Selasa, 22 Januari 2013

Maka Nikmatilah, Karena Ini Pun Akan Berlalu

Saat di depanmu terhidang nasi sayur tahu tempe, mengapa mesti sibuk berandai-andai dapat makan ikan, daging atau ayam ala resto? 
Padahal kalau saja kau nikmati apa yang ada tanpa berkesah, pastilah rasanya tak jauh beda. Karena enak atau tidaknya makanan lebih tergantung kepada rasa lapar dan mau tidaknya kita menerima apa yang ada. 
Maka nikmatilah, karena jika engkau terus mengharap makanan yang lebih enak, makanan yang ada di depanmu akan basi, padahal belum tentu besok engkau akan mendapatkan yang lebih baik daripada hari ini.

Saat engkau menemui udara pagi ini cerah, langit hari ini biru indah, mengapa sibuk mencemaskan hujan yang tak kunjung datang? 
Padahal kalau saja kau nikmati adanya tanpa kesah, pastilah kau dapat mengerjakan begitu banyak kegiatan dengan penuh kegembiraan. 
Maka nikmatilah, jangan malah resah memikirkan hujan yang tak kunjung tumpah. Karena jika kau tak menikmatinya, maka saat tiba masanya hujan menggenangi tanahmu, kau pun kan kembali resah memikirkan kapan hujan berhenti.

Percayalah, semua ini akan berlalu, maka mengapa harus memikirkan sesuatu yang tak ada, namun suatu saat pasti akan hadir jua? 
Sedang hal itu hanya akan membuat kita kehilangan keindahan hari ini karena mencemaskan sesuatu yang belum pasti.

Saat engkau memiliki sebuah pekerjaan dan mendapatkan penghasilan, meski tak sesuai dengan yang kau inginkan, mengapa mesti kesal dan membayangkan pekerjaan ideal yang jauh dari jangkauan? 
Padahal kalau saja kau nikmati apa yang kau miliki, tentu akan lebih mudah menjalani. 
Maka nikmatilah, karena bisa jadi saat kau dapatkan apa yang kau inginkan, ternyata tak seindah yang kau bayangkan. 
Maka nikmatilah, karena bisa jadi saat sudah kau lepaskan, kau akan menyesal, ternyata begitu banyak kebaikan yang tidak kau lihat sebelumnya. Ternyata begitu banyak keindahan yang terlewat tak kau nikmati.

Maka nikmatilah, dan jangan habiskan waktumu dengan mengeluh dan menginginkan yang tidak ada. 
Maka nikmatilah, karena suatu saat, semua ini pun akan berlalu. 
Maka nikmatilah, jangan sampai kau kehilangan nikmatnya dan hanya mendapatkan getirnya saja. 
Maka nikmatilah dengan bersyukur dan memanfaatkan apa yang kau miliki dengan lebih baik lagi agar besok menjadi sesuatu yang berguna. 
Maka nikmatilah karena ia akan menjadi milikmu apa adanya dan hanya saat ini saja. Sedang besok bisa jadi semua telah berganti.

Jika hari ini engkau menderita, maka nikmatilah, karena ini pun akan berlalu, jangan biarkan dia pergi, kemudian ketika kau harus lebih menderita suatu saat nanti, engkau tidak sanggup menahannya. 
Maka nikmatilah rasa sedihmu, dengan mengenang kesedihan yang lebih dalam yang pernah kau alami. Dengan membayangkan kesedihan yang lebih memar pada hari akhir nanti jika kau tak dapat melewati kesedihan kali ini.

Dengan menemukan penghapus dosa pada musibah yang kau alami kini. 
Maka nikmatilah rasa galaumu, dengan bertafakkur lebih banyak atas permasalahan yang kau hadapi. 
Dengan memikirkan kedewasaan yang kan kau gapai atas resah dan galau itu. 
Dengan kematangan yang akan kau miliki setelah berhasil melewati semua ini. 
Maka nikmatilah rasa marahmu, dengan kemampuan mengendalikan diri. 
Dengan memikirkan penggugur dosa yang kan kau dapatkan. 
Dengan mendapatkan kemenangan atas diri pribadi yang tak semua orang dapat lakukan.

Maka nikmatilah, dengan berpikir positif atas apa pun yang kau jalani, atas apapun yang kau hadapai, atas apapun yang kau terima, karena dengan begitu engkau akan bahagia. 
Maka nikmatilah, karena ini pun akan berlalu jua. 
Maka nikmatilah, karena rasa puas dan syukur atas apa yang telah kita raih akan menghadirkan ketenteraman dan kebahagiaan. 
Sedang ketidak puasan hanya akan melahirkan penderitaan. 
Maka nikmatilah, karena ini pun akan berlalu. 
Maka nikmatilah, agar engkau tidak kehilangan hikmah dan keindahannya, saat segalanya telah tiada. 
Maka nikmatilah, agar tak hanya derita yang tersisa saat semua telah berakhir jua.

Kisah Serba Salah Ayah, Anak dan Seekor Keledai

Alkisah di suatu waktu, ada seorang lelaki yang hendak menjual keledainya ke pasar. Dia mengajak anaknya semata wayang untuk berangkat bersama. Berhubung tempat tinggal mereka jauh letaknya, maka dia menyuruh anaknya untuk naik ke atas keledai tersebut, dan sang ayah berjalan di depan sambil memegang tali kekang.

Selang beberapa lama mereka berpapasan dengan tetangga mereka, seorang penebang kayu yang baru pulang dari hutan. Pria tersebut menyapa mereka dan berbincang-bincang tentang tujuan mereka. Di akhir perbincangan, dia berkata :
“Nak, harusnya kamu sadar diri. Ayahmu kan sudah tua, masa dia yang harus berjalan kaki sementara kamu duduk santai di atas keledai. Dasar anak tidak berbakti!”

Orang tersebut pun berlalu. Sang anak merasa tak enak, kemudian turun dari keledainya dan menganjurkan supaya ayah-nya saja yang duduk di atas keledai dan dia berjalan di depan sambil menuntun memegang tali kekang. Sang ayah setuju.
Beberapa jauh kemudian, mereka berpapasan dengan rombongan pengelana dan kali ini sang ayah mendapat umpatan :
“Orang tua kejam, anaknya disuruh berjalan sementara dia sendiri enak-enakan duduk di atas keledai. Dasar orang tua tidak berperasaan!”

Ayah dan anak itu pun tertegun. Setelah rombongan pengelana itu berlalu, sang ayah pun memutuskan kalau lebih baik mereka berdua naik bersama di atas keledai tersebut. Sang anak pun menurut. Lalu mereka melanjutkan perjalanan dengan harapan tidak akan ada orang lain yang mencela mereka.
Setelah mendekati daerah pasar, mereka melihat seorang ibu yang sedang dalam perjalan pulang dari pasar. Dari kejauhan mereka dapat melihat kalau ibu itu memperhatikan mereka, tetapi sang ibu tidak melontarkan satu kata pun. Merasa kali ini mereka sudah membuat keputusan yang tepat, mereka terus berjalan hingga berpapasan dengan sang ibu. Tiba-tiba ibu itu dengan lantang berkata :
“Eee, kalian benar-benar manusia gak berperi kehewanan. Keledai sudah kecil begitu masih aja dipaksa ngangkut kalian berdua! Heran deh gue???”

Jengkel dengan komentar orang-orang, maka ayah dan anak itupun turun dari keledai, dan mereka berjalan di samping menuntun keledai. Melihat hal itu, orang-orang pun tak hentinya bekomentar lagi :
“Lihatlah, betapa bodohnya mereka. Mereka punya keledai untuk dikendarai, malah mereka hanya menuntun keledainya tidak ditunggangi. Dasar ayah dan anak sama-sama o’on!”

Akhirnya mereka berdua hanya bisa diam.
Kisah ini adalah kiasan, bukankan hal seperti itu sering terjadi dalam kehidupan kita? Memang sulit untuk memuaskan keinginan semua orang karena sering kali selalu salah dimata mereka. Yakinlah akan perbuatan dan tujuan baik yang dilakukan, jangan tergantung pada pandangan dan pendapat orang lain. Jika itu tujuan dan cara yang benar, maka lakukanlah.

Dongeng Motivasi Emas dan Ular

Dahulu kala ada seorang petani miskin yang mesti berjuang keras untuk memajukan kehidupannya. Namun meskipun ia terus bekerja dan berhati-hati dalam melakukan pengeluaran, ia tetap saja tak mampu menyisihkan penghasilannya untuk ditabung, selalu saja pas-pasan.

Suatu malam, dalam tidurnya ia bermimpi ada suara yang berkata: "Jika ada sesuatu di dunia ini yang begitu sulit untuk kamu dapatkan, maka suatu waktu hal itu akan muncul begitu saja di hadapanmu." 
Dan petani ini pun terbangun dari tidurnya. Dia kemudian berharap bahwa ketika ia bangun di suatu pagi, ia akan menemukan harta yang berlimpah di rumahnya sendiri. Dengan begini, tidak diragukan lagi bahwa kekayaan itu memang dimaksudkan untuknya.

Beberapa hari berlalu, ketika ia sedang dalam perjalanan, bajunya tersangkut pada semak-semak berduri yang tumbuh di sekitar ladang, Tak ingin kejadian yang sama terulang, dia pun bermaksud membabat habis semak belukar itu. Namun ketika ia mencabut akar dari semak itu, di bawahnya ia menemukan sebuah kendi. Dibukanya tutup kendi itu, dan alangkah kagetnya si petani ketika mengetahui bahwa di dalam berisi begitu banyak kepingan emas. Pada mulanya hati petani miskin ini berteriak girang, namun setelah beberapa menit berpikir, ia kemudian berkata: "Oh aku memang ingin sekali menjadi kaya. Tapi aku telah meminta agar harta itu muncul di gubuk kecilku, akan tetapi aku justru menemukannya di ladang ini. Oleh karenanya aku takkan mengambil kendi ini berisi emas. Kendi ini tidak ditakdirkan untukku."

Lalu petani itu pun meninggalkan kendi di tempat ia menemukannya dan kembali berjalan pulang. Sesampainya di rumah ia pun menceritakan penemuannya kepada istrinya. Istrinya pun marah besar atas kebodohan sang suami meninggalkan harta itu di ladang. Dan ketika si petani tidur, istrinya pun pergi ke rumah tetangga dan mengatakan segalanya. "suami saya yang begitu bodohnya justru meninggalkan harta itu di ladang dan bukan membawanya pulang. Pergi dan ambillah harta itu untukmu dan bagilah denganku."

Tetangga itu pun sangat senang dengan saran ini, dan tak menunggu lama ia pun menuju ke tempat yang dimaksud oleh istri petani. Di sibaknya semak-semak belukar, dan ia memang menemukan kendi itu masih berada disana. Diangkatnya dan ditengoknya ke dalam kendi itu. Namun alangkah panik dan marahnya ia ketika melihat bahwa kendi itu ternyata tidak berisikan kepingan emas seperti yang diceritakan oleh istri petani melainkan penuh dengan ular berbisa.

"Perempuan licik. Dia pasti hendak menjebakku. Dia berharap aku memasukkan tanganku ke dalam hingga aku digigit dan mati keracunan oleh bisa ular." pikirnya marah.

Jadi ia pun kembali menutup kendi itu dan membawanya pulang. Dan pada saat tengah malam tiba, dengan diam-diam dia mendatangi rumah petani miskin tetangganya. Dia melihat sebuah jendela yang terbuka. Dengan sigap dipanjatnya. Dikeluarkannya ular-ular berbisa itu dari dalam kendi, dan ia pun kembali pulang.

Ketika fajar tiba, petani miskin yang pertama kali menemukan kendi tersebut, bangun untuk memulai hari. Ketika ia berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air, dilihatnya setumpuk koin emas berhamburan di bawah jendela rumahnya. Dalam hati ia mengucap rasa syukur sembari berkata: "Akhirnya aku bisa menerima kekayaan ini, mengetahui bahwa mereka pasti ditujukan untukku, karena mereka muncul di rumahku sendiri, seperti yang aku harapkan!"

***

Pelajaran apa yang dapat kita petik dari cerita dongeng diatas?
Tentu saja bukan tentang mimpi si petani dimana harta itu tiba-tiba akan datang dengan sendirinya.
Tidak bukan itu....!!

Tapi pelajaran tentang bagaimana kita ini manusia haruslah pandai-pandai dalam melihat dan mencermati sebuah kesempatan yang ada.
Namun telaahlah saat kita mengambil kesempatan itu sendiri, jangan sampai apa yang kita ambil itu merupakan hak milik orang lain.
Seperti misalnya si petani miskin yang menolak mengambil kendi berisi emas saat ia menemukannya di ladang.
Dia dapat melihat itu memang merupakan sebuah kesempatan, tapi dia merasa kesempatan itu memang belum diperuntukkan untuknya.
Dia menemukan emas itu di ladangnya, bisa saja emas itu milik orang lain.

Memang ada sebuah pepatah 'siapa cepat dia yang dapat', tapi apakah anda bisa hidup bahagia dengan bersenang-senang di atas derita orang lain?

