Senin, 05 Desember 2011

Rencana Tuhan Pasti Indah


Ketika aku masih kecil, waktu itu ibuku sedang menyulam sehelai kain. Aku yang sedang bermain di lantai, melihat ke atas dan bertanya, apa yang ia lakukan. Ia menerangkan bahwa ia sedang menyulam sesuatu di atas sehelai kain. Tetapi aku memberitahu kepadanya, bahwa yang kulihat dari bawah adalah benang ruwet.

Ibu dengan tersenyum memandangiku dan berkata dengan lembut, "Anakku, lanjutkanlah permainanmu, sementara ibu menyelesaikan sulaman ini; nanti setelah selesai, kamu akan kupanggil dan kududukkan di atas pangkuan ibu dan kamu dapat melihat sulaman ini dari atas."

Aku heran, mengapa ibu menggunakan benang hitam dan putih, begitu semrawut menurut pandanganku. Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara ibu memanggil. "Anakku, mari kesini, dan duduklah di pangkuan ibu"

Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan latar belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku hampir tidak percaya melihatnya, karena dari bawah yang aku lihat hanyalah benang-benang yang ruwet.

Kemudian ibu berkata, "Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau, tetapi engkau tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola, ibu hanya mengikutinya. Sekarang, dengan melihatnya dari atas kamu dapat melihat keindahan dari apa yang ibu lakukan."


Renungan

Demikian hal sama seperti yang Tuhan lakukan...
Tuhan telah membuat pola yang indah untuk kehidupan kita...
Pada waktu menjalani 'pola Tuhan' memang tidak mudah...
Tetapi bila bersabar...pada saatnya Engkau akan melihat keindahan itu

Renungan, ** BERSABARLAH … Maka Kamu Akan Mengerti **

Suatu saat kau akan bisa mengerti mengapa mawar yang indah itu harus berduri, ketika saat ini kau selalu mengeluh sakit saat berusaha memetik dan menggenggam mawar karena durinya menusukmu…

Suatu saat kau akan mengerti mengapa air yang jernih itu mampu menjadi keruh dan kotor serta menyimpan banyak penyakit jika kau biarkan air itu diam dan tak mengalir…

Suatu saat kau akan mengerti mengapa waktu adalah uang yang harus kau kau jaga agar waktu itu tak terbuang percuma…

Suatu saat kau akan mengerti tentang sesuatu yang saat ini belum kau mengerti. Dan kau akan bisa mengerti ketika kau telah berjibaku dengan waktu dan akal pikiranmu…

Lihatlah pada apa yang Allah perlihatkan padamu…

Suatu saat kau akan mengerti mengapa hari ini Allah mengambil apa yang Dia titipkan padamu sedang kau mencintainya dengan amat sangat hingga akhirnya membuatmu menangis karena kehilangannya..

Suatu saat kau akan akan mengerti mengapa Allah melakukan sesuatu yang tidak kau sukai hingga membuatmu tak berhenti untuk mengeluh…

Suatu saat kau akan mengerti mengapa Allah memberikanmu sesuatu yang membuat hatimu amat kecewa hingga membuatmu sulit untuk mensyukuri apa yang telah diberi-Nya..

Suatu saat kau akan mengerti mengapa harus ada jalan mulus namun menyesatkan dan jalan terjal namun mengantarmu pada kebahagiaan…

Suatu saat kau akan mengerti mengapa kau harus memperlakukan cinta dihatimu dengan penuh kehati-hatian…

Suatu saat kau akan mengerti mengapa kau harus melelahkan diri dalam perjuangan demi meraih sebuah kebahagiaan…

Suatu saat kau akan mengerti mengapa hidup harus kau jalani dengan tertawa dan menangis..

Dan suatu saat kau akan mengerti mengapa hidupmu harus diatur sedemikian rupa, berbeda dengan makhluk-Nya yang lain…

Kau akan mengerti semuanya tatkala kau biarkan jiwamu mendesah, akalmu berpikir, dan imanmu ikut serta mengiringi..

Kau akan mengerti kala Allah ingin membuatmu menjadi hamba yang kuat..

