lagi.

Awalnya, dia sangat sedih. Dia tidak berani langsung pulang ke rumah dan memberitahukan istrinya. Dia berjalan pelan menelusuri jalanan. Tiba-tiba muncullah ide untuk membuka kios di jalanan itu. Tidak disangka, usahanya sukses, dari satu kios sampai jadi beberapa kios. Kini dia jadi seorang Pengusaha yang sukses dan kaya.

Suatu hari, dia pergi ke bank untuk membuka rekening, namun karena buta huruf, dia tidak bisa mengisi formulir dan karyawan Bank yang membantunya. Karyawan Bank berkata, : "Wah, Bapak buta huruf saja bisa punya uang sebanyak ini, apalagi kalau bisa membaca dan menulis, pasti lebih kaya lagi"

Dengan tersenyum dia berkata, : "Kalau saya bisa membaca dan menulis, saya pasti masih menjadi penjaga sekolah"

Apa yang merupakan musibah, bisa saja BERKAT. "Dibalik masalah, Pasti ada Berkat...?" Jadi sikapilah dengan SABAR & BIJAK ...

Lakukan bagian kita secara maksimal dan biarlah TUHAN melakukan bagian-Nya... Sekalipun seolah-olah tiada pertolongan dan jalan keluar dalam masalah dan Pergumulan hidup kita

.MENGALIRLAH SEPERTI AIR dan JANGAN BERONTAK MENYALAHKAN TUHAN

Karena manusia hanya mengetahui apa yang di depan mata, Tetapi TUHAN MENGETAHUI JAUH KE DEPAN TENTANG RENCANA YANG INDAH BAGI MEREKA YANG MENGASIHI DIA.

"BERKAT" Tak selalu berupa emas, intan permata atau uang banyak. Bukan pula saat kita tinggal dirumah mewah dan pergi bermobil......

Namun BERKAT adalah ....

Saat kita kuat dalam keadaan putus asa...
Mampu tetap bersyukur ketika tak punya apa-apa......
Mampu tersenyum saat diremehkan...
Mampu tetap taat walau hidup teramat berat.

Semua ada Jawabannya

Apakah ada diantara Anda yang memiliki profesi sebagai seorang guru,dosen, pengajar atau instruktur dalam suatu training / Pelatihan ?

Pada saat Anda menguji anak didik Anda dalam sebuah tes, saya yakin bahwa ketika Anda memberikan pertanyaan, Anda pastinya sudah memiliki jawabannya juga.

Tidak mungkin Anda memberikan soal kepada mereka sementara Anda sendiri tidak tahu jawaban dari soal yang Anda berikan tersebut.

Hal yang sama berlaku pada sebuah pabrik pembuatan gembok. Mereka tidak hanya menciptakan gembok, tapi juga membuat kunci untuk setiap gembok tersebut.
Bayangkan betapa konyolnya jika mereka hanya jual gembok tanpa anak kunci.

Dua analogi sederhana di atas kiranya memberikan pencerahan kepada kita bahwa hal yang sama Tuhan lakukan juga dalam hidup kita.

Ketika Tuhan mengijinkan sebuah persoalan, maka sesungguhnya Dia sudah punya jawaban untuk persoalan tersebut.
Tuhan tidak pernah membiarkan kita mengalami persoalan yang tak terpecahkan atau masalah yang tidak ada jalan keluarnya.
Tuhan menyediakan kunci untuk setiap pergumulan hidup yang kita alami.
Tuhan tidak hanya menyediakan jawaban atau kunci untuk setiap masalah yang kita alami, tetapi Dia juga bijak dalam mengukur kemampuan dan kapasitas kita dalam menanggung persoalan.

Tuhan tidak akan pernah memberikan soal yang melebihi kemampuan kita untuk menyelesaikannya.
Bukankah seorang guru tidak akan memberikan soal kelas VI untuk anak yang masih kelas 1 ?
Jika seorang guru saja bisa demikian bijak dalam menakar kemampuan kita, apalagi Tuhan ?

Melalui kebenaran ini kita diingatkan agar jangan sampai menjadi orang yang mudah mengeluh dan merasa persoalan yang kita alami sangat berat dan tak tertanggungkan.

Jangan juga kita menjadi orang yang mudah putus asa karena berpikir masalah kita tidak ada jalan keluarnya.
Ingatlah bahwa ada soal berarti ada jawaban, ada gembok berarti ada kuncinya.
Ketika Tuhan mengijinkan sebuah persoalan, Dia sudah menyediakan kunci jawabannya.

Kisah Anak Kecil Sang Juara

Suatu ketika ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil mainan. Suasana sungguh meriah saat itu, sebab ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil yang mereka miliki. Semuanya buatan sendiri, karena memang demikianlah peraturannya.

Ada seorang anak bernama Adi. Mobilnya tidak istimewa. Namun ia termasuk kedalam 4 anak yang masuk final. Dibanding dengan semua lawannya, mobil Adi-lah yang paling tidak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk bersaing berpacu melawan mobil lainnya.

Yah, memang mobil itu tidak menarik. Dengan kayu yang sederhana, dan sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki lawan-lawannya. Namun, Adi bangga dengan semua itu, sebab mobil itu buatan tangannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan lomba balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mainan mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan telah siap 4 mobil dengan 4 “pembalap” kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya.

Namun sesaat kemudian, Adi meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdo’a. Matanya terpenjam, dengan tangan yang bertangkup memanjatkan do’a. Lalu semenit kemudian ia berkata, “Ya, aku siap!”. 