Namun pada saat kesempatan itu telah datang, dan anda yakin kesempatan itu memang diperuntukkan untuk anda, maka jangan tunggu lagi.
Segera raihlah kesempatan itu...!!

Oleh karenanya, selalu bukalah mata anda.
Tengoklah sekeliling anda, kesempatan itu mungkin kini ada di depan anda hanya saja anda kurang melihatnya

Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab (1115-1206H/1701-1793M)

Nama Lengkapnya

BELIAU adalah Syeikh al-Islam al-Imam Muhammad bin 'Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi.

Tempat dan Tarikh Lahirnya

Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 Masehi) di kampung 'Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang.
Beliau meninggal dunia pada 29 Syawal 1206 H (1793 M) dalam usia 92 tahun, setelah mengabdikan diri selama lebih 46 tahun dalam memangku jabatan sebagai menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi .

Pendidikan dan Pengalamannya

Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab berkembang dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah ketua jabatan agama setempat. Sedangkan datuknya adalah seorang Qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama. Oleh kerana itu, kita tidaklah heran apabila kelak beliau juga menjadi seorang ulama besar seperti datuknya.
Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dan ditempa jiwanya dengan pendidikan agama, yang diajar sendiri oleh ayahnya, Tuan Syeikh 'Abdul Wahab.
Sejak kecil lagi Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab sudah kelihatan tanda-tanda kecerdasannya. Beliau tidak suka membuang masa dengan sia-sia seperti kebiasaan tingkah laku kebanyakan kanak-kanak lain yang sebaya dengannya.
Berkat bimbingan kedua ibu bapaknya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab telah berjaya menghafal Al-Qur'an 30 juz sebelum berusia sepuluh tahun.
Setelah beliau belajar pada ibu bapaknya tentang beberapa bidang pengajian dasar yang meliputi bahasa dan agama, beliau diserahkan oleh ibu bapaknya kepada para ulama setempat sebelum dikirim oleh ibu bapanya ke luar daerah.
Tentang ketajaman fikirannya, saudaranya Sulaiman bin 'Abdul Wahab pernah menceritakan begini:
"Bahwa ayah mereka, Syeikh 'Abdul Wahab merasa sangat kagum atas kecerdasan Muhammad, padahal ia masih di bawah umur. Beliau berkata: 'Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh.'"
Syeikh Muhammad mempunyai daya kecerdasan dan ingatan yang kuat, sehingga apa saja yang dipelajarinya dapat difahaminya dengan cepat sekali, kemudian apa yang telah dihafalnya tidak mudah pula hilang dalam ingatannya.
Demikianlah keadaannya, sehingga kawan-kawan sepersekolahannya kagum dan heran kepadanya.

Belajar di Mekkah, Madinah dan Basrah

Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima - mengerjakan haji di Baitullah. Dan ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya terus kembali ke kampung halamannya. Adapun Muhammad, ia tidak pulang, tetapi terus tinggal di Mekkah selama beberapa waktu, kemudian berpindah pula ke Madinah untuk melanjutkan pengajiannya di sana. Di Madinah, beliau berguru pada dua orang ulama besar dan termasyhur di waktu itu. Kedua-dua ulama tersebut sangat berjasa dalam membentuk pemikirannya, iaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.
Selama berada di Madinah, beliau sangat prihatin menyaksikan ramai umat Islam tempatan maupun penziarah dari luar kota Madinah yang telah melakukan perbuatan-perbuatan tidak senonoh dan tidak sepatutnya dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya Muslim. Beliau melihat ramai umat yang berziarah ke maqam Nabi maupun ke maqam-maqam lainnya untuk memohon syafa'at, bahkan meminta sesuatu hajat pada kuburan maupun penghuninya, yang mana hal ini sama sekali tidak dibenarkan oleh agama Islam. Apa yang disaksikannya itu menurut Syeikh Muhammad adalah sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Kesemua inilah yang semakin mendorong Syeikh Muhammad untuk lebih mendalami pengkajiannya tentang ilmu ketauhidan yang murni, yakni, aqidah salafiyah. Bersamaan dengan itu beliau berjanji pada dirinya sendiri, bahwa pada suatu ketika nanti, beliau akan mengadakan perbaikan (Islah) dan pembaharuan (Tajdid) dalam masalah yang berkaitan dengan ketauhidan, yaitu mengembalikan aqidah umat kepada sebersih-bersihnya tauhid yang jauh dari Khurafat, tahayul dan bid'ah. Untuk itu, beliau mesti mendalami benar-benar tentang aqidah ini melalui kitab-kitab hasil karya ulama-ulama besar di abad-abad yang silam.
Di antara karya-karya ulama terdahulu yang paling terkesan dalam jiwanya adalah karya-karya Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah. Beliau adalah mujaddid besar abad ke-7 Hijriyah yang sangat terkenal.
Demikianlah meresapnya pengaruh dan gaya Ibnu Taimiyah dalam jiwanya, sehingga Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab bagaikan duplikat(salinan) Ibnu Taimiyah. Khususnya dalam aspek ketauhidan, seakan-akan semua yang diidam-idamkan oleh Ibnu Taimiyah semasa hidupnya yang penuh ranjau dan tekanan dari pihak berkuasa, semuanya telah ditebus dengan kejayaan Ibnu 'Abdul Wahab yang hidup pada abad ke-12 Hijriyah itu.
Setelah beberapa lama menetap di Mekkah dan Madinah, kemudian beliau berpindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman dibidang hadith dan Musthalahnya, Fiqh dFan Ushul iqhnya, gramatika (ilmu Qawa'id) dan tidak ketinggalan pula lughatnya semua.
Lengkaplah sudah ilmu yang diperlukan oleh seorang yang pintar yang kemudian dikembangkan sendiri melalui self-study (belajar sendiri) sebagaimana lazimnya para ulama besar Islam mengembangkan ilmu-ilmunya. Dimana bimbingan guru hanyalah sebagai modal dasar yang selanjutnya untuk dapat dikembangkan dan digali sendiri oleh yang bersangkutan.

Mulai Berdakwah

Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang berhasil, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan para ulama setempat.
Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmu'i. Tetapi Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebahagian ulama su', yaitu ulama jahat yang memusuhi dakwahnya di sana; kedua-dua mereka diancam akan dibunuh. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk memperluaskan ilmu dan pengalamannya.
Di samping mempelajari keadaan negeri-negeri Islam yang berjiran, demi kepentingan dakwahnya di masa akan datang, dan setelah menjelajahi beberapa negeri Islam, beliau lalu kembali ke al-Ihsa menemui gurunya Syeikh Abdullah bin 'Abd Latif al-Ihsai untuk mendalami beberapa bidang pengajian tertentu yang selama ini belum sempat didalaminya.
Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan kemudian beliau kembali ke kampung asalnya Uyainah, tetapi tidak lama kemudian beliau menyusul orang tuanya yang merupakan bekas ketua jabatan urusan agama Uyainah ke Haryamla, iaitu suatu tempat di daerah Uyainah juga.
Adalah dikatakan bahwa di antara orang tua Syeikh Muhammad dan pihak berkuasa Uyainah berlaku perselisihan pendapat, yang oleh kerana itulah orang tua Syeikh Muhammad terpaksa berhijrah ke Haryamla pada tahun 1139.
Setelah perpindahan ayahnya ke Haryamla kira-kira setahun, barulah Syeikh Muhammad menyusulnya pada tahun 1140 H. Kemudian, beliau bersama bapanya itu mengembangkan ilmu dan mengajar serta berdakwah selama lebih kurang 13 tahun lamanya, sehingga bapanya meninggal dunia di sana pada tahun 1153.
Setelah tiga belas tahun menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar di Haryamla, beliau mengajak pihak berkuasa setempat untuk bertindak tegas terhadap kumpulan penjahat yang selalu melakukan rusuhan, rampasan, rompakan serta pembunuhan. Maka kumpulan tersebut tidak senang kepada Syeikh Muhammad, lalu mereka mengancam hendak membunuhnya. Syeikh Muhammad terpaksa meninggalkan Haryamla, berhijrah ke Uyainah tempat bapanya dan beliau sendiri dilahirkan.

Keadaan Negeri Najd, Hijaz dan Sekitarnya

KEADAAN negeri Najd, Hijaz dan sekitarnya semasa awal pergerakan tauhid amatlah buruknya. Krisis aqidah dan akhlak serta merosotnya tata nilai sosial, ekonomi dan politik sudah mencapai titik kemuncak. Semua itu adalah akibat penjajahan bangsa Turki yang berpanjangan terhadap bangsa dan Jazirah Arab, di mana tanah Najd dan Hijaz adalah termasuk jajahannya, di bawah penguasaan Sultan Muhammad Ali Pasya yang dilantik oleh Khalifah di Turki (Istanbul) sebagai gabenur jeneral untuk daerah koloni di kawasan Timur Tengah, yang berkedudukan di Mesir.
Pemerintahan Turki Raya pada waktu itu mempunyai daerah kekuasaan yang cukup luas. Pemerintahannya berpusat di Istanbul (Turki), yang begitu jauh dari daerah jajahannya.
Kekuasaan dan pengendalian khalifah maupun sultan-sultannya untuk daerah yang jauh dari pusat, sudah mulai lemah dan kendur disebabkan oleh kekacauan di dalam negeri dan kelemahan di pihak khalifah dan para sultannya. Di samping itu, adanya cita-cita dari amir-amir di negeri Arab untuk melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat yang berkedudukan di Turki. Ditambah lagi dengan hasutan dari bangsa Barat, terutama penjajah tua iaitu British dan Perancis yang menghasut bangsa Arab dan umat Islam supaya berjuang merebut kemerdekaan dari bangsa Turki, hal mana sebenarnya hanyalah tipudaya untuk memudahkan kaum penjajah tersebut menanamkan pengaruhnya di kawasan itu, kemudian mencengkamkan kuku penjajahannya di dalam segala lapangan, seperti politik, ekonomi, kebudayaan dan aqidah.
Kemerosotan dari sektor agama, terutama yang menyangkut aqidah sudah begitu memuncak. Kebudayaan jahiliyah dahulu seperti taqarrub (mendekatkan diri) pada kuburan (maqam) keramat, memohon syafaat dan meminta berkat serta meminta diampuni dosa dan disampaikan hajat, sudah menjadi ibadah mereka yang paling utama sekali, sedangkan ibadah-ibadah menurut syariat yang sebenarnya pula dijadikan perkara kedua. Di mana ada maqam wali, orang-orang soleh, penuh dibanjiri oleh penziarah-penziarah untuk meminta sesuatu hajat keperluannya. Seperti misalnya pada maqam Syeikh Abdul Qadir Jailani, dan maqam-maqam wali lainnya. Hal ini terjadi bukan hanya di tanah Arab saja, tetapi juga di mana-mana, di seluruh pelusuk dunia sehingga suasana di negeri Islam waktu itu seolah-olah sudah berbalik menjadi jahiliyah seperti pada waktu pra Islam menjelang kebangkitan Nabi Muhammad SAW.
Masyarakat Muslim lebih banyak berziarah ke kuburan atau maqam-maqam keramat dengan segala macam munajat dan tawasul, serta pelbagai doa dialamatkan kepada maqam dan penghuninya, dibandingkan dengan mereka yang datang ke masjid untuk solat dan munajat kepada Allah SWT. Demikianlah kebodohan umat Islam hampir merata di seluruh negeri, sehingga di mana-mana maqam yang dianggap keramat, maqam itu dibina bagaikan bangunan masjid, malah lebih mewah daripada masjid, kerana dengan mudah saja dana mengalir dari mana-mana, terutama biaya yang diperolehi dari setiap pengunjung yang berziarah ke sana, atau memang adanya tajaan dari orang yang membiayainya di belakang tabir, dengan maksud-maksud tertentu. Seperti dari imperalis British yang berdiri di belakang tabir maqam Syeikh Abdul Qadir Jailani di India misalnya.
Di tengah-tengah keadaan yang sedemikian rupa, maka Allah melahirkan seorang muslih kabir (pembaharuan besar) Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab (al-Wahabi) dari 'Uyainah (Najd) sebagai mujaddid Islam terbesar abad ke 12 Hijriyah, setelah Ibnu Taimiyah, mujaddid abad ke 7 Hijriyah yang sangat terkenal itu.
Bidang pentajdidan kedua mujaddid besar ini adalah sama, iaitu mengadakan pentajdidan dalam aspek aqidah, walau masanya berbeza, iaitu kedua-duanya tampil untuk memperbaharui agama Islam yang sudah mulai tercemar dengan bid'ah, khurafat dan tahyul yang sedang melanda Islam dan kaum Muslimin. Menghadapi hal ini Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab telah menyusun barisan Muwahhidin yang berpegang kepada pemurnian tauhid. Bagi para lawannya, pergerakan ini mereka sebut Wahabiyin iaitu gerakan Wahabiyah.
Dalam pergerakan tersebut tidak sedikit rintangan dan halangan yang dilalui. Kadangkala Tuan Syeikh terpaksa melakukan tindakan kekerasan apabila tidak boleh dengan cara yang lembut. Tujuannya tidak lain melainkan untuk mengembalikan Islam kepada kedudukannya yang sebenarnya, iaitu dengan memurnikan kembali aqidah umat Islam seperti yang diajarkan oleh Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.
Setelah perjuangan yang tidak mengenal penat lelah itu, akhirnya niat yang ikhlas itu disampaikan Allah, sesuai dengan firmanNya:
"Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong Allah niscaya Allah akan menolongmu dan menetapkan pendirianmu." (Muhammad: 7)

