Selasa, 24 Januari 2012

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW

Diriwayatkan bahwa surah AI-Maidah ayat 3 diturunkan pada waktu sesudah ashar yaitu pada hari Jumat di padang Arafah pada musim haji terakhir [Wada].

Pada masa itu Rasulullah Saw berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah
Saw tidak begitu jelas menangkap isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah saw bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan-lahan.*
Setelah itu turun malaikat jibril A.s dan berkata: “Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah Swt dan demikian juga apa yang terlarang olehnya. Karena itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu denganmu.”


Setelah itu Malaikat Jibril A.s pergi, maka Rasulullah Saw pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah. Setelah Rasulullah saw mengumpulkan para sahabat beliau, maka Rasulullah Saw pun menceritakan apa yang telah diberitahukan oleh malaikat Jibril A.s Ketika para sahabat mendengar hal yang demikian maka mereka pun gembira sambil berkata: “Agama kita telah sempurna. Agama kita telah sempuna.”

Namun ketika Abu Bakar R.a mendengar keterangan Rasulullah Saw tersebut, maka ia tidak dapat menahan kesedihannya maka ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis dengan kuat. Abu Bakar R.a menangis dari pagi hingga malam. Kisah tentang Abu Bakar R.a menangis telah sampai kepada para sahabat yang lain, maka berkumpullah para sahabat di hadapan rumah Abu Bakar R.a dan mereka berkata:
“Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu?
Seharusnya kamu merasa gembira sebab agama kita telah sempurna.”

Mendengarkan pertanyaan dari para sahabat maka Abu Bakar R.a pun berkata: “Wahai para sahabatku, kalian semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu, tidakkah kalian tahu bahwa apabila sesuatu perkara itu telah sempurna menunjukkan bahwa perpisahan kita dengan Rasulullah saw telah dekat. Hasan dan Husein menjadi yatim dan para isteri nabi menjadi janda.”

Setelah mereka mendengar penjelasan dari Abu Bakar R.a maka sadarlah mereka akan kebenaran kata-kata Abu Bakar R.a, lalu mereka menangis. Tangisan mereka telah didengar oleh para sahabat yang lain, maka mereka pun terus beritahu Rasulullah Saw tentang apa yang mereka lihat itu. Berkata salah seorang dari para sahabat: “Ya Rasulullah saw, kami baru kembali dari rumah Abu Bakar R.a dan kami mendapati banyak orang menangis dengan suara yang kuat di hadapan rumah beliau.”  
Ketika Rasulullah Saw mendengar keterangan dari para sahabat, maka berubahlah muka Rasulullah Saw dan dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar R.a.
Sesampainya Rasulullah Saw sampai di rumah Abu Bakar R.a maka Rasulullah Saw melihat para sahabatnya sedang menangis dan bertanya:  “Wahai para sahabatku, mengapa kamu semua menangis..?.”

Kemudian Ali R.a berkata: “Ya Rasulullah saw, Abu Bakar R.a mengatakan dengan turunnya ayat ini membawa tanda bahwa waktu wafatmu telah dekat. Benarkah ini ya Rasulullah?.”

Lalu Rasulullah Saw berkata: “Semua yang dikatakan oleh Abu Bakar R.a adalah benar, dan sesungguhnya masa untuk aku meninggalkan kamu semua telah hampir dekat.” 

Abu Bakar R.a mendengar pengakuan Rasulullah Saw, maka ia pun menangis sekuat tenaganya sehingga ia jatuh pingsan, sementara Ali R.a pula gemetar seluruh tubuhnya. Dan para sahabat yang lain menangis dengan sekuat-kuatnya yang mereka mampu. Pada saat sudah dekat ajal Rasulullah Saw, beliau menyuruh Bilal R.a untuk adzan mengerjakan shalat, lalu berkumpul para Muhajirin dan Anshar di masjid Rasulullah Saw. Kemudian Rasulullah Saw menunaikan shalat dua raka’at bersama semua yang hadir. Setelah selesai mengerjakan shalat beliau bangun dan naik ke atas mimbar dan berkata:
 “Alhamdulillah, wahai para muslimin, sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak orang kepada jalan Allah dengan izin-Nya. Dan saya ini adalah sebagai saudara kandung kalian, yang kasih sayang pada kalian semua seperti seorang ayah. Oleh karena itu kalau ada yang mempunyai hak untuk menuntutku, maka hendaklah ia bangun dan balaslah saya sebelum saya dituntut di hari kiamat.”