Dor! Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itupun meluncur dengan cepat. Setiap orang yang menonton bersorak-sorai, bersemangat menjagokan mobil pilihannya masing-masing.

“Ayo, ayo…cepat…cepat , maju…maju…”, begitu teriak mereka.

Ahha…sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan, Adi-lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Adi. Ia berucap dan berkomat-kamit lagi dalam hati. “Terima kasih”. 

Saat pembagian piala tiba, Adi maju kedepan dengan bangganya. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya, “Hai jagoan, kamu tadi pasti berdoa pada Tuhan agar kamu menang, bukan?”. Adi terdiam, “Bukan Pak, bukan itu yang aku panjatkan”, sahut Adi.

Ia lalu melanjutkan, “Sepertinya tidak adil meminta kepada Tuhan untuk menolongmu mengalahkan orang lain. 
Aku hanya memohon kepada Tuhan, supaya aku tidak menangis jika aku kalah.” 

Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan.

Pencuri Impian

Ada seorang gadis muda yang sangat suka menari. Kepandaiannya menari sangat menonjol dibanding dengan rekan-rekannya, sehingga dia seringkali menjadi juara di berbagai perlombaan yang diadakan. Dia berpikir, dengan apa yang dimilikinya saat ini, suatu saat apabila dewasa nanti dia ingin menjadi penari kelas dunia. Dia membayangkan dirinya menari di Rusia, Cina, Amerika, Jepang, serta ditonton oleh ribuan orang yang memberi tepukan kepadanya.

Suatu hari, dikotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari yang berasal dari luar negeri. Pakar ini sangatlah hebat, dan dari tangan dinginnya telah banyak dilahirkan penari-penari kelas dunia. Gadis muda ini ingin sekali menari dan menunjukkan kebolehannya di depan sang pakar tersebut, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan menjadi muridnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil menjumpai sang pakar di belakang panggung, seusai sebuah pagelaran tari.
Si gadis muda bertanya: “Pak, saya ingin sekali menjadi penari kelas dunia. Apakah anda punya waktu sejenak, untuk menilai saya menari? 
Saya ingin tahu pendapat anda tentang tarian saya”.  

“Oke, menarilah di depan saya selama 10 menit”, jawab sang pakar.

Belum lagi 10 menit berlalu, sang pakar berdiri dari kursinya, lalu berlalu meninggalkan si gadis muda begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Betapa hancur si gadis muda melihat sikap sang pakar. Si gadis langsung berlari keluar. Pulang ke rumah, dia langsung menangis tersedu-sedu. Dia menjadi benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata tarian yang selama ini dia bangga-banggakan tidak ada apa-apanya di hadapan sang pakar. Kemudian dia ambil sepatu tarinya, dan dia lemparkan ke dalam gudang. Sejak saat itu, dia bersumpah tidak pernah akan menari lagi.

Puluhan tahun berlalu. Sang gadis muda kini telah menjadi ibu dengan tiga orang anak. Suaminya telah meninggal. Dan untuk menghidupi keluarganya, dia bekerja menjadi pelayan dari sebuah toko di sudut jalan.

Suatu hari, ada sebuah pagelaran tari yang diadakan di kota itu. Nampak sang pakar berada di antara para menari muda di belakang panggung. Sang pakar nampak tua, dengan rambutnya yang sudah putih. Si ibu muda dengan tiga anaknya juga datang ke pagelaran tari tersebut. Seusai acara, ibu ini membawa ketiga anaknya ke belakang panggung, mencari sang pakar, dan memperkenalkan ketiga anaknya kepada sang pakar.

Sang pakar masih mengenali ibu muda ini, dan kemudian mereka bercerita secara akrab. Si ibu bertanya, “Pak, ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati saya. 
Ini tentang penampilan saya sewaktu menari di hadapan anda bertahun-tahun yang silam. 
Sebegitu jelekkah penampilan saya saat itu, sehingga anda langsung pergi meninggalkan saya begitu saja, tanpa mengatakan sepatah katapun?” 

“Oh ya, saya ingat peristiwanya. 
Terus terang, saya belum pernah melihat tarian seindah yang kamu lakukan waktu itu. 
Saya rasa kamu akan menjadi penari kelas dunia. 
Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-tiba berhenti dari dunia tari”, jawab sang pakar.

Si ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar. “Ini tidak adil”, seru si ibu muda.
“Sikap anda telah mencuri semua impian saya. 
Kalau memang tarian saya bagus, mengapa anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menari beberapa menit. 
Anda seharusnya memuji saya, dan bukan mengacuhkan saya begitu saja. 
Mestinya saya bisa menjadi penari kelas dunia. Bukan hanya menjadi pelayan toko!” 