Awal Pergerakan Tauhid

Muhammad bin 'Abdul Wahab memulakan pergerakan di kampungnya sendiri yaitu Uyainah. Di waktu itu Uyainah diperintah oleh seorang amir (penguasa) bernama Amir Uthman bin Mu'ammar. Amir Uthman menyambut baik idea dan gagasan Syeikh Muhammad itu dengan sangat gembira, dan beliau berjanji akan menolong perjuangan tersebut sehingga mencapai kejayaan.
Selama Tuan Syeikh melancarkan dakwahnya di Uyainah, masyarakat negeri itu baik lelaki dan wanita merasakan kembali kenikmatan luarbiasa, yang selama ini belum pernah mereka rasakan. Dakwah Tuan Syeikh bergema di negeri mereka. Ukhuwah Islamiyah dan persaudaraan Islam telah tumbuh kembali berkat dakwahnya di seluruh pelusuk Uyainah dan sekitarnya. Orang-orang dari jauh pun mula mengalir berhijrah ke Uyainah, kerana mereka menginginkan keamanan dan ketenteraman jiwa di negeri ini.
Syahdan; pada suatu hari, Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Tuan Syeikh Muhammad mengemukakan alasannya kepada Amir, bahwa menurut hadith Rasulullah SAW, membina sesebuah bangunan di atas kubur adalah dilarang, kerana yang demikian itu akan menjurus kepada kemusyrikan. Amir menjawab: "Silakan... tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan yang mulia ini."
Tetapi Tuan Syeikh mengajukan pendapat bahwa beliau khuatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh ahli jahiliyah(kaum Badwi) yang tinggal berdekatan maqam tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentera untuk tujuan tersebuti bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam yang dikeramatkan itu.
Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai maqam Zaid bin al-Khattab r.a yang gugur sebagai syuhada' Yamamah ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah berdasarkan prasangka belaka. Kerana di sana terdapat puluhan syuhada' (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan tanpa jelas lagi pengenalan mereka. Boleh jadi yang mereka anggap maqam Zaid bin al-Khattab itu adalah maqam orang lain. Tetapi oleh kerana masyarakat tempatan di situ telah terlanjur beranggapan bahwa itulah maqam beliau, mereka pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di tempat itu, yang kemudian dihancurkan pula oleh Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah, Uthman bin Mu'ammar.
Syeikh Muhammad tidak berhenti setakat di sana, akan tetapi semua maqam-maqam yang dipandang merbahaya bagi aqidah ketauhidan, yang dibina seperti masjid yang pada ketika itu berselerak di seluruh wilayah Uyainah turut diratakan semuanya. Hal ini adalah untuk mencegah agar jangan sampai dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam tempatan yang sudah mulai nyata kejahiliyahan dalam diri mereka. Dan berkat rahmat Allah, maka pusat-pusat kemusyrikan di negeri Uyainah dewasa itu telah terkikis habis sama sekali.
Setelah selesai dari masalah tauhid, maka Tuan Syeikh mula menerangkan dan mengajarkan hukum-hukum syariat yang sudah berabad-abad hanya termaktub saja dalam buku-buku fiqh, tetapi tidak pernah diterapkan sebagai hukum yang diamalkan. Maka yang dilaksanakannya mula-mula sekali ialah hukum rejam bagi penzina.
Pada suatu hari datanglah seroang wanita yang mengaku dirinya berzina ke hadapan Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab, dia meminta agar dirinya dijatui hukuman yang sesuai dengan hukum Allah dan RasulNya. Meskipun Tuan Syeikh mengharapkan agar wanita itu menarik balik pengakuannya itu, supaya ia tidak terkena hukum rejam, namun wanita tersebut tetap bertahan dengan pengakuannya tadi, ia ingin menjalani hukum rejam. Maka, terpaksalah Tuan Syeikh menjatuhkan kepadanya hukuman rejam atas dasar pengakuan wanita tersebut.
Berita tentang kejayaan Tuan Syeikh dalam memurnikan masyarakat Uyainah dan penerapan hukum rejam kepada orang yang berzina, sudah tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah maupun di luar Uyainah.
Masyarakat Uyainah dan sekelilingnya menilai gerakan Tuan Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab ini sebagai suatu perkara yang mendatangkan kebaikan. Namun, beberapa kalangan tertentu menilai pergerakan Tuan Syeikh itu sebagai suatu perkara yang negatif dan boleh membahayakan kedudukan mereka. Memang, hal seumpama ini terdapat di mana-mana dan bila-bila masa saja, apatah lagi pergerakan keagamaan yang sangat sensitif seperti halnya untuk mengislamkan masyarakat Islam yang sudah kembali ke jahiliyah ini, iaitu, dengan cara mengembalikan mereka kepada aqidah salafiyah seperti di zaman Nabi, para sahabat dan para tabi'in dahulu.
Di antara yang beranggapan sangsi seperti itu adalah Amir (pihak berkuasa) wilayah al-Ihsa' (suku Badwi) dengan para pengikut-pengikutnya dari Bani Khalid Sulaiman bin Ari'ar al-Khalidi. Mereka adalah suku Badwi yang terkenal berhati keras, suka merampas, merompak dan membunuh. Pihak berkuasa al-Ihsa' khuatir kalau pergerakan Syeikh Muhammad tidak dipatahkan secepat mungkin, sudah pasti wilayah kekuasaannya nanti akan direbut oleh pergerakan tersebut. Padahal Amir ini sangat takut dijatuhkan hukum Islam seperti yang telah diperlakukan di negeri Uyainah. Dan tentunya yang lebih ditakutinya lagi ialah kehilangan kedudukannya sebagai Amir (ketua) suku Badwi. Maka Amir Badwi ini menulis sepucuk surat kepada Amir Uyainah yang isinya mengancam pihak berkuasa Uyainah. Adapun isi ancaman tersebut ialah:
"Apabila Amir Uthman tetap membiarkan dan mengizinkan Syeikh Muhammad terus berdakwah dan bertempat tinggal di wilayahnya, serta tidak mau membunuh Syeikh Muhammad, maka semua cukai dan ufti wilayah Badwi yang selama ini dibayar kepada Amir Uthman akan diputuskan (ketika itu wilayah Badwi tertakluk di bawak kekuasaan pemerintahan Uyainah)."
Jadi, Amir Uthman dipaksa untuk memilih dua pilihan, membunuh Tuan Syeikh atau suku Badwi itu menghentikan pembayaran ufti.
Ancaman ini amat mempengaruhi fikiran Amir Uthman, kerana ufti dari wilayah Badwi sangat besar ertinya baginya. Adapun cukai yang mereka terima adalah terdiri dari emas tulin.
Didesak oleh tuntutan tersebut, terpaksalah Amir Uyainah memanggil Syeikh Muhammad untuk diajak berunding bagaimanakah mencari jalan keluar dari ancaman tersebut. Soalnya, dari pihak Amir Uthman tidak pernah sedikit pun terfikir untuk mengusir Tuan Syeikh dari Uyainah, apatah lagi untuk membunuhnya. Tetapi, sebaliknya dari pihaknya juga tidak terdaya menangkis serangan pihak suku Badwi itu. Maka, Amir Uthman meminta kepada Tuan Syeikh Muhammad supaya dalam hal ini demi keselamatan bersama dan untuk menghindari dari terjadinya pertumpahan darah, sebaik-baiknya Tuan Syeikh bersedia mengalah untuk meninggalkan negeri Uyainah. Tuan Syeikh menjawab seperti berikut:
"Tuan Amir! Sebenarnya apa yang aku sampaikan dari dakwahku, tidak lain adalah DINULLAH (agama Allah), dalam rangka melaksanakan kandungan LA ILAHA ILLALLAH - Tiada Tuhan melainkan Allah, Muhammad Rasulullah. Maka barangsiapa berpegang teguh pada agama dan membantu pengembangannya dengan ikhlas dan yakin, pasti Allah akan menghulurkan bantuan dan pertolonganNya kepada orang itu, dan Allah akan membantunya untuk dapat menguasai negeri-negeri musuhnya. Saya berharap kepada Tuan Amir supaya bersabar dan tetap berpegang terhadap pegangan kita bersama dulu, untuk sama-sama berjuang demi tegaknya kembali Dinullah di negeri ini. Mohon sekali lagi Tuan Amir menerima ajakan ini. Mudah-mudahan Allah akan memberi pertolongan kepada Tuan dan menjaga Tuan dari ancaman Badwi itu, begitu juga dengan musuh-musuh Tuan yang lainnya. Dan Allah akan memberi kekuatan kepada Tuan untuk melawan mereka agar Tuan dapat mengambil alih daerah Badwi untuk sepenuhnya menjadi daerah Uyainah di bawah kekuasaan Tuan."
Setelah bertukar fikiran di antara Tuan Syeikh dan Amir Uthman, tampaknya pihak Amir tetap pada pendiriannya, iaitu mengharapkan agar Tuan Syeikh meninggalkan Uyainah secepat mungkin.
Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin 'Abdul Wahab, Wada' Watahu Wasiratuhu, Syeikh Muhammad bin 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah bin Baz, beliau berkata:
"Demi menghindari pertumpahan darah, dan kerana tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Tuan Syeikh meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dar'iyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh sesiapa pun. Beliau meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dinihari, dan sampai ke negeri Dar'iyah pada waktu malam hari." (Ibnu Baz, Syeikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah, m.s 22)
Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa:
Pada mulanya Tuan Syeikh Muhammad mendapat sokongan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman bin Mu'ammar, namun setelah api pergerakan dinyalakan, pemerintah tempatan mengundurkan diri dari percaturan pergerakan kerana alasan politik (besar kemungkinan takut dipecat dari jabatannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak atasannya). Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang sahabatnya yang setia untuk meneruskan missinya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya.
Bersamaan dengan itu, pihak berkuasa telah merencanakan pembunuhan ke atas diri Tuan Syeikh di dalam perjalanannya, namun Allah mempunyai rencana sendiri untuk menyelamatkan Tuan Syeikh dari usaha pembunuhan, wamakaru wamakarallalu wallahu khairul makirin. Mereka mempunyai rencana dan Allah mempunyai rencanaNya juga, dan Allah sebaik-baik pembuat rencana. Sehingga Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab selamat di perjalanannya sampai ke negeri tujuannya, iaitu negeri Dar'iyah.