Menjadi hamba yang teguh…

Menjadi hamba yang cerdas menata hati..

Menjadi hamba yang tak mudah berputus asa…

Menjadi hamba yang mengerti akan hakikat kehidupan…

Dan menjadi hamba yang akan dirindukan oleh syurga dan ridho-Nya…

Setiap masalah memiliki “ MASA” yang berbeda untuk terselesaikan atau terlalui, kita tidak pernah tau akan seperti apa masalah itu nantinya,maka jalan terbaik yang harus ditempuh untuk pertama kalinya adalah bersabarlah,

Sadar atau tidak apapun yang ada sama Kita, baik berupa tingkah laku, cara bicara, prinsip, cara pandang di setiap hal itu adalah “ HASIL DARI BELAJAR ”, belajar dari segala hal yang kita temui, belajar dari apa-apa yang kita dengar belajar dari apa-apa yang kita lihat, belajar dari apa-apa yang kita rasa. Jadi kesabaran bukan paket instan yang kita bisa dapatkan dalam bentuk jadi..melainkan butuh sebuah PROSES… ya.. PROSES belajar menjadi seorang yang SABARr.

Mengutip perkataan orang bijak. “Tuntutlah Ilmu ( Belajar ) dari buaian hingga ke liang lahat”,, bukan saja kesabaran. Tapi belajar setiap hal-hal baik..

“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

--- Mulailah untuk berfikir setiap kali akan melangkah, dan tentukan apa apa yang terbaik bagi masa DEPAN, kejar dan genggamlah ia,lalu tersenyum dan “ BERMIMPILAH”….sebab suatu hari kelak kamu akan terbangun dan tersenyum karena beberapa mimpimu telah kamu genggam dan nyata ---

Si Bocah Amerika Belajar Islam

Kisah spiritual anak kecil yang memeluk islam hanya karena dia baca mengenai buku Islam, setelah sebelumnya orang tuanya memberinya semua buku semua agama yang ada di dunia, Orang tua mutusin agar anaknya sendiri yang memilih agamanya.

Rasulullah saw bersabda: ”Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)

Kisah bocah Amerika ini tidak lain adalah sebuah bukti yang membenarkan hadits tersebut di atas.

Alexander Pertz dilahirkan dari kedua orang tua Nasrani pada tahun 1990 M. Sejak awal ibunya telah memutuskan untuk membiarkannya memilih agamanya jauh dari pengaruh keluarga atau masyarakat. Begitu dia bisa membaca dan menulis maka ibunya menghadirkan untuknya buku-buku agama dari seluruh agama, baik agama langit atau agama bumi. Setelah membaca dengan mendalam, Alexander memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Padahal ia tak pernah bertemu muslim seorangpun.

Dia sangat cinta dengan agama ini sampai pada tingkatan dia mempelajari sholat, dan mengerti banyak hukum-hukum syar’i, membaca sejarah Islam, mempelajari banyak kalimat bahasa Arab, menghafal sebagian surat, dan belajar adzan.

Semua itu tanpa bertemu dengan seorang muslimpun. Berdasarkan bacaan-bacaan tersebut dia memutuskan untuk mengganti namanya yaitu Muhammad ’Abdullah, dengan tujuan agar mendapatkan keberkahan Rasulullah saw yang dia cintai sejak masih kecil.

Salah seorang wartawan muslim menemuinya dan bertanya pada bocah tersebut. Namun, sebelum wartawan tersebut bertanya kepadanya, bocah tersebut bertanya kepada wartawan itu, ”Apakah engkau seorang yang hafal Al Qur'an ?”

Wartawan itu berkata: ”Tidak”.
Namun sang wartawan dapat merasakan kekecewaan anak itu atas jawabannya.