Si pakar menjawab lagi dengan tenang “Tidak …. Tidak, saya rasa saya telah berbuat dengan benar. Anda tidak harus minum anggur satu barrel untuk membuktidkan anggur itu enak. 
Demikian juga saya. Saya tidak harus menonton anda 10 menit untuk membuktikan tarian anda bagus. 
Malam itu saya juga sangat lelah setelah pertunjukkan. 
Maka sejenak saya tinggalkan anda, untuk mengambil kartu nama saya, dan berharap anda mau menghubungi saya lagi keesokan hari. 
Tapi anda sudah pergi ketika saya keluar. 
Dan satu hal yang perlu anda camkan, bahwa Anda mestinya fokus pada impina Anda, bukan pada ucapan atau tindakan saya.“ 

“Lalu pujian? 
Kamu mengharapkan pujian? 
Ah, waktu itu kamu sedang bertumbuh. Pujian itu seperti pedang bermata dua. 
Ada kalanya memotivasimu, bisa pula melemahkanmu. 
Dan faktanya saya melihat bahwa sebagian besar pujian yang diberikan pada saat seseorang sedang bertumbuh, hanya akan membuat dirinya puas dan pertumbuhannya berhenti. 
Saya justru lebih suka mengacuhkanmu, agar hal itu bisa melecutmu bertumbuh lebih cepat lagi. 
Lagipula, pujian itu sepantasnya datang dari keinginan saya sendiri. 
Tidak pantas Anda meminta pujian dari orang lain.” 

“Anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah sepele. Seandainya anda pada waktu itu tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap menari, mungkin hari ini anda sudah menjadi penari kelas dunia.” 

Mungkin Anda sakit hati pada waktu itu, tapi sakit hati Anda akan cepat hilang begitu Anda berlatih kembali. Tapi sakit hati karena penyesalan Anda hari ini tidak pernah bisa hilang selama-lamanya.”

Kisah Seseorang Yang Menembus Malam Demi Rp. 10.000

Motor yang saya tumpangi merambat pelan di tepi jalan Pasar Ciputat, Tangerang, Banten. Waktu menunjukkan hampir pukul dua belas malam ketika sorot lampu motor saya menembak seraut wajah mematung berdiri hanya beberapa meter di depan. Matanya terpejam, padahal ia dalam keadaan berdiri, sementara di pundaknya menyangkut sehelai tali yang tersambung ke sebuah kotak seukuran kardus air mineral.

Yanto nama pemuda itu, ia salah satu dari belasan penjual rokok ketengan di Pasar Ciputat. Beberapa detik kemudian, tak sengaja jari tangan kiri ini menekan klakson motor, dan... Yanto pun terkaget. Saya merasa bersalah telah membangunkannya dari 'mimpi'. Boleh jadi, saat tertidur dalam keadaan berdiri itu ia tengah bermimpi melayani serbuan pembeli rokok hingga barang dagangannya malam itu habis terjual. Atau bahkan, ia sedang menikmati indahnya menjadi juragan rokok di kampungnya. Tetapi bunyi klakson saya barusan membuyarkan mimpi indahnya.

“Maaf mas,…” Saya jadi kikuk sendirian merasa bersalah telah mengagetkannya. Akhirnya saya menghampirinya untuk membeli beberapa butir permen.
“Rokoknya nggak mas?” tanya Yanto berharap.
Saya harus meminta maaf untuk kedua kali lantaran memupuskan harapannya, lantaran saya tidak merokok.  
“Kalau permen untungnya kecil pak, lagi pula permen ya cuma pelengkap saja. Siapa tahu ketemu pelanggan seperti bapak yang tidak merokok,” jelasnya.

Saya tertarik dengan keterangannya tentang ‘untung yang kecil’ dari jualan permen. Tapi bukan untung permen yang saya tanya, melainkan untung dari jualan rokoknya. “Seribu, paling besar seribu lima ratus untuk sebungkus rokok,” terangnya.
Padahal, sering terlihat para pedagang rokok ketengan itu menjual rokoknya tidak bungkusan, melainkan ketengan lantaran pembeli rokok mereka pun bukan dari kalangan menengah ke atas. Pelanggannya biasanya membeli rokok satu atau dua batang saja, dan tak jarang untuk meladeni pembeli dua batang rokok itu harus sambil berlari mengejar angkot atau bis yang melaju.

Pernah satu kali saya melihat seorang pedagang rokok terjatuh saat mengejar angkutan umum, padahal ia hanya melayani seorang pelanggan yang hanya membeli sebatang rokok.
Berapa sih untungnya?
Kalau sebungkus rokok isi 24 hanya seribu rupiah, berapa untung dari sebatang rokok?
Itu harus dibayar mahal tatkala ia tersungkur di jalan raya, hingga semua rokok dagangannya berantakan. Sebagian masih diselamatkan, tapi jauh lebih banyak yang patah dan tak bisa terjual lagi.

Yanto, seorang pedagang rokok ketengan di pinggir jalan kecewa karena saya hanya membeli permen lantaran untung yang didapat dari menjual permen itu kecil. Jika demikian asumsinya menjual rokok itu untungnya besar. Tetapi nyatanya, ‘besar’ yang dimaksud hanyalah seribu atau seribu lima ratus rupiah untuk sebungkus rokok?

“Berapa bungkus rokok terjual setiap malam?” 

Yanto sumringah, senyumnya tak menampakkan satu pun masalah dengan jumlah rokok yang berhasil dijualnya setiap malam. “Alhamdulillah pak, sekitar sepuluh sampai lima belas bungkus”, kembali ia menutup kalimatnya dengan senyum.

Seketika hati ini berteriak keras, “Hey, dia begitu bahagia!”, padahal hanya sekitar sepuluh ribu atau dua puluh ribu yang dibawanya pulang untuk makan anak dan isterinya. Tetapi aura kesyukuran atas rezeki yang didapatkan hari itu yang membuatnya tetap tersenyum. Bandingkan dengan kita, kadang masih terkecut setiap kali menerima transferan gaji di rekening dan berujar, “Gaji segini, mana cukup?” 