Syeikh Muhammad di Dar'iyah

Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dar'iyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah negeri Dar'iyah), Tuan Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Sulaim al-'Arini. Bin Sulaim ini adalah seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat tempatan.
Tuan Syeikh meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain.
Pada mulanya ia ragu-ragu menerima Tuan Syeikh di rumahnya, kerana suasana Dar'iyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak tenteram, menyebabkan setiap tetamu yang datang hendaklah melapor diri kepada pihak berkuasa tempatan. Namun, setelah Tuan Syeikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dar'iyah, iaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan membenteras kemusyrikan, barulah Muhammad bin Sulaim ingin menerimanya sebagai tetamu di rumahnya.
Sesuai dengan peraturan yang wujud di Dar'iyah di kala itu, yang mana setiap tetamu hendaklah melaporkan diri kepada pihak berkuasa tempatan, maka Muhammad bin Sulaim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan tetamunya yang baru tiba dari Uyainah dengan menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau.
Kononnya, ada riwayat yang mengatakan; bahwa seorang soleh datang menemui isteri Amir Ibnu Saud, ia berpesan untuk menyampaikan kepada suaminya, bahwa ada seorang ulama dari Uyainah yang bernama Muhammad bin 'Abdul Wahab hendak menetap di negerinya. Beliau hendak menyampaikan dakwah Islamiyah dan mengajak masyarakat kepada sebersih-bersih tauhid. Ia meminta agar isteri Amir Ibnu Saud memujuk suaminya supaya menerima ulama tersebut agar dapat menjadi warga negeri Dar'iyah serta mau membantu perjuangannya dalam menegakkan agama Allah.
Isteri Ibnu Saud ini sebenarnya adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, si isteri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya.
Selanjutnya ia berkata kepada suaminya:
"Bergembiralah kekanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar. Kanda jangan ragu-ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kekanda menjemputnya kemari."
Akhirnya, baginda Ibnu Saud dapat diyakinkan oleh isterinya yang soleh itu. Namun, baginda bimbang sejenak. Ia berfikir apakah Tuan Syeikh itu dipanggil datang mengadapnya, ataukah dia sendiri yang harus datang menjemput Tuan Syeikh, untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun meminta pandangan dari beberapa penasihatnya, terutama iserinya sendiri, tentang bagaimanakah cara yang lebih baik harus dilakukannya.
Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa sebaik-baiknya dalam hal ini, baginda sendiri yang harus datang menemui Tuan Syeikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Kerana ulama itu didatangi dan bukan ia yang datang, al-'alim Yuraru wala Yazuru.'' Maka baginda dengan segala kerendahan hatinya mempersetujui nasihat dan isyarat dari isteri maupun para penasihatnya.
Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Sulaim, di mana Tuan Syeikh Muhammad bermalam.
Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Sulaim; di sana Tuan Syeikh bersama tuan punya rumah sudah bersedia menerima kedatangan Amir Ibnu Saud. Amir Ibnu Saud memberi salam dan keduanya saling merendahkan diri, saling menghormati.
Amir Ibnu Saud berkata:
"Ya Tuan Syeikh! Bergembiralah tuan di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan Tuan di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berikrar ntuk menjamin keselamatan dan keamanan Tuan Syeikh di negeri ini dalam menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Dar'iyah. Demi kejayaan dakwah Islamiyah yang Tuan Syeikh rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk bersama-sama Tuan Syeikh berjuang demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!"
Kemudian Tuan Syeikh menjawab:
"Alhamdulillah, tuan juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah SWT. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini, niscaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama."
Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dar'iyah, yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus membela darahnya bagaikan saudara kandung sendiri, yang bererti di antara Amir dan Tuan Syeikh sudah bersumpah setia sehidup semati, senasib dan seperuntungan, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya di persada tanah Dar'iyah.
Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Ia bersama Tuan Syeikh seiring sejalan, bahu membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya. Sehingga cita-cita dan perjuangan mereka disampaikan Allah dengan penuh kemenangan yang gilang-gemilang.
Sejak hijrahnya Tuan Syeikh ke negeri Dar'iyah, kemudian melancarkan dakwahnya di sana, maka berduyun-duyunlah masyarakat luar Dar'iyah yang datang dari penjuru Jazirah Arab. Di antara lain dari Uyainah, Urgah, Manfuhah, Riyadh dan negeri-negeri jiran yang lain, menuju Dar'iyah untuk menetap dan bertempat tinggal di negeri hijrah ini, sehingga negeri Dar'iyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelusuk tanah Arab.
Nama Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu popular di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dar'iyah maupun di luar negerinya, sehingga ramai para penuntut ilmu datang berbondong-bondong, baik secara perseorangan maupun secara berkumpulan ke negeri Dar'iyah.
Maka menetaplah Tuan Syeikh di negeri Hijrah ini dengan penuh kebesaran, kehormatan dan ketenteraman serta mendapat sokongan dan kecintaan dari semua pihak.
Beliau pun mula membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi teras bagi rencana perjuangan beliau, iaitu bidang pengajian 'aqaid al-Qur'an, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatika (nahu/saraf)nya serta lain-lain lagi dari ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Dalam waktu yang singkat saja, Dar'iyah telah menjadi kiblat ilmu dan kota pelajar penuntut Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini.
Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah serata, yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat umum, begitu juga majlis-majlis ta'limnya.
Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh pelusuk Dar'iyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian, Tuan Syeikh mula menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bid'ah dan khurafat di negeri mereka masing-masing.
Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulakannya di negeri Najd. Beliau pun mula mengirimkan surat-suratnya kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.

Berdakwah Melalui Surat-menyurat

Tuan Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang).
Maka Tuan Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, yang pada ketika itu adalah Dahkan bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama Khariq dan penguasa-penguasa, begitu juga ulama-ulama negeri Selatan, seperti al-Qasim, Hail, al-Wasyim, Sudair dan lain-lain lagi.
Beliau terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke mana-mana, sama ada ianya dekat ataupun jauh. Semua surat-surat itu ditujukan kepada para umara dan ulama, dalam hal ini termasuklah ulama negeri al-Ihsa', daerah Badwi dan Haramain (Mekah - Madinah). Begitu juga kepada ulama-ulama Mesir, Syria, Iraq, Hindia, Yaman dan lain-lain lagi. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bid'ah, khurafat dan tahyul.
Bukanlah bererti bahwa ketika itu tidak ada lagi perhatian para ulama Islam tempatan kepada agama ini, sehingga seolah-olah bagaikan tidak ada lagi yang menguruskan hal ehwal agama. Akan tetapi yang sedang kita bicarakan sekarang adalah ehwal negeri Najd dan sekitarnya.
Tentang keadaan negeri Najd, di waktu itu sedang dilanda serba kemusyrikan, kekacauan, keruntuhan moral, bid'ah dan khurafat. Kesemua itu lahir bukanlah kerana tidak adanya para ulama, malah ulama sangat ramai jumlahnya, tetapi kebanyakan mereka tidak mampu menghadapi keadaan yang sudah begitu parah. Misalnya, di negeri Yaman dan lainnya, di mana di sana tidak sedikit para ulamanya yang aktif melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, serta menjelaskan mana yang bid'ah dan yang sunnah. Namun Allah belum mentaqdirkan kejayaan dakwah itu dari tangan mereka seperti apa yang Allah taqdirkan kepada Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab.
Berkat hubungan surat menyurat Tuan Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Tuan Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afthanistan, Afrika Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain lagi.
Seemangnya cukup ramai para da'i dan ulama di negeri-negeri tersebut tetapi pada waktu itu ramai di antara mereka yang kehilangan arah, meskipun mereka memiliki ilmu-ilmu yang cukup memadai.
Begitu bersemarak dan bergema suara dakwah dari Najd ke negeri-negeri mereka, serentak mereka bangkit sahut-menyahut menerima ajakan Tuan Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab untuk menumpaskan kemusyrikan dan memperjuangkan pemurnian tauhid. Semangat mereka timbul kembali bagaikan pohon yang telah layu, lalu datang hujan lebat menyiramnya sehingga menjadi hijau dan segar kembali.
Demikianlah banyaknya surat-menyurat di antara Tuan Syeikh dengan para ulama di dalam dan luar Jazirah Arab, sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-akhir ini semua tulisan beliau, baik yang berupa risalah, maupun kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan sebahagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelusok dunia Islam, baik melalui Rabithah al-'alam Islami, maupun terus dari pihak kerajaan Saudi sendiri. Begitu juga dengan tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau serta tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar luas ke seluruh pelusuk dunia Islam.
Dengan demikian, jadilah Dar'iyah sebagai pusat penyebaran dakwah kaum Muwahhidin (gerakan pemurnian tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab yang didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran Dar'iyah pula menyebarkan ajaran-ajaran tauhid murni ini ke seluruh pelusuk negeri dengan cara membuka sekolah-sekolah di daerah-daerah mereka.
Namun, meskipun demikian, perjalanan dakwah ini tidak sedikit mengalami rintangan dan gangguan yang menghalangi. Tetapi setiap perjuangan itu tidak mungkin berjaya tanpa adanya pengorbanan. Sejarah pembaharuan yang digerakkan oleh Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab ini tercatat dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnya dan amat cemerlang.
Di samping itu, hal ini merupakan suatu pergerakan perubahan besar yang banyak memakan korban manusia maupun harta benda. Kerana pergerakan ini mendapat tentangan bukan hanya dari luar, akan tetapi lebih banyak datangnya dari kalangan sendiri, terutama dari tokoh-tokoh agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat, kedudukan, pengaruh dan jamaahnya. Namun, oleh kerana perlawanan sudah dimulakan dari dalam, maka orang-orang di luar Islam pula, terutama kaum orientalis mendapat angin segar untuk turut campurtangan bagi memperbesarkan lagi perselisihan di antara umat Islam sehingga berlakunya bid'ah membid'ahkan dan malah kafir mengkafirkan.
Masa-masa tersebut telah pun berlalu. Umat Islam kini sudah sedar tentang apa dan siapa kaum Wahabi itu. Dan satu persatu kejahatan dan kebusukan kaum orientalis yang sengaja mengadu domba antara sesama umat Islam mula disedari, begitu juga dari kaum penjajah Barat, semuanya kini sudah terungkap.
Meskipun usaha musuh-musuh dakwahnya begitu hebat, sama ada dari kalangan dalam Islam sendiri, maupun dari kalangan luarnya, yang dilancarkan melalui pena atau ucapan, yang mana matlamatnya adalah hendak membendung dakwah tauhid ini, namun usaha mereka sia-sia belaka, kerana ternyata Allah SWT telah memenangkan perjuangan dakwah tauhid yang dipelupuri oleh Syeikh Islam, Imam Muhammad bin 'Abdul Wahab yang telah mendapat sambutan bukan hanya oleh penduduk negeri Najd saja, akan tetapi juga sudah menggema ke seluruh dunia Islam dari Maghribi sampai ke Merauke, malah kini sudah berkumandang pula ke seluruh jagat raya.
Dalam hal ini, jasa-jasa Putera Muhammad bin Saud (pendiri kerajaan Arab Saudi) dengan semua anak cucunya tidaklah boleh dilupakan begitu saja, di mana dari masa ke masa mereka telah membantu perjuangan tauhid ini dengan harta dan jiwa.

Siapakah Salafiyyah Itu?