Rasulullah Saw berkata demikian sebanyak 3 kali kemudian bangunlah seorang lelaki yang bernama ‘Ukasyah bin Muhshan dan berkata: “Demi ayahku dan ibuku ya Rasulullah saw, kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali sudah tentu saya tidak mau melakukan hal ini.”

Lalu ‘Ukasyah berkata lagi:  “Sesungguhnya dalam Perang Badar saya bersamamu yaa Rasulullah, pada saat itu saya mengikuti unta anda dari belakang, setelah dekat saya pun turun menghampiri anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha anda, tetapi anda telah mengambil tongkat dan memukul unta anda untuk berjalan cepat, yang mana pada masa itu saya pun anda pukul pada tulang rusuk saya. Oleh itu saya ingin tahu sama anda sengaja memukul saya atau hendak memukul unta tersebut.”

Rasulullah Saw berkata: “Wahai ‘Ukasyah, Rasulullah saw sengaja memukul kamu.”
[Rasulullah Saw melakukan pemukulan tersebut karena beliau tidak ingin dikultuskan oleh manusia termasuk sahabatnya itu. pen]  

Kemudian Rasulullah Saw berkata kepada Bilal R.a: “Wahai Bilal, kamu pergi ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku kemari.”

Bilal keluar dari masjid menuju ke rumah Fatimah R.ha sambil meletakkan tangannya di atas kepala dengan berkata: “Rasulullah telah menyediakan dirinya untuk dibalas [di-qishash].”

Setelah Bilal sampai di rumah Fatimah maka Bilal pun memberi salam dan mengetuk pintu. Kemudian Fatimah R.ha menyahut dengan berkata: “Siapakah di pintu?.”

Lalu Bilal R.a berkata: “Saya Bilal, saya telah diperintahkan oleh Rasulullah Saw untuk mengambil tongkat beliau.”

Kemudian Fatimah R.ha berkata: “Wahai Bilal, untuk apa ayahku minta tongkatnya.”

Berkata Bilal R.a: “Wahai Fatimah, Rasulullah Saw telah menyediakan dirinya untuk di-qishash.”

Bertanya Fatimah R.ha lagi: “Wahai Bilal, siapakah manusia yang sampai hatinya untuk meng-qishash Rasulullah Saw?.”

Bilal R.a tidak menjawab pertanyaan Fatimah R.ha, segeralah Fatimah R.ha memberikan tongkat tersebut, maka Bilal pun membawa tongkat itu kepada Rasulullah Saw.
Setelah Rasulullah Saw menerima tongkat tersebut dari Bilal R.a maka beliau pun menyerahkan kepada ‘Ukasyah. Bilal masuk sambil membawa cambuk dan memberikannya kepada Rasulullah Saw. Setelah itu, Bilal kembali ke tempat duduknya sambil menatap tajam Ukasyah bin Muhsin. Namun, yang ditatap tetap tampak tenang dan tetap bergeming oleh kegelisahan di sekelilingnya. Orang seperti apakah Ukasyah ini?
Bagaimana ia bisa sampai hati menuntut Rasul Saw untuk menerima cambukannya?
Bukankah Ukasyah juga tahu bahwa beliau Saw tidak sengaja? 
Bukankah Ukasyah juga tahu bahwa memaafkan itu jauh lebih mulia? 
Bukankah Ukasyah juga melihat bahwa Rasulullah Saw saat itu sudah berusia 63 tahun? 
Bukankah keimanan Ukasyah kepada Allah dan Rasul-Nya sebagai pejuang Badar sudah tidak diragukan lagi? 
Kenapa bisa begini ya, Ukasyah? 
Kenapa? 
dipenuhi pikiran seperti itu, para sahabat Anshar dan Muhajirin menatap bolak-balik antara Rasulullah Saw dan Ukasyah dengan perasaan tegang. 
Ketegangan itu berubah menjadi keheningan yang mencekam ketika Rasulullah Saw memberikan cambuknya kepada Ukasyah. Begitu tangan Ukasyah bin Muhsin meraih cambuk dan menguraikannya dengan tenang dan perlahan, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar Ibnul Khattab berdiri serempak. Sorot mata keduanya yang biasa tenang kini menyala seperti sedang berhadapan dengan musuh di medan tempur. Mereka berdua berkata,
“Hai Ukasyah...!
Kami sekarang berada di hadapanmu!
Pukul dan qishaslah kami berdua sepuasmu dan jangan sekali-kali engkau pukul Rasulullah Saw.!”