Yanto dan belasan pedagang rokok ketengan lainnya, setia menemani malam hingga pagi menjelang, hanya untuk mendapatkan sepuluh ribu rupiah. Namun wajah dan senyumnya menyiratkan rasa syukur yang tak bertepi atas nikmat dan rezeki yang masih bisa didapatnya.

Ternyata benar, kebahagiaan tak mengenal status. Sebab kebahagiaan bukan terletak pada apa yang dimiliki seseorang, melainkan tertanam jauh di dalam hati orang-orang yang senantiasa bersyukur atas yang diperolehnya.

Kisah Hikmah " Nikmatilah Hidupmu..!! "

Niccolo Paganini, seorang pemain biola yang terkenaldi abad 19, memainkan konser untuk para pemujanya yangmemenuhi ruangan. Dia bermain biola dengan diiringi orkestra penuh.

Tiba-tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin mulai membasahi dahinya tapi dia meneruskan memainkan lagunya. Kejadian yang sangat mengejutkan senar biolanya yang lain pun putus satu persatu hanya meninggalkan satu senar, tetapi dia tetap main. Ketika para penonton melihat dia hanya memiliki satu senar dan tetap bermain, mereka berdiri dan berteriak, “Hebat, hebat.”

Setelah tepuk tangan riuh memujanya, Paganini menyuruh mereka untuk duduk. Mereka menyadari tidak mungkin Paganini dapat bermain dengan satu senar. Paganini memberi hormat pada para penonton dan memberi isyarat pada dirigen orkestra untuk meneruskan bagian akhir dari lagunya itu.

Dengan mata berbinar dia berteriak, “Peganini dengan satu senar.” Dia menaruh biolanya di dagunya dan memulai memainkan bagian akhir dari lagunya tersebut dengan indahnya. Penonton sangat terkejut dan kagum pada kejadian ini.

~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~ ~~~

Hidup kita dipenuhi oleh persoalan, kekhawatiran, kekecewaan dan semua hal yang tidak baik. 
Secara jujur, kita seringkali mencurahkan terlalu banyak waktu mengkonsentrasikan pada senar kita yang putus dan segala sesuatu yang tidak dapat kita ubah. 

Apakah anda masih memikirkan senar-senar Anda yang putus dalam hidup Anda? 
Apakah senar terakhir nadanya tidak indah lagi? 

Jika demikian, saya ingin menganjurkan jangan melihat ke belakang, 
Majulah terus, 
Mainkan senar satu-satunya itu. 
Mainkanlah itu dengan indahnya. 
Dan nikmati melodinya.

*******************************************************************************

MEMBANGUN SIKAP MENTAL PANTANG MENYERAH

1. Kalau Anda mempunyai kecenderungan mudah menyerah, maka langkah pertama pertama yang paling penting adalah mengakui kelemahannya itu. Dengan menyadarinya , Anda akan lebih siap untuk memperbaikinya.

2. motivasikanlah diri Anda untuk mengembangkan sikap pantang menyerah. Sikap ini diperlukan untuk meraih keberhasilan dalam hidup. Perhatikanlah artis, atlit, karyawan dapat menajak kariernya karena berprestasi, mereka umumnya memperjuangkan apa yang ingin diraihnya dengan daya dan upaya yang optimal. Sebaliknya , orang-orang yang mudah menyerah , frustasi dan mudah putus asa adalah orang-orang yang gagal.

3. Berpikirlah bahwa Anda bisa dan akan berhasil meraih apa yang Anda inginkan. Keyakinan ini akan membuat Anda lebih efektif dibandingkan bila Anda terlalu mengantisipasi kemungkinan buruk. Menurut para ahli, orang yang optimis mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil dibanding orang yang pesimis.
Mengapa ?
Karena keyakinan yang positif akan mempengaruhi mental dan fisik secar signifikan untuk mendapatkan apa yang di yakininya.

4. Arahkan mata Anda pada tujuan , bukan pada hambatan . Bila Anda memandang pada tujuan , maka hambatan tidak akan menakutkan. Tapi sebaliknya , bila Anda terfokus pada hambatan , Anda akan mudah kehabisan daya juang.

5. Beranilah mengambil resiko namun dengan perhitungan yang mantap , Hadapi dan alamilah pengalaman dan petualangan baru. Keberanian yang benar bukan berarti seperti orang yang terjun bebas ke jurang, tapi seperti orang yang menuruninya setahap demi setahap dengan persiapan yang matang.Kalau Anda tidak berani mengambil resiko , tentu saja Anda berada pada tempat yang aman , namun Anda tidak akan berkembang.

6. Hadapilah semua tantangan dengan penuh keberanian .Anggaplah tantangan sebagai “Sparring Pathner” yang akan membuat Anda semakin kuat , bukan sebagai raksasa yang menelan Anda. Semakin banyak tantangan , semakin berani menghadapinya, maka semakin terbentuk karakter yang kuat.

7. Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa Anda tidak akan berhasil bila pada usaha Anda mengalami kegagalan. Belajarlah dari kegagalan itu agar didapat gambaran yang lebih baik lagi.

8. Teruslah berusaha, terkamlah segala kesempatan yang ada , karena kesempatan itu tak datang untuk kedua kalinya !, tidak ada pendobrak kegagalan yang sekuat nilai “kegigihan” . Ingatlah filsofi air yang bisa melubangi batu dengan tetesan yang terus terus-menerus.