SEBAGAIMANA yang telah disebutkan, bahwa Salafiyyah itu adalah suatu pergerakan pembaharuan di bidanng agama, khususnya di bidang ketauhidan. Tujuannya ialah untuk memurnikan kembali ketauhidan yang telah tercemar oleh pelbagai macam bid'ah dan khurafat yang membawa kepada kemusyrikan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab telah menempuh pelbagai macam cara. Kadangkala lembut dan kadangkala kasar, sesuai dengan sifat orang yang dihadapinya. Beliau mendapat tentangan dan perlawanan dari kumpulan yang tidak menyenanginya kerana sikapnya yang tegas dan tidak berganjak, sehingga lawan-lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun pelbagai fitnah terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya. Musuh-musuhnya pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab telah melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir dan hadith. Malahan ada yang lebih kejam lagi, iaitu menuduh Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut, serta memperbolehkan mentafsirkan al-Qur'an menurut kehendak hawa nafsu sendiri.
Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab itu, telah dijawab dengan tegas oleh seorang pengarang terkenal, iaitu al-Allamah Syeikh Muhammad Basyir as-Sahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan di halaman 473 seperti berikut:
"Sebenarnya perihal tuduhan tersebut telah dijawab sendiri oleh Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab sendiri dalam suatu risalah yang ditulisnya dan dialamatkan kepada 'Abdullah bin Suhaim dalam pelbagai masalah yang diperselisihkan itu. Di antaranya beliau menulis bahwa semua itu adalah bohong dan kata-kata dusta belaka, seperti dia dituduh membatalkan kitab-kitab mazhab, dan dia mendakwakan dirinya sebagai mujtahid, bukan muqallid."
Kemudian dalam sebuah risalah yang dikirimnya kepada 'Abdurrahman bin 'Abdullah, Muhammad bin 'Abdul Wahab berkata:
"Aqidah dan agama yang aku anut, ialah mazhab ahli sunnah wal jamaah, sebagai tuntunan yang dipegang oleh para Imam Muslimin, seperti Imam-imam Mazhab empat dan pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat. Aku hanyalah suka menjelaskan kepada orang-orang tentang pemurnian agama dan aku larang mereka berdoa (mohon syafaat) pada orang yang hidup atau orang mati daripada orang-orang soleh dan lainnya."
'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdul Wahab, menulis dalam risalahnya sebagai ringkasan dari beberapa hasil karya ayahnya, Syeikh Ibnu 'Abdul Wahab, seperti berikut:
"bahwa mazhab kami dalam usuluddin (tauhid) adalah mazhab ahlus sunnah wal jamaah, dan cara (sistem) pemahaman kami adalah mengikuti cara Ulama salaf. Sedangkan dalam hal masalah furu' (fiqh) kami cenderung mengikuti mazhab Ahmad bin Hanbal rahimaullah. Kami tidak pernah mengingkari (melarang) seseorang bermazhab dengan salah satu daripada mazhab yang empat. Dan kami tidak mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang luar dari mazhab empat, seprti mazhab Rafidhah, Zaidiyah, Imamiyah dan lain-lain lagi. Kami tidak membenarkan mereka mengikuti mazhab-mazhab yang batil. Malah kami memaksa mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari mazhab empat tersebut. Kami tidak pernah sama sekali mengaku bahwa kami sudah sampai ke tingkat mujtahid mutlaq, juga tidak seorang pun di antara para pengikut kami yang berani mendakwakan dirinya dengan demikian. Hanya ada beberapa masalah yang kalau kami lihat di sana ada nas yang jelas, baik dari Qur'an maupun Sunnah, dan setelah kami periksa dengan teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang mentaskhsiskannya atau yang menentangnya, lebih kuat daripadanya, serta dipegangi pula oleh salah seorang Imam empat, maka kami mengambilnya dan kami meninggalkan mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang menyangkut dengan datuk dan saudara lelaki; Dalam hal ini kami berpendirian mendahulukan datuk, meskipun menyalahi mazhab kami (Hambali)."
Demikianlah bunyi isi tulisan kitab Shiyanah al-Insan, hal. 474. Seterusnya beliau berkata:
"Adapun yang mereka fitnah kepada kami, sudah tentu dengan maksud untuk menutup-nutupi dan menghalang-halangi yang hak, dan mereka membohongi orang ramai dengan berkata: 'bahwa kami suka mentafsirkan Qur'an dengan selera kami, tanpa mengendahkan kitab-kitab tafsirnya. Dan kami tidak percaya kepada ulama, menghina Nabi kita Muhammad SAW' dan dengan perkataan 'bahwa jasad Nabi SAW itu buruk di dalam kuburnya. Dan bahwa tongkat kami ini lebih bermanfaat daripada Nabi, dan Nabi itu tidak mempunyai syafaat.
Dan ziarah kepada kubur Nabi itu tidak sunat, Nabi tidak mengerti makna "La ilaha illallah" sehingga perlu diturunkan kepadanya ayat yang berbunyi: "Fa'lam annahu La ilaha illallah," dan ayat ini diturunkan di Madinah. Dituduhnya kami lagi, bahwa kami tidak percaya kepada pendapat para ulama. Kami telah menghancurkan kitab-kitab karangan para ulama mazhab, kerana di dalamnya bercampur antara yang hak dan batil. Malah kami dianggap mujassimah (menjasmanikan Allah), serta kami mengkufurkan orang-orang yang hidup sesudah abad keenam, kecuali yang mengikuti kami. Selain itu kami juga dituduh tidak mau menerima bai'ah seseorang sehingga kami menetapkan atasnya 'bahwa dia itu bukan musyrik begitu juga ibu bapanya juga bukan musyrik.'
Dikatakan lagi bahwa kami telah melarang manusia membaca selawat ke atas Nabi SAW dan mengharamkan berziarah ke kubur-kubur. Kemudian dikatakannya pula, jika seseorang yang mengikuti ajaran agama sesuai dengan kami, maka orang itu akan diberikan kelonggaran dan kebebasan dari segala beban dan tanggungan atau hutang sekalipun.
Kami dituduh tidak mau mengakui kebenaran para ahlul Bait r.a. Dan kami memaksa menikahkan seseorang yang tidak kufu serta memaksa seseorang yang tua umurnya dan ia mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, kerana akan dinikahkan dengan pemuda lainnya untuk mengangkat derajat golongan kami.
Maka semua tuduhan yang diada-adakan dalam hal ini sungguh kami tidak mengerti apa yang harus kami katakan sebagai jawapan, kecuali yang dapat kami katakan hanya "Subhanaka - Maha suci Engkau ya Allah" ini adalah kebohongan yang besar. Oleh kerana itu, maka barangsiapa menuduh kami dengan hal-hal yang tersebut di atas tadi, mereka telah melakukan kebohongan yang amat besar terhadap kami. Barangsiapa mengaku dan menyaksikan bahwa apa yang dituduhkan tadi adalah perbuatan kami, maka ketahuilah: bahwa kesemuanya itu adalah suatu penghinaan terhadap kami, yang dicipta oleh musuh-musuh agama ataupun teman-teman syaitan dari menjauhkan manusia untuk mengikuti ajaran sebersih-bersih tauhid kepada Allah dan keikhlasan beribadah kepadaNya.
Kami beri'tiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa besar, seperti melakukan pembunuhan terhadap seseorang Muslim tanpa alasan yang wajar, begitu juga seperti berzina, riba' dan minum arak, meskipun berulang-ulang, maka orang itu hukumnya tidaklah keluar dari Islam (murtad), dan tidak kekal dalam neraka, apabila ia tetap bertauhid kepada Allah dalam semua ibadahnya." (Shiyanah al-Insan, m.s 475)
Khusus tentang Nabi Muhammad SAW, Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab berkata:
"Dan apapun yang kami i'tiqadkan terhadap martabat Muhammad SAW bahwa martabat baginda itu adalah setinggi-tinggi martabat makhluk secara mutlak. Dan baginda itu hidup di dalam kuburnya dalam keadaan yang lebih daripada kehidupan para syuhada yang telah dinaskan dalam al-Qur'an. Kerana baginda itu lebih utama dari mereka, dengan tidak diragu-ragukan lagi. bahwa Rasulullah SAW mendengar salam orang yang mengucapkan kepadanya. Dan adalah sunnah berziarah kepada kuburnya, kecuali jika semata-mata dari jauh hanya datang untuk berziarah ke maqamnya. Namun sunat juga berziarah ke masjid Nabi dan melakukan solat di dalamnya, kemudian berziarah ke maqamnya. Dan barangsiapa yang menggunakan waktunya yang berharga untuk membaca selawat ke atas Nabi, selawat yang datang daripada beliau sendiri, maka ia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat."