Suasana jadi mencekam sejenak karena Ukasyah tampak tidak mempedulikan mereka. Sementara Abu Bakar dan Umar tetap berdiri menantang. 
Namun, dengan lembut, Rasulullah Saw berkata kepada kedua sahabat terkasihnya itu,
“Duduklah kalian berdua. Allah telah mengetahui kedudukan kalian.” 

Hanya karena Rasulullah Saw yang berkatalah, maka Abu Bakar dan Umar duduk. Namun, mata mereka tetap menatap Ukasyah. Tiba-tiba, seseorang kemudian berdiri pula dan kembali menatap Ukasyah dengan pandangan menantang. Orang ini juga sangat dikasihi Rasulullah Saw, lelaki gagah itu adalah Ali bin Abi Thalib yang langsung berkata,
“Hai Ukasyah...! 
Aku ini sekarang masih hidup di hadapan Nabi saw. Aku tidak sampai hati melihat kalau engkau akan mengambil kesempatan qishas memukul Rasulullah. Inilah punggungku, maka qishaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku semaumu dengan tangan engkau sendiri!”

Namun, Ukasyah seolah tidak mendengar apa yang dikatakan Ali R.a Tangannya terlihat semakin erat menggenggam cambuk. Setelah Ali berkata begitu, Rasulullah saw cepat-cepat menukasnya dan meminta Ali kembali duduk,
“Allah Swt. telah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali..!”

Setelah itu cucu Rasulullah Saw Hasan dan Husein bangun dengan berkata: “Wahai ‘Ukasyah, bukankah kamu tidak tahu bahwa kami ini adalah cucu Rasulullah Saw, kalau kamu meng-qishash kami sama dengan kamu meng-qishash Rasulullah Saw

Mendengar kata-kata cucunya Rasulullah Saw pun berkata: “Wahai buah hatiku, duduklah kalian berdua.”

Berkata Rasulullah Saw “Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau kamu hendak memukul.”

Kemudian ‘Ukasyah berkata: “Ya Rasulullah Saw, anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.”

Maka Rasulullah Saw pun membuka baju, terlihatlah kulit baginda yang putih dan halus maka menangislah semua yang hadir. seketika ‘Ukasyah melihat tubuh badan Rasulullah Saw maka ia pun mencium beliau dan berkata; 
“Saya tebus anda dengan jiwa saya, yaa Rasulullah Saw siapakah yang sanggup memukul anda. Saya melakukan begini karena saya hendak menyentuh badan anda yang dimuliakan oleh Allah Swt dengan badan saya. Dan Allah Swt menjaga saya dari neraka dengan kehormatanmu.”

Kemudian Rasulullah Saw berkata:  “Dengarlah kamu sekalian, sekiranya kamu hendak melihat ahli syurga, inilah orangnya.”

Kemudian semua para jemaah bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para jemaah pun berkata:  “Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau telah memperolehi derajat yang tinggi dan bertemankan Rasulullah Saw di dalam syurga.”

Ketika ajal Rasulullah Saw hampir dekat maka beliau pun memanggil para sahabat ke rumah Siti Aisyah R.ha dan beliau berkata: 
“Selamat datang kamu semua semoga Allah Swt mengasihi kamu semua, saya berwasiat kepada kamu semua agar kamu semua bertaqwa kepada Allah swt dan mentaati segala perintahnya. 
Sesungguhnya hari perpisahan antara saya dengan kamu semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang hamba kepada Allah Swt dan menempatkannya di syurga. 
Kalau telah sampai ajalku maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadhl bin Abas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah menolong keduanya. Setelah itu kamu kafanilah aku dengan pakaianku sendiri apabila kamu semua menghendaki, atau kafanilah aku dengan kain yaman yang putih. 
Apabila kamu memandikan aku, maka hendaklah kamu letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. 
Setelah itu kamu semua keluarlah sebentar meninggalkan aku. 
Pertama yang akan men-shalatkan aku ialah Allah Swt [bahasa kiasan. pen], kemudian yang akan men-shalati aku ialah Jibril A.s, kemudian diikuti oleh malaikat Israfil A.s, malaikat Mikail A.s, dan yang terakhir malaikat lzrail A.s berserta dengan semua para pembantunya.
Setelah itu baru kamu semua masuk bersama-sama men-sholati aku.”