9. Imbangi kegigihan Anda dengan pemikiran yang kreatif. Bila perjalanan Anda terhalang oleh batu cadas , Anda tidak perlu membenturkan kepala Anda untuk membuktikan bahwa Anda pantang Menyerah. Berhentilah sejenak dan pikirkanlah bagaiman cara mengatasinya. Carilah jalur alternatif !

10. Jangan terpengaruh oleh kegagalan orang lain, tapi biarlah keberhasilan orang lain memotivasi kita. Belajarlah dari kegagalan dan kesalahan orang lain tanpa harus mengalaminya sendiri. Dengan cara itu Anda menghemat banyak sekali waktu dan energi Anda yang sangat berharga.

Kisah Penantian Selama 14 Tahun

Dadang, 33 tahun, seorang buruh pabrik di Bandung, Jawa Barat. Sebagai buruh pabrik hanya hanya lulusan SLTA, gaji yang diterimanya pun pas-pasan. “Hanya bertahan di sepekan pertama setelah gajian,” terangnya tentang seberapa cukup gaji yang diterimanya untuk menopang hidup.
Hari-hari selanjutnya setelah pekan pertama itu, ia jalani dengan penuh keprihatinan. Beruntung ia masih memiliki sepeda untuk ke tempat kerjanya, sementara isterinya mencari penghasilan tambahan dengan mencuci pakaian tetangganya.

Namun, keterbatasan dan kekurangan tak pernah menyurutkan niatnya untuk bisa berqurban. “Malu saya jika setiap tahun hanya menjadi penerima daging qurban. Saya kira jauh lebih nikmat jika kita sendiri yang berqurban,” semangatnya tak pernah padam jika bicara tentang dua impiannya, berqurban dan pergi ke tanah suci.
Tetapi menurutnya, tahap pertama dan yang paling mungkin ia lakukan adalah berqurban.

Ternyata, berqurban bagi seorang Dadang bukanlah hal mudah. Tahun 1991, ketika baru lulus SLTA dan mendapatkan pekerjaan, ia langsung bertekad, “Saya ingin berhaji suatu saat, semoga cita-cita yang terkabul,” sembari menambahkan, target pertama sebelum berhaji adalah membeli seekor kambing untuk diqurbankan.
Saat itu ia belum menikah dan masih tinggal bersama orang tuanya. Sebagai anak pertama dari empat bersaudara, ia merasa berkewajiban untuk membantu meringankan beban orangtuanya dengan memberi sebagian penghasilannya untuk biaya sekolah adik-adiknya. “Gaji saya waktu itu cuma dua ratusan ribu, sebagian untuk biaya sekolah adik, sebagian lainnya disimpan untuk pegangan”. 

Lima ribu rupiah, nilai yang bisa ditabungnya setiap bulan untuk meraih impiannya berqurban. “Tidak peduli perlu waktu berapa tahun untuk bisa terkumpul uang seharga seekor kambing, yang penting tekad saya harus seratus persen,” tegasnya bersemangat.
Tentang tekadnya ini, ia tak pernah berkompromi untuk urusan dan kebutuhan apa pun, yang pasti lima ribu rupiah harus ditabung setiap bulannya.

Tekad seratus persen memang semestinya tak boleh terkalahkan oleh apa pun. Empat tahun bekerja mengumpulkan uang antara lima sampai sepuluh ribu setiap bulannya, Dadang mengantongi cukup uang untuk membeli seekor kambing untuk berqurban. Bahkan keinginannya untuk melanjutkan sekolah di tahun 1995 ia redam demi seekor hewan qurban. Pekan ketiga di bulan Ramadhan 1416 H, berbinar mata Dadang menerima Tunjangan Hari Raya (THR). Bukan karena ia bisa membeli baju baru, tetapi karena ia merasa punya tambahan untuk membeli seekor kambing untuk qurban di hari raya Idul Adha.

Tetapi di tahun itu juga, saat wajahnya berseri menjelang terwujudnya impian untuk berqurban, Dadang harus ikhlas merelakan uang untuk membeli seekor kambing dipakai untuk biaya masuk sekolah adiknya. “Saya ikhlas. Pasti Allah yang mengatur semua ini, dan saya percaya masih ada kesempatan saya di tahun-tahun depan,” sebuah pemelajaran berharga tentang makna berqurban sesungguhnya.

Dadang tak putus asa. Ia kembali merajut hari, menghitung penghasilannya sebagai buruh pabrik serta menyisihkan sebagian kecil untuk ditabung. “Untuk hewan qurban impian saya,” jelasnya.
Setelah sekitar tiga tahun menabung, cobaan atas tekadnya itu kembali datang, kali ini cobaannya berupa keinginan Dadang untuk menikah. “Usia saya sudah pantas untuk menikah, lagi pula sudah ada calonnya. Saya tidak ingin berlama-lama punya hubungan tanpa status, takut dosa,”
lagi-lagi uang tabungannya terpakai untuk menikah. Saat itu, Dadang sedikit berkilah, “Toh sama-sama ibadah”. 

Hari-hari setelah menikah dibayangkan Dadang akan semakin mudah baginya untuk menabung demi hewan qurban impiannya. Sebab, pikir Dadang, kini ia tak sendirian menabung. Ia bisa mengajak isterinya yang juga bekerja untuk ikut menabung agar di tahun depan bisa membeli hewan qurban.