Bocah itu kembali berkata , ”Akan tetapi engkau adalah seorang muslim, dan mengerti bahasa Arab, bukankah demikian?”.
Dia menghujani wartawan itu dengan banyak pertanyaan.
”Apakah engkau telah menunaikan ibadah haji ?
Apakah engkau telah menunaikan ’umrah ?
Bagaimana engkau bisa mendapatkan pakaian ihram ?
Apakah pakaian ihram tersebut mahal ?
Apakah mungkin aku membelinya di sini, ataukah mereka hanya menjualnya di Arab Saudi saja ?
Kesulitan apa sajakah yang engkau alami, dengan keberadaanmu sebagai seorang muslim di komunitas yang bukan Islami?”

Setelah wartawan itu menjawab sebisanya, anak itu kembali berbicara dan menceritakan tentang beberapa hal berkenaan dengan kawan-kawannya, atau gurunya, sesuatu yang berkenaan dengan makan atau minumnya, peci putih yang dikenakannya, ghutrah (surban) yang dia lingkarkan di kepalanya dengan model Yaman, atau berdirinya di kebun umum untuk mengumandangkan adzan sebelum dia sholat. Kemudian ia berkata dengan penuh penyesalan, ”Terkadang aku kehilangan sebagian sholat karena ketidak tahuanku tentang waktu-waktu sholat.”

Kemudian wartawan itu bertanya pada sang bocah, ”Apa yang membuatmu tertarik pada Islam ? Mengapa engkau memilih Islam, tidak yang lain saja ?” Dia diam sesaat kemudian menjawab.

Bocah itu diam sesaat dan kemudian menjawab, ”Aku tidak tahu, segala yang aku ketahui adalah dari yang aku baca tentangnya, dan setiap kali aku menambah bacaanku, maka semakin banyak kecintaanku”.

Wartawab bertanya kembali, ”Apakah engkau telah puasa Ramadhan ?”

Muhammad tersenyum sambil menjawab, ”Ya, aku telah puasa Ramadhan yang lalu secara sempurna. Alhamdulillah, dan itu adalah pertama kalinya aku berpuasa di dalamnya. Dulunya sulit, terlebih pada hari-hari pertama”.
Kemudian dia meneruskan : ”Ayahku telah menakutiku bahwa aku tidak akan mampu berpuasa, akan tetapi aku berpuasa dan tidak mempercayai hal tersebut”.

”Apakah cita-citamu ?” tanya wartawan

Dengan cepat Muhammad menjawab, ”Aku memiliki banyak cita-cita. Aku berkeinginan untuk pergi ke Makkah dan mencium Hajar Aswad”.

”Sungguh aku perhatikan bahwa keinginanmu untuk menunaikan ibadah haji adalah sangat besar. Adakah penyebab hal tersebut ?” tanya wartawan lagi.

Ibu Muhamad untuk pertama kalinya ikut angkat bicara, dia berkata : ”Sesungguhnya gambar Ka’bah telah memenuhi kamarnya, sebagian manusia menyangka bahwa apa yang dia lewati pada saat sekarang hanyalah semacam khayalan, semacam angan yang akan berhenti pada suatu hari.
Akan tetapi mereka tidak mengetahui bahwa dia tidak hanya sekedar serius, melainkan mengimaninya dengan sangat dalam sampai pada tingkatan yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain”.

Tampaklah senyuman di wajah Muhammad ’Abdullah, dia melihat ibunya membelanya. Kemudian dia memberikan keterangan kepada ibunya tentang thawaf di sekitar Ka’bah, dan bagaimanakah haji sebagai sebuah lambang persamaan antar sesama manusia sebagaimana Tuhan telah menciptakan mereka tanpa memandang perbedaan warna kulit, bangsa, kaya, atau miskin.

Kemudian Muhammad meneruskan, ”Sesungguhnya aku berusaha mengumpulkan sisa dari uang sakuku setiap minggunya agar aku bisa pergi ke Makkah Al-Mukarramah pada suatu hari.
Aku telah mendengar bahwa perjalanan ke sana membutuhkan biaya 4 ribu dollar, dan sekarang aku mempunyai 300 dollar.”

Ibunya menimpalinya seraya berkata untuk berusaha menghilangkan kesan keteledorannya, ”Aku sama sekali tidak keberatan dan menghalanginya pergi ke Makkah, akan tetapi kami tidak memiliki cukup uang untuk mengirimnya dalam waktu dekat ini.”