Tantangan Terhadap Dakwah Salafiyyah

Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan, maka Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah Tuan Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, baik berupa buku-buku maupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab).
Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi beratus-ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan jilid tebalnya.
Sebahagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta diberi ta'liq dan sudah diterbitkan, sebahagian lainnya sedang dalam proses penyusunan. Ini tidak termasuk buku-buku yang sangat berharga yang sempat ditulis sendiri oleh Tuan Syeikh di celah-celah kesibukannya yang luarbiasa itu. Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa buku-buku pegangan dan rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika beliau memimpin gerakan tauhidnya.
Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:
  1. Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama,
  2. Atas nama politik yang berselubung agama.
Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah.
Mereka menuduh dan memfitnah Tuan Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma' ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya.
Namun Tuan Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa mempedulikan celaan orang yang mencelanya,
Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:
  1. Golongan ulama khurafat, yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya' dan orang-orang soleh, yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi.
  2. Golongan ulama taksub, yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Tuan Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap asabiyah yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaksubannya. Lalu menganggap Tuan Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, iaitu; anti auliya' dan memusuhi orang-orang soleh serta mengingkari karamah mereka.
    Mereka mencaci-maki Tuan Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.
  3. Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jabatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Tuan Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal kerana ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.
Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Tuan Syeikh dari Najd ini, yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang berkepanjangan di antara Tuan Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang lain. Tuan Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka menjawabnya. Demikianlah seterusnya.
Perang pena yang terus menerus berlangsung itu, bukan hanya terjadi di masa hayat Tuan Syeikh sendiri, akan tetapi berterusan sampai kepada anak cucunya. Di mana anak cucunya ini juga ditakdirkan Allah menjadi ulama.
Merekalah yang meneruskan perjuangan al-maghfurlah Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab, yang dibantu oleh para muridnya dan pendukung-pendukung ajarannya.
Demikianlah perjuangan Tuan Syeikh yang berawal dengan lisan, lalu dengan pena dan seterusnya dengan senjata, telah didukung sepenuhnya oleh Amir Muhammad bin Saud, penguasa Dar'iyah.
Beliau memulakan jihadnya dengan pedang pada tahun 1158 H. Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang da'i ilallah, apabila tidak didukung oleh kekuatan yang mantap, pasti dakwahnya akan surut, meskipun pada tahap pertama mengalami kemajuan. Namun pada akhirnya orang akan jemu dan secara beransur-ansur dakwah itu akan ditinggalkan oleh para pendukungnya.
Oleh kerana itu, maka kekuatan yang paling ampuh untuk mempertahankan dakwah dan pendukungnya, tidak lain harus didukung oleh senjata. Kerana masyarakat yang dijadikan sebagai objek daripada dakwah kadangkala tidak mampan dengan lisan maupun tulisan, akan tetapi mereka harus diiring dengan senjata, maka waktu itulah perlunya memainkan peranan senjata. Alangkah benarnya firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami, dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi umat manusia, dan supaya Allah mengetahi siapa yang menolong (agama)Nya dan RasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa." (al-Hadid:25)
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah SWT mengutus para RasulNya dengan disertai bukti-bukti yang nyata untuk menumpaskan kebatilan dan menegakkan kebenaran. Di samping itu pula, mereka dibekalkan dengan Kitab yang di dalamnya terdapat pelbagai macam hukum dan undang-undang, keterangan dan penjelasan. Juga Allah menciptakan neraca (mizan) keadilan, baik dan buruk serta haq dan batil, demi tertegaknya kebenaran dan keadilan di tengah-tengah umat manusia.
Namun semua itu tidak mungkin berjalan dengan lancar dan stabil tanpa ditunjang oleh kekuatan besi (senjata) yang menurut keterangan al-Qur'an al-Hadid fihi basun syadid iaitu, besi waja yang mempunyai kekuatan dahsyat. Iaitu berupa senjata tajam, senjata api, peluru, senapang, meriam, kapal perang, nuklear dan lain-lain lagi, yang pembuatannya mesti menggunakan unsur besi.
Sungguh besi itu amat besar manfaatnya bagi kepentingan umat manusia yang mana al-Qur'an menta'birkan dengan Wama nafiu linasi iaitu dan banyak manfaatnya bagi umat manusia. Apatah lagi jika dipergunakan bagi kepentingan dakwah dan menegakkan keadilan dan kebenaran seperti yang telah dimanfaatkan oleh Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab semasa gerakan tauhidnya tiga abad yang lalu.
Orang yang mempunyai akal yang sihat dan fikiran yang bersih akan mudah menerima ajaran-ajaran agama, sama ada yang dibawa oleh Nabi, maupun oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang zalim dan suka melakukan kejahatan, yang diperhambakan oleh hawa nafsunya, mereka tidak akan tunduk dan tidak akan mau menerimanya, melainkan jika mereka diiring dengan senjata.
Demikianlah Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama Islam pada waktu dahulu.
Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh Tuan Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, iaitu dari tahun 1158 hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.
Adalah suatu kebahagiaan yang tidak terucapkan bagi beliau, yang mana beliau dapat menyaksikan sendiri akan kejayaan dakwahnya di tanah Najd dan daerah sekelilingnya, sehingga masyarakat Islam pada ketika itu telah kembali kepada ajaran agama yang sebenar-benarnya, sesuai dengan tuntunan Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.
Dengan demikian, maka maqam-maqam yang didirikan dengan kubah yang lebih mewah dari kubah masjid-masjid, sudah tidak kelihatan lagi di seluruh negeri Najd, dan orang ramai mula berduyun-duyun pergi memenuhi masjid untuk bersembahyang dan mempelajari ilmu agama. Amar ma'ruf ditegakkan, keamanan dan ketenteraman masyarakat menjadi stabil dan merata di kota maupun di desa. Tuan Syeikh kemudian mengirim guru-guru agama dan mursyid-mursyid ke seluruh pelusuk desa untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat tempatan terutama yang berhubungan dengan aqidah dan syari'ah.
Setelah beliau meninggal dunia, perjuangan tersebut diteruskan pula oleh anak-anak dan cucu-cucunya, begitu juga oleh murid-murid dan pendukung-pendukung dakwahnya. Yang paling terdepan di antara mereka adalah anak-anak Syeikh sendiri, seperti Syeikh Imam 'Abdullah bin Muhammad, Tuan Syeikh Husin bin Muhammad, Syeikh Ibrahim bin Muhammad, Syeikh Ali bin Muhammad. Dan dari cucu-cucunya antara lain ialah Syeikh 'Abdurrahman bin Hasan, Syeikh Ali bin Husin, Syeikh Sulaiman bin 'Abdullah bin Muhammad dan lain-lain. Dari kalangan murid-murid beliau yang paling menonjol ialah Syeikh Hamad bin Nasir bin Mu'ammar dan ramai lagi jamaah lainnya dari para ulama Dar'iyah.
Masjid-masjid telah penuh dengan penuntut-penuntut ilmu yang belajar tentang pelbagai macam ilmu Islam, terutama tafsir, hadith, tarikh Islam, ilmu qawa'id dan lain-lain lagi.
Meskipun kecenderungan dan minat mansyarakat demikian tinggi untuk menuntut ilmu agama, namun mereka pun tidak ketinggalan dalam hal ilmu-ilmu keduniaan (sekular) seperti ilmu ekonomi, pertanian, perdagangan, pertukangan dan lain-lain lagi yang mana semuanya itu diajarkan di masjid dan dipraktekkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Setelah kejayaan Syeikh Muhammad bersama keluarga Amir Ibnu Saud menguasai dan mentadbir daerah Najd, maka sasaran dakwahnya kini ditujukan ke negeri Mekah dan negeri Madinah (Haramain) dan daerah Selatan Jazirah Arab.
Mula-mula Syeikh menawarkan kepada mereka dakwahnya melalui surat menyurat terhadap para ulamanya, namun mereka tidak mau menerimanya. Mereka tetap bertahan pada ajaran-ajaran nenek moyang yang mengkeramatkan kuburan dan mendirikan masjid di atasnya, lalu berduyun-duyun datang ke tempat itu meminta syafaat, meminta berkat, dan meminta agar dikabulkan hajat pada ahli kubur atau dengan mempersekutukan si penghuni kubur itu dengan Allah SWT.
Sebelas tahun setelah meninggalnya kedua tokoh mujahid ini, iaitu Syeikh dan Amir Ibnu Saud, kemudian tampillah Imam Saud bin 'Abdul 'Aziz untuk meneruskan perjuangan pendahulunya. Imam Saud adalah cucu kepada Amir Muhammad bin Saud, rakan seperjuangan Syeikh semasa beliau masih hidup.
Berangkatlah Imam Saud bin 'Abdul 'Aziz menuju tanah Haram Mekah dan Madinah (Haramain) yang dikenal juga dengan nama tanah Hijaz.
Mula-mula beliau bersama pasukannya berjaya menawan Ta'if. Penaklukan Ta'if tidak begitu banyak mengalami kesukaran kerana sebelumnya Imam Saud bin 'Abdul 'Aziz telah mengirimkan Amir Uthman bin 'Abdurrahman al-Mudhayifi dengan membawa pasukannya dalam jumlah yang besar untuk mengepung Ta'if. Pasukan ini terdiri dari orang-orang Najd dan daerah sekitarnya. Oleh kerana itu Ibnu 'Abdul 'Aziz tidak mengalami banyak kerugian dalam penaklukan negeri Ta'if, sehingga dalam waktu singkat negeri Ta'if menyerah dan jatuh ke tangan Wahabi.
Di Ta'if, pasukan muwahidin membongkar beberapa maqam yang di atasnya didirikan masjid, di antara maqam yang dibongkar adalah maqam Ibnu Abbas r.a. Masyarakat tempatan menjadikan maqam ini sebagai tempat ibadah, dan meminta syafaat serta berkat daripadanya.
Dari Ta'if pasukan Imam Saud bergerak menuju Hijaz dan mengepung kota Mekah. Manakala gabenor Mekah mengetahui hal ehwal pengepungan tersebut (waktu itu Mekah di bawah pimpinan Syarif Husin), maka hanya ada dua pilihan baginya, menyerah kepada pasukan Wahabi atau melarikan diri ke negeri lain. Ia memilih pilihan kedua, iaitu melarikan diri ke Jeddah. Kemudian, pasukan Saud segera masuk ke kota Mekah untuk kemudian menguasainya tanpa perlawanan sedikit pun.
Tepat pada waktu fajar, Muharram 1218 H, kota suci Mekah sudah berada di bawah kekuasaan muwahidin sepenuhnya.
Seperti biasa, pasukan muwahidin sentiasa mengutamakan sasarannya untuk menghancurkan patung-patung yang dibuat dalam bentuk kubah di perkuburan yang dianggap keramat, yang semuanya itu boleh mengundang kemusyrikan bagi kaum Muslimin.Maka semua lambang-lambang kemusyrikan yang didirikan di atas kuburan yang berbentuk kubah-kubah masjid di seluruh Hijaz, semuanya diratakan, termasuk kubah yang didirikan di atas kubur Saiditina Khadijah r.a, isteri Nabi kita Muhammad SAW.
Bersamaan dengan itu mereka melantik sejumlah guru, da'i, mursyid serta hakim untuk ditugaskan di daerah Hijaz.
Selang dua tahun setelah penaklukan Mekah, pasukan Wahabi bergerak menuju Madinah. Seperti halnya di Mekah, Madinah pun dalam waktu yang singkat saja telah dapat dikuasai sepenuhnya oleh pasukan Muwahhidin di bawah panglima Putera Saud bin Abdul Aziz, peristiwa ini berlaku pada tahun 1220 H.
Dengan demikian, daerah Haramain (Mekah - Madinah) telah jatuh ke tangan muwahidin. Dan sejak itulah status sosial dan ekonomi masyarakat Hijaz secara beransur-ansur dapat dipulihkan kembali, sehingga semua lapisan masyarakat merasa aman, tenteram dan tertib, yang selama ini sangat mereka inginkan.
Walaupun sebagai sebuah daerah yang ditaklui, keluarga Saud tidaklah memperlakukan rakyat dengan sesuka hati. Keluarga Saud sangat baik terhadap rakyat terutama pada kalangan fakir miskin yang mana pihak kerajaan memberi perhatian yang berat terhadap nasib mereka. Dan tetaplah kawasan Hijaz berada di bawah kekuasaan muwahidin (Saudi) yang dipimpin oleh keluarga Saud sehingga pada tahun 1226 H.
Setelah lapan tahun wilayah ini berada di bawah kekuasaan Imam Saud, pemerintah Mesir bersama sekutunya Turki, mengirimkan pasukannya untuk membebaskan tanah Hijaz, terutama Mekah dan Madinah dari tangan muwahidin sekaligus hendak mengusir mereka keluar dari daerah tersebut.
Adapun sebab campurtangan pemerintah Mesir dan Turki itu adalah seperti yang telah dikemukakan pada bahagian yang lalu, iaitu kerana pergerakan muwahidin mendapat banyak tentangan dari pihak musuh-musuhnya, sama ada ianya dari pihak dalam Islam sendiri ataupun dari luarnya, yang mana tujuan mereka sama iaitu untuk memulau dan memadamkan api gerakan dakwah salafiyyah. Oleh kerana musuh-musuh gerakan salafiyyah tidak mempunyai kekuatan yang memadai untuk menentang pergerakan Wahabiyah, maka mereka menghasut pemerintah Mesir dan Turki dengan menggunakan nama agama, seperti yang telah diterangkan pada bahagian yang lalu. Maka menyerbulah pasukan Mesir dan Turki ke negeri Hijaz untuk membebaskan kedua-dua kota suci Mekah dan Madinah dari cengkaman kaum muwahiddin, sehingga terjadilah peperangan di antara Mesir bersama sekutunya Turki di satu pihak menentang pasukan muwahidin dari Najd dan Hijaz di pihak lain. Peperangan ini telah berlangsung selama tujuh tahun, iaitu dari tahun 1226 hingga 1234 H.
Dalam masa perang tujuh tahun itu tidak sedikit kerugian yang dialami oleh kedua belah pihak, terutama dari pihak pasukan Najd dan Hijaz, selain kerugian harta benda, tidak sedikit pula kerugian nyawa dan tubuh manusia. Tetapi syukur alhamdulillah, setelah lima tahun berlangsung perang saudara di antara Mesir-Turki dan Wahabi, pihak Mesir maupun Turki sudah mulai jemu dan bosan menghadapi peperangan yang berpanjangan itu. Akhirnya, secara perlahan-lahan mereka sedar bahwa mereka telah keliru, sekaligus mereka menyedari bahwa sesungguhnya gerakan Wahabi tidak lain adalah sebuah gerakan aqidah murni dan patut ditunjang serta didukung oleh seluruh umat Islam.
Dalam dua tahun terakhir menjelang selesainya peperangan, secara diam-diam gerakan muwahidin terus melakukan gerakan dakwah dan mencetak kader-kadernya demi penerusan gerakan aqidah di masa-masa akan datang.
Sebaik sahaja berakhirnya peperangan yang telah memakan waktu tujuh tahun tersebut, dakwah salafiyyah mulai lancar kembali seperti biasa. Semua kekacauan di tanah Hijaz boleh dikatakan berakhir pada tahun 1239 H. Begitu juga dakwah salafiyyah telah tersebar secara meluas dan merata ke seluruh pelusuk Najd dan sekitarnya, di bawah kepemimpinan Imam Turki bin 'Abdullah bin Muhammad bin Saud, adik sepupu Amir Saud bin 'Abdul 'Aziz yang disebutkan dahulu.
Semenjak kekuasaan dipegang oleh Amir Turki bin 'Abdullah, suasana Najd dan sekitarnya beransur-ansur pulih kembali, sehingga memungkinkan bagi keluarga Saud (al-Saud) bersama keluarga Syeikh Muhammad (al-Syeikh) untuk melancarkan kembali dakwah mereka dengan lisan dan tulisan melalui juru-juru dakwah, para ulama serta para Khutaba.
Suasana yang sebelumnya penuh dengan huru hara dan saling berperang, kini telah berubah menjadi suasana yang penuh aman dan damai menyebabkan syiar Islam kelihatan di mana-mana di seluruh tanah Hijaz, Najd dan sekitarnya. Sedangkan syi'ar kemusyrikan sudah hancur diratakan dengan tanah. Ibadah hanya kepada Allah, tidak lagi ke perkuburan dan makhluk-makhluk lainnya. Masjid mulai kelihatan semarak dan lebih banyak dikunjungi oleh umat Islam, berbanding ke maqam-maqam yang dianggap keramat seperti sebelumnya.
Khususnya daerah Hijaz dengan kota Mekah dan Madinah, begitu lama terputus hubungan dengan Kerajaan (daulah) Saudiyah, iaitu semenjak perlanggaran Mesir dan sekutunya pada tahun 1226 -1342, yang bererti lebih kurang seratus duapuluh tujuh tahun wilayah Hijaz terlepas dari tangan dinasti Saudiyah. Dan barulah kembali ke tangan mereka pada tahun 1343 H, iaitu di saat daulah Saudiyah dipimpin oleh Imam 'Abdul 'Aziz bin 'Abdurrahman bin Faisal bin Turki bin 'Abdullah bin Muhammad bin Saud, cucu keempat dari pendiri dinasti Saudiyah, Amir Muhammad bin Saud al-Awal.
Menurut sejarah, setelah Mekah - Madinah kembali ke pangkuan Arab Saudi pada tahun 1343, hubungan Saudi - Mesir tetap tidak begitu baik yang mana tidak ada hubungan diplomatik di antara kedua-dua negara tersebut, meskipun kedua-dua bangsa itu tetap terjalin ukhuwah Islamiyah.
Hanya setelah Raja Faisal menaiki tahta menjadi ketua negara Saudi, hubungan Saudi - Mesir disambung kembali sehingga kini.

Kematiannya

Muhammad bin 'Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar'iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab.
Dan Allah telah memanjangkan umurnya sampai 92 tahun, sehingga beliau dapat menyaksikan sendiri kejayaan dakwah dan kesetiaan pendukung-pendukungnya. Semuanya itu adalah berkat pertolongan Allah dan berkat dakwah dan jihadnya yang gigih dan tidak kenal menyerah kalah itu.
Kemudian, setelah puas melihat hasil kemenangannya di seluruh negeri Dar'iyah dan sekitarnya, dengan hati yang tenang, perasaan yang lega, Muhammad bin 'Abdul Wahab menghadap Tuhannya. Beliau kembali ke rahmatullah pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar'iyah (Najd).

JAGAD GUMELAR

Awalnya Kahyangan 

BAB I
Pada awalnya, saat Alam Semesta ini masih suwung [kosong], belum ada kehidupan, tidak ada bintang, tidak ada planet-planet, dan tidak ada unsur apapun, hanya terdapat sebuah sosok yang bernama Sang Hyang Ogra Pesti, wujud Beliau tidak kelihatan karena diselimuti oleh cahaya yang sangat berkilau.

-Sang Hyang Ogra Pesti yang tak lain adalah Sang Maha Pencipta,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Bramana Wasesa.

-Sang Hyang Bramana Wasesa,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Toya Wasesa.

-Sang Hyang Toya Wasesa,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wiji Wasesa Jagad.

-Sang Hyang Wiji Wasesa Jagad,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Jagad Pramana.

-Sang Hyang Jagad Pramana,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wasesa Jagad Pramana.

-Sang Hyang Wasesa Jagad Pramana,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Jagad Kitaha.

-Sang Hyang Jagad Kitaha,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Atmana.

-Sang Hyang Atmana,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Atmani.

-Sang Hyang Atmani,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Arta Etu.

-Sang Hyang Arta Etu,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wilangan.

-Sang Hyang Wilangan,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Kasaha Etu Jagad.

-Sang Hyang Kasaha Etu Jagad,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Tunggal.

-Sang Hyang Tunggal,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wenang atau yang dikenal juga
dengan nama Sang Hyang Podo Winenang.

-Sang Hyang Wenang,
kemudian menciptakan sosok yang bernama Sang Hyang Wening.

Berturut-turut dari Sang Hyang Ogra Pesti yang berputra Sang Hyang Bramana Wasesa sampai ke Sang Hyang Wening, semuanya tinggal di Kahyangan Alang-Alang Kumitir.

Sang Hyang Wening atas seijin dari sang rama yaitu Sang Hyang Wenang kemudian menciptakan Kahyangan Manik Maninten yang letaknya di bawah Kahyangan Alang-Alang Kumitir dan juga menciptakan sebuah telur. Kemudian telur diremas dan pecah menjadi 3 bagian, dan semua bagian melayang-layang.

Bagian pertama adalah kulit atau cangkang telur yang walaupun remuk dan retak-retak tetapi tetap melayang-layang, begitu juga bagian isi yaitu putih telur dan kuning telur, akan tetapi pada awalnya bagian putih telur dan kuning telur masih menyatu dan tersambung.

Kemudian oleh Sang Hyang Wening, bagian cangkang telur disabda menjadi sosok yang bernama Bathara Antiga atau nama lainnya adalah Teja Mantri. Setelah itu putih telur dan kuning telur dipisah oleh Sang Hyang Wening, dari putih telur disabda menjadi sosok yang bernama Bathara Ismaya sedangkan bagian kuning telur yang masih melayang-layang kemudian ditangkap dan disabda menjadi sosok yang bernama Bathara Manik Maya.