Konon, kenyataan hidup tak pernah seindah mimpi. Begitu pula yang dialami Dadang selama bertahun-tahun mengarungi bahtera rumah tangga bersama isterinya, Yenni. Terlebih setelah melahirkan putra pertama mereka satu tahun setelah menikah, Yenni tak lagi bekerja. Dadang pun harus sendirian membanting tulang menafkahi keluarga, belum lagi permintaan orang tuanya untuk ikut membantu biaya pendidikan adik bungsunya. Tetapi dalam keadaan seperti itu, Dadang selalu teringat niatnya beberapa tahun lalu untuk bisa berqurban. “Semoga tak hanya tinggal impian, saya masih bertekad mewujudkannya,” kalimat ini menutup lamunannya.

Meski sedikit, ia paksakan diri untuk terus menabung. Kadang, tabungan yang terkumpul terganggu oleh kebutuhan dapur atau susu si kecil. Kebutuhannya bertambah besar, dengan bertambahnya anggota keluarga di rumah Dadang. Dengan dua anak, si sulung butuh biaya sekolah, sedangkan si kecil perlu susu dan makanan bergizi, nampaknya Dadang harus mengubur dalam-dalam mimpinya untuk berqurban, apalagi pergi haji ke tanah suci.

Dadang, lelaki berbadan kurus itu tetap menggenggam tekad berqurbannya dalam genggamannya. Ia tak pernah melepaskan dan membiarkan mimpinya terbang tak berwujud. Setelah empat belas tahun menunggu, tahun 1426 H, impiannya untuk berqurban terwujud sudah. Sebuah perjuangan maha berat selama bertahun-tahun yang dilewatinya terasa begitu ringan setelah ia melunasi mimpinya menyembelih hewan qurbannya dengan tangannya sendiri.

Cermin kepuasan tersirat di wajahnya. Empat belas tahun, waktu yang takkan pernah dilupakan sepanjang hidupnya untuk sebuah mimpi. “Target saya berikutnya adalah berhaji, entah berapa lama waktu saya untuk mewujudkannya. Saya tak peduli,” ujarnya sambil tersenyum.

*****************************************************************************

Bagaimana dengan kita saat ini ?
Seberapa beratkah perjuangan dan pengorbanan kita untuk melakukan sesuatu kebaikan ?

Mulailah Dari Diri Sendiri..!!!

“Berusahalah untuk selalu menjadi pihak pertama yang menunjukkan cinta dan perhatian Anda kepada orang lain. 
Jangan menuntut perhatian dan cinta mereka untuk diperlihatkan lebih dahulu. 
Itulah satu-satunya cara yang saya ketahui untuk ke luar dari kegelapan hidup”,
demikian dikatakan Ny.Eunice Chew (52 tahun), salah satu finalis pemilihan ibu teladan se-Singapura tahun lalu.

Diadopsi oleh pasangan Teochew yang kaya-raya dan sudah memiliki seorang putra tapi masih ingin punya anak perempuan, maka masa kanak-kanak Chew dipenuhi kemewahan. Liburan keluarga sering dilewatkan di luar negeri.

Pasangan Teochew menyayangi putrinya dengan cara mereka. Menurut cerita Chew, mereka adalah produk pendidikan kuno yang tidak mengenal pelukan kepada anak-anak untuk meyakinkan mereka dari waktu ke waktu bahwa orangtua menyayangi anak-anak.

Akibatnya, Chew tumbuh menjadi wanita yang haus kasih sayang. Ia menikah pada usia 17 tahun dengan seorang pegawai transportasi yang bangkrut. Dari pria itu diharapkannya akan datang kasih sayang yang dicarinya.

Ternyata ia menikah dengan pria yang suka menyiksa istri. Perkawinan itu bertahan lima tahun, dikaruniai dua anak. Tak lama setelah bercerai, ayah angkat Chew wafat karena sakit. Pembagian warisan menimbulkan pertikaian di dalam keluarga besar Teochew. Akhirnya Chew ternyata tidak kebagian apa-apa selain kewajiban mengurusi ibu angkatnya yang sudah buta dan lumpuh. Chew menjual susu coklat Milo untuk menyambung hidupnya.

“Ini pengalaman pertama saya harus bekerja mencari uang. Setiap malam saya menangis karena tidak mengerti berbisnis. Apa yang harus dikatakan dan bagaimana mengatakannya? ,” kata Chew dalam wawancara kepada harian Singapura The Straits Times.

Ia bertahan dua tahun di pekerjaan itu. “Bagaimanapun susahnya saya mendapatkan uang, saya selalu memastikan bahwa ibu mendapat ayam goreng dan ikan setiap hari. Dia memang buta dan lumpuh, tetapi dia membantu saya mengurus anak-anak sehingga saya bisa bekerja mencari uang,” katanya.

Ia kemudian ganti pekerjaan, menjadi koki sebuah toko makanan. Sekitar dua tahun kemudian ganti lagi menjadi penjual pakaian. Setiap hari ia membopong empat kantong penuh berisi baju untuk dijual. Tentu saja dengan menumpang kendaraan umum.

Pada waktu bersamaan, ia menambah pekerjaannya dengan dua hal lain, yaitu menjadi makelar rumah dan mobil bekas, serta memanfaatkan bakatnya di bidang seni. Setiap malam Chew mendesain beberapa pola kain untuk sebuah perusahaan garmen di Jepang. Lumayan pendapatannya. Tapi akhir 1970-an, pasar retail tekstil melemah, Chew beralih menjadi pelayan restoran.

Beberapa lama kemudian meningkat jadi pimpinan pelayan dan kemudian menjadi manajer untuk bidang seni.