”Apakah cita-citamu yang lain ?” tanya wartawan.

“Aku bercita-cita agar Palestina kembali ke tangan kaum muslimin.
Ini adalah bumi mereka yang dicuri oleh orang-orang Israel (Yahudi) dari mereka.” jawab Muhammad

Ibunya melihat kepadanya dengan penuh keheranan. Maka diapun memberikan isyarat bahwa sebelumnya telah terjadi perdebatan antara dia dengan ibunya sekitar tema ini.

Muhammad berkata, ”Ibu, engkau belum membaca sejarah, bacalah sejarah, sungguh benar-benar telah terjadi perampasan terhadap Palestina.”

”Apakah engkau mempunyai cita-cita lain ?” tanya wartawan lagi.

Muhammad menjawab, “Cita-citaku adalah aku ingin belajar bahasa Arab, dan menghafal Al Qur'an.”

“Apakah engkau berkeinginan belajar di negeri Islam ?” tanya wartawan

Maka dia menjawab dengan meyakinkan : “Tentu”

”Apakah engkau mendapati kesulitan dalam masalah makanan ?
Bagaimana engkau menghindari daging babi ?”  tanya wartawan

Muhammad menjawab, ”Babi adalah hewan yang sangat kotor dan menjijikkan. Aku sangat heran, bagaimanakah mereka memakan dagingnya. Keluargaku mengetahui bahwa aku tidak memakan daging babi, oleh karena itu mereka tidak menghidangkannya untukku. Dan jika kami pergi ke restoran, maka aku kabarkan kepada mereka bahwa aku tidak memakan daging babi.”

”Apakah engkau sholat di sekolahan ?” tanya wartawan

”Ya, aku telah membuat sebuah tempat rahasia di perpustakaan yang aku shalat di sana setiap hari” jawab Muhammad

Kemudian datanglah waktu shalat maghrib di tengah wawancara. Bocah itu langsung berkata kepada wartawan,
”Apakah engkau mengijinkanku untuk mengumandangkan adzan ?”

Kemudian dia berdiri dan mengumandangkan adzan. Dan tanpa terasa, air mata mengalir di kedua mata sang wartawan ketika melihat dan mendengarkan bocah itu menyuarakan adzan.

"ditulis oleh Abul-Jauzaa’ dari Majalah Qiblati, edisi 07 tahun II – April 2007M/Rabi’ul-Awwal 1428 H"
Suatu hari seorang Murid bertanya kepada Gurunya,
“Guru, saya pernah mendengar kisah seorang arif yang pergi jauh dengan berjalan kaki.
Cuma yang aneh, setiap ada jalan yang menurun, sang arif konon agak murung.
Tetapi kalau jalan sedang mendaki ia tersenyum.
Hikmah apakah yang bisa saya petik dari kisah ini...?”

“Itu perlambang manusia yang telah matang dalam meresapi asam garam kehidupan”, jelas sang Guru.
“Itu perlu kita jadikan cermin.
Ketika bernasib baik, sesekali perlu kita sadari bahwa suatu ketika kita akan mengalami nasib buruk yang tidak kita harapkan.
Dengan demikian kita tidak terlalu bergembira sampai lupa bersyukur kepada Sang Maha Pencipta.
Ketika nasib sedang buruk, kita memandang masa depan dengan tersenyum optimis.
Optimis saja tidak cukup, kita harus mengimbangi optimisme itu dengan kerja keras.”

“Apa alasan saya untuk optimis, sedang saya sadar nasib saya sedang jatuh dan berada di bawah,” sang Murid kembali bertanya.

“Alasannya adalah iman, karena kita yakin akan pertolongan Sang Maha Pencipta”, terang sang Guru.

“Hikmah selanjutnya..?”, sang murid meneruskan tanyanya.

“Orang yang terkenal satu ketika harus siap untuk dilupakan, orang yang di atas harus siap mental untuk turun ke bawah.
Orang kaya satu ketika harus siap untuk miskin,” sang Guru mengakhiri jawabannya.