Manakala para sahabat mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu maka mereka pun menangis dengan nada yang keras dan berkata: “Ya Rasulullah Saw anda adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami dan untuk semua, yang mana selama ini anda memberi kekuatan dalam memimpin kami dan sebagai Rasul yang meluruskan perkara kami. 
Apabila anda sudah tiada nanti kepada siapakah yang akan kami tanya setiap persoalan yang timbul nanti?.”

Kemudian Rasulullah Saw berkata: “Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kamu semua jalan yang benar dan jalan yang terang, dan telah aku tinggalkan kepada kamu semua dua penasehat yang satu pandai bicara dan yang satu diam. 
Yang pandai bicara itu ialah Al-Qur’an dan yang diam itu ialah maut. 
Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit di antara kamu, maka hendaklah kamu semua kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist-ku dan apabila hati kamu keras maka lembutkan dia dengan mengambil pelajaran dari mati.”

Setelah Rasulullah Saw berkata demikian, maka sakit Rasulullah Saw berawal. Dalam bulan safar Rasulullah Saw sakit selama 18 hari dan sering dikunjungi oleh para sahabat. Menurut riwayat bahwa Rasulullah Saw diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Senin penyakit Rasulullah Saw bertambah berat, setelah Bilal R.a selesaikan adzan shubuh, maka Bilal R.a pun pergi ke rumah Rasulullah Saw. Sesampainya Bilal R.a di rumah Rasulullah Saw maka Bilal R.a pun memberi salam:
“Assalaamu’alaika yaa rasulullah.”

Lalu dijawab oleh Fatimah R.ha: “Rasulullah Saw masih sibuk dengan urusan beliau.”

Setelah Bilal R.a mendengar penjelasan dari Fatimah R.ha maka Bilal R.a pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fatimah R.ha itu. Ketika waktu shubuh datang, lalu Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah Saw dan memberi salam seperti permulaan tadi, kali ini salam Bilal R.a telah di dengar oleh Rasulullah Saw dan baginda berkata;
“Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya penyakitku ini semakin berat, oleh itu kamu suruhlah Abu Bakar menjadi imam shalat shubuh berjamaah dengan mereka yang hadir.”

Setelah mendengar kata-kata Rasulullah Saw maka Bilal R.a pun berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepala dengan berkata: “Aduh musibah.”
Sesampai di masjid maka Bilal R.a pun memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah Rasulullah Saw katakan kepadanya. 
Abu Bakar R.a tidak dapat menahan dirinya apabila ia melihat mimbar kosong maka dengan suara yang keras Abu Bakar R.a menangis sehingga ia jatuh pengsan. Melihat peristiwa ini maka riuh rendah dalam masjid, sehingga Rasulullah Saw bertanya kepada Fatimah R.ha; “Wahai Fatimah apakah yang telah terjadi?.”

Maka Fatimah R.ha pun berkata: “Kekacauan kaum muslimin, sebab anda tidak pergi ke masjid.”

Kemudian Rasulullah Saw memanggil Ali R.a dan Fadhl bin Abas R.a, lalu Rasulullah saw bersandar kepada keduanya untuk pergi ke masjid. Setelah Rasulullah Saw sampai di masjid maka beliau pun bershalat shubuh bersama dengan para jamaah.

Setelah selesai shalat shubuh maka Rasulullah
Saw pun berkata: “Wahai kaum muslimin, kamu semua sentiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan Allah, karena itu hendaklah kamu semua bertaqwa kepada Allah Swt dan mengerjakan segala perintahnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kamu semua, dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan hari terakhir aku di dunia.”

Setelah berkala demikian maka Rasulullah
Saw pun pulang ke rumah beliau. Bunda Aisyah R.ha memandang Rasulullah Saw dengan penuh sayang. Biasanya, hati Bunda Aisyah R.ha dipenuhi kekaguman akan kegagahan suaminya tercinta itu. Sekarang, hati Bunda Aisyah R.ha dipenuhi rasa iba melihat suaminya itu dalam keadaan lemah dan sakit.
Ingin rasanya Bunda Aisyah R.ha mencurahkan segala apa yang ada dalam dirinya untuk mengembalikan tenaga dan hidup suaminya. Namun, setelah kembali dari masjid, Rasulullah Saw merasa bahwa setiap saat, badan beliau menjadi bertambah lemah. 
Hari itu tanggal 8 Juni tahun 632 M. Beliau meminta sebuah bejana berisi air dingin. Kemudian, meletakkan tangan beliau ke dalam air itu dan mengusapkan air ke wajahnya. 
Ada seorang laki-laki anggota keluarga Abu Bakar yang berkunjung dan membawa siwak. Beliau Saw memandang siwak itu demikian rupa yang menunjukkan bahwa beliau ingin bersiwak. Maka, Bunda Aisyah R.ha melunakkan ujung siwak itu dengan giginya, dan Rasulullah Saw pun menggosok dan membersihkan gigi beliau
[Ini yang di maksud dalam Hadits bahwa ludah Bunda Aisyah R.ha bertemu dengan ludah Rasulullah Saw].