“Ketika itu saya mulai sering terbang ke luar negeri untuk bernegosiasi dengan artis-artis terkenal agar mereka tampil di restoran saya. Sementara itu, saya tetap meneruskan pekerjaan sambilan yang dulu, yaitu menjual rumah dan mobil,
baik yang baru maupun bekas pakai.”

Chew kemudian berhasil mengumpulkan uang cukup banyak untuk mendirikan bisnis sendiri di bidang perlengkapan mode, tetapi dua asistennya kemudian membawa pergi semua tabungannya.

“Ketika itu saya sedang sangat membutuhkan uang karena ibu berkali- kali masuk-ke luar rumah sakit. Hidup saya yang tadinya sudah enak, harus mulai dibangun lagi dari nol. 
Betapa bodohnya saya mempercayai mereka dengan uang sedemikian banyak,” kata Chew.

Sempat terlintas pikiran untuk bunuh diri, tetapi bagaimana nasib anak-anak kelak?
“Saya bersyukur memiliki teman-teman yang memberi dukungan moral dan bahkan meminjamkan uang. Atas bantuan mereka, saya berhasil melewati kesulitan.” 

Chew sekarang memiliki penghasilan besar dari merawat orang-orang Indonesia yang berduit, yang sedang dirawat di Singapura karena baru melahirkan atau sedang terbaring di rumah sakit. Ia juga menjalankan bisnis yang amat menguntungkan juga, yaitu membuat dan menjual tonik tradisional Tiongkok.

Chew menambah kegiatannya dengan menjadi konsultan tanpa bayaran bagi kaum istri yang menderita karena suaminya tidak setia, dan bagi orang-orang yang lama menderita sakit, atau berpenyakit tak tersembuhkan.

“Hidup telah mengajarkan saya bahwa selalu ada jalan ke luar dari setiap kesulitan. Pasti ada solusi yang masuk akal,” kata Chew.
“Yang Anda butuhkan adalah waktu untuk menenangkan diri, mengatasi gejolak emosi, dan melangkah setapak demi setapak.” 

Ia menyarankan kepada mereka yang menghadapi kesulitan, agar menulis daftar kesulitan itu pada sehelai kertas. Kemudian bacalah apa yang ditulis itu, dan tanyakan pada diri sendiri,
‘Apa hal terkecil yang dapat saya lakukan hari ini untuk mengatasi kesulitan itu?’ 

“Gelindingkan batu-batu karang yang kecil dari hidup Anda, sampai akhirnya Anda punya kekuatan untuk mendorong batu karang yang besar. 
Saya melihat orang-orang yang sakit berusaha keras untuk bisa hidup. 
Dunia ini berubah terus sepanjang waktu. Anda tidak tahu apa yang akan terjadi besok. 
Maka jangan sakiti hati siapapun. 
Selalu pertimbangkan perasaan orang lain terlebih dahulu, bukan perasaan Anda sendiri. 
Kita memang cenderung untuk melihat sisi buruk orang lain, walaupun karakter mereka mungkin 99 persennya baik, hanya satu persen yang buruk. 
Mengapa tidak bersabar dengan memberikan mereka waktu untuk menunjukkan yang 99 persen itu? 
Di pagi hari, Anda dapat membuatkan minuman panas untuk keluarga Anda, dan duduk menemani mereka beberapa menit, kemudian memeluk dan menciumi mereka sebelum semuanya pergi ke tempat kerja atau ke sekolah. 
Sekitar 10 menit sebelum tidur malam setiap hari, berkumpullah bersama keluarga untuk berbagi cerita mengenai peristiwa sepanjang hari tadi,” demikian Ny.Chew.

Jika Berdebu,,BASUHLAH...!!

Perjalanan ke kantor dari rumah, sebenarnya hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja. Tetapi beberapa menit itu mampu membuat wajah ini berdebu dan lumayan kotor. Debu yang dihempas angin, atau asap knalpot yang tak ramah menempel di wajah dan tubuh. Sehingga mau tak mau ada aktivitas rutin ketika tiba di kantor, yakni mencuci wajah.

Ya, tidak betah rasanya bekerja dengan wajah kusam dan berdebu. Begitu pun setelah makan siang di luar kantor. Meski sebelum makan siang wajah ini sudah terbasuh oleh air wudhu, namun terasa kotor lagi setelah keluar kantor. Maka, wajah pun harus dibasuh lagi sebelum melanjutkan aktivitas kantor. Begitu seterusnya setiap kali keluar kantor, tetap saja merasa ada debu-debu yang melekat di wajah.

Bahkan pernah sesekali, saking kotornya setelah perjalanan jauh dan setibanya di kantor langsung mandi. Ini lantaran tak hanya debu yang melekat di wajah, sesaat setelah cium sisi kiri kanan tubuh, wuihh… bau matahari! Jadilah saat itu juga menyegarkan diri dengan mandi.

Meski sudah mandi di kantor. Nanti setibanya di rumah, biasanya tetap mandi lagi. Maklum perjalanan dari kantor hingga ke rumah pasti membawa debu dan aroma jalan raya yang tak semestinya ikut bersemayam di tempat tidur. Bercengkerama dengan anak-anak dan isteri di rumah pun pasti tak nyaman bila tubuh ini masih kotor. Setelah segar, keluarga pun tak ragu untuk memeluk dan mencium. Jelas, karena aroma jalan raya sudah luntur terbasuh air segar.

Begitulah sehari-hari, selalu tak nyaman bila wajah ini berdebu. Selalu dan melulu berusaha untuk membersihkannya agar nampak segar dan berseri. Wajah yang bersih, selain sedap dipandang juga menyenangkan.