Ketiganya, yaitu Bathara Antiga, Bathara Ismaya dan Bathara Manik Maya berparas sangat tampan dan tinggal rukun di Kahyangan Manik Maninten dan setelah itu Sang Hyang Wening kembali ke Kahyangan Alang-Alang Kumitir.

Bathara Antiga adalah Dewa yang pertama kali mencoba untuk keluar dari Kahyangan Manik Maninten dan mencoba meniru kebisaan dari Sang Hyang Wening dengan melakukan berbagai sabda, karena kesalahan sabda maka terciptalah para lelembut yang jumlahnya sangat banyak. Dan dikarenakan para lelembut itu membutuhkan tempat, maka Sang Hyang Wening kemudian menciptakan Kahyangan Setra Ganda Layu yang letaknya ada di bawah dari Kahyangan Manik Maninten.

Setelah itu Sang Hyang Wening mengambil bagian dari Bathara Ismaya dan disabda menjadi Bathari Kanestren yang kemudian menjadi isteri dari Bathara Ismaya, juga kemudian mengambil bagian dari Bathara Manik Maya dan disabda menjadi Bathari Uma yang kemudian menjadi isteri dari Bathara Manik Maya.

Sedangkan Bathara Antiga menjadi wadat [tidak mempunyai pasangan] dikarenakan beliau terwujud dari cangkang telur, suatu bagian yang tidak dapat menjadi makhluk hidup.

Dari pasangan Bathara Ismaya dengan Batari Kanestren dan Bathara Manik Maya dengan Bathari Uma inilah awal terjadinya proses reproduksi atau mempunyai keturunan.

Keturunan atau anak dari Bathara Ismaya dengan Bathari Kanestren adalah :

Batara Wungkuam, Bathara Wrespati, Bathara Yamadipati, Bathara Surya, Bathara Kuwera,
Bathara Kamajaya, Bathari Darmanastiti, Bathara Hananta Boga, Bathara Baruna,Bathara Wisnu, dan Bathara Platuk Temboro

Keturunan atau anak dari Bathara Manik Maya dengan Bathari Uma adalah :

Bathara Sambo, Bathara Brama, Bathara Indra, dan Bathara Bayu

Yang tinggal di Kahyangan Alang - Alang Kumitir :

  1. Sang Hyang Ogra Pesti
  2. Sang Hyang Bramana Wasesa
  3. Sang Hyang Toya Wasesa
  4. Sang Hyang Wiji Wasesa Jagad
  5. Sang Hyang Jagad Pramana
  6. Sang Hyang Wasesa Jagad Pramana
  7. Sang Hyang Jagad Kitaha
  8. Sang Hyang Atmana
  9. Sang Hyang Atmani
  10. Sang Hyang Arta Etu
  11. Sang Hyang Wilangan
  12. Sang Hyang Kasaha Etu Jagad
  13. Sang Hyang Tunggal
  14. Sang Hyang Wenang [Sang Hyang Podo Winenang]
  15. Sang Hyang Wening

Yang tinggal di Kahyangan Manik Maninten
  1. Sang Hyang Bathara Antiga
  2. Sang Hyang Bathara Ismaya + Sang Hyang Bathari Kanestren
  3. Sang Hyang Bathara Manik Maya + Sang Hyang Bathari Uma

Kahyangan-nya para Bathara dan Bathari

Putra dari SH Bathara Ismaya + SH Bathari Kanestren
  1. Bathara Wungkuam
  2. Bathara Wrespati
  3. Bathara Yamadipati
  4. Bathara Surya
  5. Bathara Kuwera
  6. Bathara Kamajaya
  7. Bathari Darmanastiti
  8. Bathara Hananta Boga
  9. Bathara Baruna
  10. Bathara Wisnu
  11. Batara Platuk Temboro

Putra dari SH Bathara Manik Maya + SH Bathari Uma
  1. Bathara Sambo
  2. Bathara Brama
  3. Bathara Indra
  4. Bathara Bayu

Yang tinggal di Kahyangan Setra Ganda Layu :
  1. Drubiksa, brekasakan dkk

BAB II
Kelak kemudian Sang Hyang Wening menciptakan pasangan buat putra-putri para Bathara dan Bathari itu dan menciptakan Kahyangan untuk mereka yang letaknya di bawah Kahyangan Manik Maninten tetapi di atas Kahyangan Setra Ganda Layu.

Lalu dari para Bathara dan Bathari itu lahirlah putra-putri mereka yaitu para Dewa dan Dewi, kemudian dibuatkan oleh Sang Hyang Wening Kahyangan untuk para Dewa-Dewi itu yang letaknya di bawah Kahyangan dari para Bathara-Bathari dan di atas Kahyangan Setra Ganda Layu.

Para Dewa dan Dewi kemudian saling berpasangan dan lahirlah putra-putri mereka yaitu paraWidadara dan Widadari, kemudian dibuatkan oleh Sang Hyang Wening Kahyangan untuk para Widadara-Widadari itu yang letaknya di bawah Kahyangan dari para Dewa-Dewi dan di atas Kahyangan Setra Ganda Layu.

Para Widadara dan Widadari kemudian saling berpasangan dan lahirlah putra-putri mereka yaitu para Hapsara dan Hapsari, kemudian dibuatkan oleh Sang Hyang Wening Kahyangan untuk para Hapsara-Hapsari itu yang letaknya di bawah Kahyangan dari para Widadara-Widadari dan di atas Kahyangan Setra Ganda Layu. Para Hapsara dan Hapsari tinggal di Kahyangan yang bernama Kahyangan Suralaya, mereka dikenal juga dengan sebutan Dang Hyang atau Danyang.

Saat itu para penghuni di Kahyangan Setra Ganda Layu sudah terlalu banyak, banyak lelembut dan drubiksa [raksasa] yang memang tidak mengetahui nilai-nilai tataran mulai jahil dengan seenaknya mengunjungi Kahyangan Suralaya maupun Kahyangan lainnya.

Hal itu yang kemudian membuat Sang Hyang Wening merencanakan untuk mulai menggelar jagad raya, dengan menciptakan Sela Matangkep atau Pintu Pengarip sebagai batasan dunia, jadi para penghuni Kahyangan Setra Ganda Layu tidak dapat lagi dengan seenaknya naik ke Kahyangan Suralaya dan Kahyangan-Kahyangan lain yang lebih tinggi.

Urut - urutan Kahyangan :
  1. Kahyangan Alang-Alang Kumitir
  2. Kahyangan Manik Maninten
  3. Kahyangan-nya para Bathara dan Bathari
  4. Kahyangan-nya para Dewa dan Dewi
  5. Kahyangan-nya para Widadara dan Widadari
  6. Kahyangan-nya para Hapsara dan Hapsari
  7. Sela Matangkep / Pintu Pengarip (Pintu Gerbangnya)
  8. Kahyangan Setra Ganda Layu

Atas sabda dari Sang Hyang Wening, kemudian diutuslah Sang Hyang Bathara Ismaya, Sang Hyang Bathara Brama, Sang Hyang Bathara Indra, Sang Hyang Bathara Surya, Sang Hyang Bathari Ratih, Sang Hyang Bathara Bayu, Sang Hyang Bathara Hananta Boga, Sang Hyang Bathara Baruna dan Sang Hyang Bathara Wisnu untuk menciptakan tempat di luar Sela Matangkep.

Saat itulah baru terciptanya dunia, dimulai dengan adanya Bintang yang diciptakan oleh Sang Hyang Bathara Ismaya atau dikenal juga dengan nama Sang Hyang Bathara Kartika.

Sang Hyang Bathara Brama bersama-sama dengan Sang Hyang Bathara Hananta Boga dan Sang Hyang Bathara Wisnu menciptakan Bumi dan planet-planet yang lain.

Bumi sendiri diciptakan awalnya dari sebuah gumpalan api yang dibuat oleh Sang Hyang Bathara Brama yang kemudian dilapisi oleh jangkar bumi dan cangkang bumi oleh Sang Hyang Bathara Hananta Boga dan Sang Hyang Bathara Surya memindahkan kaki Kahyangan Ekacakra mendekati Bumi yang sekarang kita kenal dengan nama Matahari.

Kemudian Sang Hyang Bathari Ratih juga memindahkan kaki Kahyangan Cakra Kembang ke dekat Bumi yang kita kenal dengan nama Bulan, Sang Hyang Bathara Bayu menciptakan atmosfir serta Sang Hyang Bathara Indra menciptakan hujan. Bumi pada waktu itu masih panas karena belum ada lautan.

Baru setelah itu diturunkanlah para lelembut dan Drubiksa ke Bumi atau Arcapada, akan tetapi ternyata setelah itu terjadi saling serang antara mereka untuk memperebutkan wilayah yang mereka sukai. Sehingga kemudian diturunkan juga para Hapsara dan Hapsari serta para Widadara dan Widadari ke Arcapada untuk membuat hirarki di Arcapada agar terjadi kestabilan dan keamanan di Arcapada.

Kemudian oleh Sang Hyang Wening diciptakanlah Dang Hyang penunggu Bumi :
  • Untuk Jagad Wetan [timur] ditempati oleh Pecuk Pecu Kilan.
  • Untuk Jagad Kulon [barat] ditempati oleh Cakrawangsa.
  • Untuk Jagad Lor [utara] ditempati oleh Kaneka Putra.
  • Untuk Jagad Kidul [selatan] belum terisi, tapi kemudian ditempati oleh Andana dan Andini.
  • Untuk Jagad Awang-Awang [angkasa] dipercayakan kepada Garuda Yaksa Retna Peksi
  • Jala Dara.

Setelah situasi di Arcapada cukup aman, baru kemudian oleh Bathara-Bathari yang ditugaskan [tanpa Sang Hyang Hananta Boga] diciptakanlah tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan.

 BAB III
Manusia Tercipta

Adalah Sang Hyang Bathara Brama yang pertama kali menciptakan manusia, diambil dari tanah dan dibuat dengan kepalan tangannya, karena Sang Hyang Bathara Brama adalah Dewa Api maka wujud manusia yang dibuat terlalu gosong, makanya kemudian disebut dengan Bangsa Keling. Proses penciptaan manusia pertama itu terjadi di daratan Jawa di Gunung Bromo, dan manusia yang diciptakan saat itu suhunya sangat panas untuk tinggal di dataran rendah sehingga mereka hanya dapat hidup di ketinggian yang suhunya lebih dingin.

Kemudian Sang Hyang Bathara Wisnu juga menciptakan manusia dan terwujudlah sosok manusia yang lebih baik dan sempurna [seperti manusia sekarang ini], kejadian itu masih di daratan Jawa di Gunung Pawinihan [sekarang Gunung Wilis]. Tetapi saat itu manusia ciptaan Sang Hyang Bathara Wisnu kondisi suhunya masih sama karena hanya mampu tinggal di tempat dingin. Manusia ciptaan itu menjadi rebutan dari para Hapsara dan Hapsari untuk dimomong oleh mereka.

Maka diaturlah agar manusia mempunyai keturunan dulu dan kemudian anak-anak mereka langsung di bawa oleh para Hapsara dan Hapsari untuk kemudian wajahnya dibentuk sesuai dengan wajah dari para Hapsara dan Hapsari yang memomongnya. Hal ini dilakukan atas sabda dari Sang Hyang Wening agar Arcapada dapat dipenuhi oleh manusia untuk keseimbangan alam semesta.

Delapan Bathara dan Bathari yang ikut dalam proses penciptaan manusia dan Prawita Sari [air suci keabadian], yaitu Sang Hyang Bathara Ismaya, Sang Hyang Bathara Brama, Sang Hyang Bathara Indra, Sang Hyang Bathara Surya, Sang Hyang Bathari Ratih, Sang Hyang Bathara Bayu, Sang Hyang Bathara Baruna dan Sang Hyang Bathara Wisnu inilah yang disebut dengan Hasta Brata, Hasta berarti delapan dan Brata berarti laku, watak, atau sifat utama yang di ambil dari sifat alam.

  1. Sang Hyang Bathara Ismaya/ Sang Hyang Bathara Kartika mewakili sifat Bintang
  2. Sang Hyang Bathara Brama mewakili sifat Api
  3. Sang Hyang Bathara Indra mewakili sifat Langit/ Angkasa
  4. Sang Hyang Bathara Surya mewakili sifat Matahari
  5. Sang Hyang Bathari Ratih mewakili sifat Bulan
  6. Sang Hyang Bathara Bayu mewakili sifat Angin
  7. Sang Hyang Bathara Baruna mewakili sifat Air
  8. Sang Hyang Bathara Wisnu mewakili sifat Bumi/ Tanah

Kemudian para Bathara-Bathari dan Dewa-Dewi turun ke bumi dan mulai mengajarkan pola kehidupankepada umat manusia, hal itu dilakukan agar manusia kemudian secara otomatis dan naluri akan mengajarkan kepada keturunannya juga, sehingga tidak perlu setiap generasi berikutnya dari keturunan manusia yang lahir, para Bathara-Bathari dan Dewa-Dewi harus turun ke Arcapada untuk mengajarkan pola yang sama.