*******************************************************************************

Kalau lah kita sering merasa terganggu dengan debu yang kerap menempel di wajah, kotoran yang melekat di tubuh, serta aroma jalanan yang hinggap menyertai. Sehingga merasa perlu untuk membasuhnya dengan air yang segar. Bahkan jika merasa terlalu kotor, tak cukup hanya membasuh wajah, kita pun segera mandi untuk menghilangkan semua noda di tubuh. Hal ini setiap hari dan setiap kali kita kerjakan, dan telah menjadi kebiasaan.

Jika demikian, semestinya perasaan tak nyaman seperti ini kita terapkan pula berkenaan dengan noda lain yang tak nampak. Wajah kita memang tak kusam terkena noda ini, tubuh pun tak terlihat kotor karena orang lain memang tak akan melihatnya. Lantaran hati ini yang sering ternoda, dan hanya kita yang bisa melihat dan merasainya. Sudahkah kita terus menerus membasuhnya? Atau jika terlalu pekat noda itu, tentu tak cukup hanya membasuh. Kita perlu air yang lebih banyak untuk membersihkannya.

Ini nasihat untuk diri pribadi, agar selalu ingat untuk membasuh hati tatkala ternoda. Seingat ketika wajah ini tak nyaman setiap kali banyak debu melekat.

Kisah Seekor Anak Anjing

Seekor anak anjing yang kecil mungil sedang berjalan-jalan di ladang pemiliknya.
Ketika dia mendekati kandang kuda, dia mendengar binatang besar itu
memanggilnya.
Kata kuda itu : “Kamu pasti masih baru di sini, cepat atau lambat kamu akan mengetahui kalau pemilik ladang ini mencintai saya lebih dari binatang lainnya, sebab saya bisa mengangkut banyak barang untuknya, saya kira binatang sekecil kamu tidak akan bernilai sama sekali baginya”, ujarnya dengan sinis.

Anjing kecil itu menundukkan kepalanya dan pergi, lalu dia mendengar seekor sapi
di kandang sebelah berkata : “Saya adalah binatang yang paling terhormat disini, sebab nyonya di sini membuat keju dan mentega dari susu saya. Kamu tentu tidak berguna bagi keluarga di sini”, dengan nada mencemooh.

Teriak seekor domba : “Hai sapi, kedudukanmu tidak lebih tinggi dari saya, saya memberi mantel bulu kepada pemilik ladang ini. Saya memberi kehangatan kepada seluruh keluarga. Tapi omonganmu soal anjing kecil itu, kayanya kamu memang benar. Dia sama sekali tidak ada manfaatnya di sini.” 

Satu demi satu binatang di situ ikut serta dalam percakapan itu, sambil menceritakan betapa tingginya kedudukan mereka di ladang itu. Ayam pun berkata bagaimana dia telah memberikan telur, kucing bangga bagaimana dia telah
mengenyahkan tikus-tikus pengerat dari ladang itu. Semua binatang sepakat kalau si anjing kecil itu adalah mahluk tak berguna dan tidak sanggup memberikan kontribusi apapun kepada keluarga itu.

Terpukul oleh kecaman binatang-binatang lain, anjing kecil itu pergi ke tempat sepi dan mulai menangis menyesali nasibnya, sedih rasanya sudah yatim piatu, dianggap tak berguna, disingkirkan dari pergaulan lagi…..

Ada seekor anjing tua di situ mendengar tangisan tersebut, lalu menyimak keluh kesah si anjing kecil itu. “Saya tidak dapat memberikan pelayanan kepada keluarga disini, sayalah hewan yang paling tidak berguna disini.” 

Kata anjing tua itu : “Memang benar bahwa kamu terlalu kecil untuk menarik pedati, kamu tidak bisa memberikan telur, susu ataupun bulu, tetapi bodoh sekali jika kamu menangisi sesuatu yang tidak bisa kamu lakukan. Kamu harus menggunakan kemampuan yang diberikan oleh Sang Pencipta untuk membawa kegembiraan.” 

Malam itu ketika pemilik ladang baru pulang dan tampak amat lelah karena perjalanan jauh di panas terik matahari, anjing kecil itu lari menghampirinya, menjilat kakinya dan melompat ke pelukannya. Sambil menjatuhkan diri ke tanah, pemilik ladang dan anjing kecil itu berguling-guling di rumput disertai tawa ria.

Akhirnya pemilik ladang itu memeluk dia erat-erat dan mengelus-elus kepalanya, seraya berkata : “Meskipun saya pulang dalam keadaan letih, tapi rasanya semua jadi sirna, bila kau menyambutku semesra ini, kamu sungguh yang paling berharga di antara semua binatang di ladang ini, kecil kecil kamu telah mengerti artinya kasih………” 

Jangan sedih karena kamu tidak dapat melakukan sesuatu seperti orang lain karena memang tidak memiliki kemampuan untuk itu, tetapi apa yang kamu dapat lakukan, lakukanlah itu dengan sebaik-baiknya….. 

“jangan sombong jika kamu merasa banyak melakukan beberapa hal pada orang lain, karena orang yang tinggi hati akan direndahkan dan orang yang rendah hati akan ditinggikan. 

“Kasih Sayang Adalah Hal yang dibutuhkan oleh semua Insan, Maka berikan Kasih sayang untuk Semua yang telah menemani kita, Maka anda akan memanen sebuah kebahagiaan”