Beberapa pola kehidupan yang diajarkan kepada manusia itu antara lain :
  • Sang Hyang Bathara Brama mengajarkan kepada manusia bagaimana caranya membikin perkakas.
  • Sang Hyang Bathara Wisma Karma mengajarkan manusia cara membikin rumah tinggal.
  • Sang Hyang Bathara Iswara mengajarkan manusia cara berbicara dan manembah.
  • Sang Hyang Bathara Wisnu mengajarkan aturan antar manusia, aturan-aturan berkehidupan untuk tidak saling menjegal.
  • Sang Hyang Bathara Mahadewa mengajarkan manusia caranya membikin perhiasan dan
  • pakaian.
  • Sang Hyang Batara Cipta Gupta mengajarkan manusia caranya mengenal dan membuat
  • warna-warni.
  • dan lain-lain

Manusia-manusia awal yang tercipta di Arcapada ini baik yang di Gunung Bromo maupun yang di Gunung Pawinihan dinamakan Bangsa Keling dari kata 'kelingan' yang mengingatkan tentang awal penciptaan, struktur komunal pertama manusia dinamakan Kerajaan Keling dengan Kraton-nya berada di lereng Gunung Pawinihan yang dipimpin oleh Sang Maha Prabu Radite yang dimomong oleh Sang Hyang Bathara Wisnu.

Semua peristiwa sebagai bagian dari awal peradaban ini terjadi di jaman sedang Kala Kukila pada jaman besar Kali Swara, di mana saat itu belum diciptakan lautan dan putaran Bumi masih belum stabil.

Tri Loka Buwana

Sang Hyang Wening merasa sudah saatnya setelah jagad di gelar harus ada hirarki keseluruhan untuk menata alam semesta ini. Untuk memimpin jalannya kehidupan Alam Semesta akan dipilih seorang pimpinan yang bergelar Ratu Tri Loka Buwana [Tri = tiga, Loka = tempat, Buwana = dunia] yang menguasai 3 dunia; Arcapada [Bumi, dunia di mana manusia tinggal], Madyapada [dunia ghaib], dan Mayapada [Kadewatan, dunia luhur tempat mulai dari Hapsara-Hapsari sampai Bathara-Bathari].

Maka sebelum dipilih siapa yang layak untuk menjadi Ratu Tri Loka Buwana, Sang Hyang Wening mencipta Kahyangan Jong Giri Saloka tempat bakal Ratu Tri Loka Buwana menetap dan mengatur Alam Semesta. Kahyangan Jong Giri Saloka ini terletak di bawah Kahyangan Alang- Alang Kumitir dan di atas Kahyangan Manik Maninten.

Dua putra dari Sang Hyang Wening, yaitu Sang Hyang Bathara Antiga dan Sang Hyang Bathara Ismaya sangat meminati posisi Ratu Tri Loka Buwana tersebut, maka kemudian disepakatilah antar mereka berdua untuk adu kesaktian guna menunjukkan siapakah yang lebih layak menjadi Ratu Tri Loka Buwana.

Proses adu kesaktian itu adalah barang siapa yang dapat memakan atau menelan Jamur Dwipa[bentuk gunung yang sangat besar] maka dialah yang layak menjadi Ratu Tri Loka Buwana. Sang Hyang Bathara Antiga menelan Jamur Dwipa, tetapi gagal dan mulut dari Sang Hyang Batara Antiga malah sobek, kemudian giliran Sang Hyang Bathara Ismaya mencoba menelan Jamur Dwipa, ternyata berhasil ditelan tetapi tidak dapat dimuntahkan kembali. Pada saat itulah Sang Hyang Wening rawuh dan sangat tidak berkenan dengan adu kesaktian yang dilakukan oleh Sang Hyang Bathara Antiga dengan Sang Hyang Bathara Ismaya.

Sebagai bentuk pertanggung jawaban dari apa yang telah mereka lakukan, maka kemudian Sang Hyang Wening mengeluarkan sabda yang mengunci bentuk mereka di mana kondisi mulut dari Sang Hyang Bathara Antiga sobek dan perut dari Sang Hyang Bathara Ismaya membesar karena terisi Jamur Dwipa. Dalam wujud seperti itulah maka Sang Hyang Bathara Antiga juga dikenal dengan nama Togog atau Ki Lurah Togog; sedang Sang Hyang Bathara Ismaya dikenal dengan nama Semar atau Ki Lurah Semar Badranaya.

Kemudian Sang Hyang Wening menunjuk Sang Hyang Bathara Manik Maya yang karena tidak ikut dalam adu kesaktian dan hanya menjadi penonton saja itu menjadi Ratu Tri Loka Buwana. Sang Hyang Bathara Manik Maya merasa kegirangan apalagi dari antara tiga bersaudara Sang Hyang Bathara Manik Maya yang sekarang wajahnya paling tampan, karena kakak-kakaknya sudah berubah wujud semua. Hal itu tak luput dari perhatian Sang Hyang Wening, maka kemudian disabdalah wajah dari Sang Hyang Manik Maya menjadi buruk rupa, sebagai penanda untuk tidak mempunyai sifat sombong hati.

Sebagai Ratu Tri Loka Buwana, Sang Hyang Bathara Manik Maya kemudian bergelar Sang Hyang Bathara Guru, atau dikenal juga dengan nama Sang Hyang Syiwa atau Sang Hyang Jagad Pratingkah. Kemudian Sang Hyang Bathara Guru bersama dengan Bathari Uma menempati Kahyangan Jong Giri Saloka dan bertugas sebagai Ratu Tri Loka Buwana.

Sang Hyang Wening kemudian menugaskan Ki Lurah Togog dan Ki Lurah Semar untuk menjadi pamomong bagi umat manusia di Arcapada. Ki Lurah Togog menjadi pamomong umat manusia di belahan Barat dan Utara dari Arcapada, sedangkan Ki Lurah Semar menjadi pamomong untuk umat manusia di belahan Timur dan Selatan dari Arcapada.

Karena mereka berdua masing-masing memerlukan teman dalam perjalanan mereka menjadi pamomong di Arcapada, maka kemudian Ki Lurah Togog menciptakan teman seperjalanannya yang bernama Sarawita atau dikenal dengan nama lain Bilung.Sedang Ki Lurah Semar juga menciptakan teman seperjalanan yang diambil dari bayangannya sendiri yang diberi nama Bagong.

Berita tentang terpilihnya Sang Hyang Bathara Manik Maya menjadi Ratu Tri Loka Buwana ternyata membuat gerah para Dang Hyang penunggu Bumi, mereka merasa bahwa Sang Hyang Bathara Manik Maya tidak pantas menjadi Ratu Tri Loka Buwana karena dianggap kalah wibawa dan kurang sakti dari kakak-kakaknya. Para Dang Hyang penjuru Bumi merencanakan untuk melakukan protes dengan mengadakan penyerbuan ke Kahyangan Jong Giri Saloka.

Pertama kali yang menyerbu ke Kahyangan Jong Giri Saloka adalah Kaneka Putra sang Dang Hyang Jagad Lor. Dalam perjalanannya ke Kahyangan Jong Giri Saloka dan baru sampai di Sela Matangkep, Dang Hyang Jagad Lor Kaneka Putra bertemu dengan rombongan Ki Lurah Semar bersama dengan Bagong dan Ki Lurah Togog bersama dengan Sarawita yang akan turun ke Arcapada untuk melaksanakan tugas sebagai pamomong umat manusia. Terjadilah pertempuran sengit antara Ki Lurah Semar dengan Kaneka Putra,akhirnya Kaneka Putra tunduk karena terkena Aji Kemayan dari Ki Lurah Semar sehingga bentuknya menyerupai wujud pendek seperti yang sekarang kita kenal.

Karena kepandaian dan kepintarannya dalam bertempur, maka oleh Ki Lurah Semar, Dang Hyang Jagad Lor Kaneka Putra kemudian ditugaskan untuk menjadi penasehat utama Kahyangan Jong Giri Saloka untuk mendampingi Sang Hyang Bathara Guru dalam mengelola Alam Semesta dan bergelar Sang Hyang Bathara Narada atau Resi Kaneka Putra.

Kemudian secara bersamaan naiklah Dang Hyang Jagad Wetan Pecuk Pecu Kilan dan Dang Hyang Jagad Kulon Cakrawangsa untuk menyerbu Kahyangan Jong Giri Saloka. Di Sela Matangkep, mereka bertemu dengan rombongan Ki Lurah Semar dan rombongannya yang baru saja bertempur dengan Dang Hyang Jagad Lor Kaneka Putra.

Oleh Ki Lurah Semar kedatangan kedua Dang Hyang Jagad itu disambut secepat
kilat dengan cara menjambak rambut Pecuk Pecu Kilan dan rambut Cakrawangsa serta dibenturkan satu sama lain sehingga mereka berubah wujud dan langsung tunduk kepada Ki Lurah Semar. Setelah berubah wujud, Pecuk Pecu Kilan berubah nama menjadi Petruk dan Cakrawangsa berubah nama menjadi Gareng, serta mereka berdua akan mengiringi kemanapun Ki Lurah Semar Badranaya dan Bagong akan menempuh perjalanannya dalam memomong umat manusia di belahan Timur dan Selatan Arcapada ini.

Dang Hyang kembar Jagad Kidul yaitu Andana dan Andini melakukan penyerbuan pula ke Kahyangan Jong Giri Saloka, setelah melihat cara Ki Lurah Semar menaklukkan Pecuk Pecu Kilan dan Cakrawangsa, Sang Hyang Batara Guru melakukan hal yang sama pula kepada Andana dan Andini. Begitu Andana dan Andini tiba di Kahyangan Jong Giri Saloka, maka secepat kilat dibenturkanlah kepala dari Andana dan Andini sehingga mereka langsung takluk. Oleh Sang Hyang Batara Guru, Andana dan Andini kemudian disabda menjadi Lembu Nandini dan menjadi Dampar Kencana Kahyangan Jong Giri Saloka.

Dang Hyang Awang-Awang yaitu Garuda Yaksa Retna Peksi Jala Dara juga melakukan penyerbuan ke Kahyangan Jong Giri Saloka, tetapi di tengah perjalanan dia bertemu dengan Sang Hyang Bathara Wisnu. Terjadilah pertempuran yang berakhir dengan tunduknya Garuda Yaksa Retna Peksi Jala Dara kepada Sang Hyang Bathara Wisnu, sejak saat itulah Garuda Yaksa Retna Peksi Jala Dara dijadikan tunggangan dari Sang Hyang Bathara Wisnu.

Setelah semua berjalan normal kembali, sebagai Ratu Tri Loka Buwana, Sang Hyang Bathara Guru kemudian membentuk beberapa formasi jagad baru, dengan beliau sendiri sebagai Pusat :
  1. Sang Hyang Bathara Syiwa di Pusat
  2. Sang Hyang Bathara Brama di penjuru Selatan
  3. Sang Hyang Bathara Wisnu di penjuru Utara
  4. Sang Hyang Bathara Iswara di penjuru Timur
  5. Sang Hyang Bathara Mahadewa di penjuru Barat
  6. Sang Hyang Bathara Sambu di penjuru Timur Laut
  7. Sang Hyang Bathara Maheswara di penjuru Tenggara
  8. Sang Hyang Bathara Rodra di penjuru Barat Daya
  9. Sang Hyang Bathara Sangkara di penjuru Barat Laut
Formasi ini dinamakan Langlang Buwana atau Pangider-ider Bumi atau Dewa 9 Penjuru Jagad.

Juga kemudian ditunjuklah penanggung-jawab untuk 7 bagian lapisan Bumi.
  1. Eka Pratala atau Kerak Bumi di bawah kekuasaan Dewi Pertiwi
  2. Dwi Pratala di bawah kekuasaan Dewi Kusika
  3. Tri Pratala di bawah kekuasaan Dewi Gangga
  4. Catur Pratala di bawah kekuasaan Dewi Sindula
  5. Panca Pratala di bawah kekuasaan Dewi Danampalan
  6. Sad Pratala di bawah kekuasaan Batari Manikem
  7. Sapta Pratala atau Inti Bumi di bawah kekuasaan Sang Hyang Batara Hananta Boga

Struktur Jagad Raya setelah adanya Ratu Tri Loka Buwana:
  1. Kahyangan Alang-Alang Kumitir
  2. Kahyangan Jong Giri Saloka
  3. Kahyangan Manik Maninten
  4. Kahyangan-nya para Bathara dan Bathari
  5. Kahyangan-nya para Dewa dan Dewi
  6. Kahyangan-nya para Widadara dan Widadari
  7. Kahyangan-nya para Hapsara dan Hapsari
  8. Sela Matangkep / Pintu Pengarip
  9. Kahyangan Setra Ganda Layu
  10. Bumi / Arcapada