Kemudian Allah Swt mewahyukan kepada malaikat lzrail A.s:
Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasihku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut rohnya maka hendaklah kamu melakukan dengan cara yang paling lembut. 
Apabila kamu pergi ke rumahnya maka minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia izinkan kamu masuk, maka masuklah kamu ke rumahnya dan kalau ia tidak izinkan kamu masuk maka hendaklah kamu kembali padaku.”

sesudah malaikat lzrail A.s mendapat perintah dari Allah swt maka malaikat lzrail A.s pun turun dengan menyerupai orang Arab Badui. Setelah malaikat lzrail A.s sampai di depan rumah Rasulullah
Saw maka ia pun memberi salam, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar suara orang berseru mengucapkan salam,
"Bolehkah aku masuk?" Tanya si tetamu itu, ketika puteri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra membuka pintu.

Tapi Fatimah R.ha tidak mengizinkannya.
"maafkanlah, ayahku sedang deman" kata Fatimah.

Pintu di tutup dan beliau kembali menemani ayahnya yang sedang berbaring di pembaringan. Kemudian malaikat lzrail A.s mengulangi lagi salamnya, dan kali ini seruan malaikat itu telah didengar oleh Rasulullah Saw

Rasululullah
Saw memandang puterinya itu dan bertanya,"siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah ayah, baru sekali ini saya melihatnya." tutur Fatimah lembut.

Lalu Rasulullah Saw menatap wajah puterinya itu dengan padangan yang menggetarkan. Renungannya cukup sayu seolah-olah kebahagian demi kebahagian wajah puterinya itu hendak dikenang. Bertanda bahwa beliau akan segera berpisah dengan puteri kesayanganya itu.

"Ketahuilah anakku bahwa dialah yang mehapuskan kenikmatan sementara dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut." Kata-kata Rasulullah
Saw menyebabkan Fatimah ditimpa kesedihan yang amat sangat.

Ketika Rasullullah
Saw mendengar tangisan Fatimah R.ha maka beliau pun berkata: “Janganlah kamu menangis wahai anakku, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku akan bertemu denganku.” Fatimah-pun tersenyum.

Kemudian Rasulullah Saw pun menjemput malaikat lzrail masuk. Maka malaikat lzrail pun masuk dengan mengucap: “Assalamu’alaikum yaa Rasulullah.”

Lalu Rasulullah Saw menjawab: “Wa’alaikas saalamu, wahai lzrail engkau datang mengunjungiku atau untuk mencabut rohku?”

Maka berkata malaikat lzrail: “Kedatangan saya adalah untuk mengunjungimu dan untuk mencabut rohmu, itu pun kalau anda izinkan, kalau anda tidak izinkan maka aku akan kembali.”

Berkata Rasulullah Saw: “Wahai lzrail, dimanakah kamu tinggalkan Jibril?”

Berkata lzrail: “Saya tinggalkan Jibril di langit dunia, semua para malaikat sedang memuliakan dia.”
[Malaikat Jibril A.s adalah salah satu malaikat yang memiliki kedudukan paling utama].

”Bolehkah aku minta Jibril untuk turun?” Kata Rasulullah Saw pada Izrail.

Tidak beberapa saat kemudian Jibril A.s pun turun dan duduk dekat kepala Rasulullah
Saw.
Melihat kedatangan Jibril A.s maka Rasulullah Saw pun berkata: “Wahai Jibril, tahukah engkau bahwa ajalku sudah dekat”

Berkata Jibril A.s: “Ya aku memang tahu.”

Rasulullah Saw bertanya lagi: “Wahai Jibril, beritahu kepadaku kemuliaan yang menggembirakan aku disisi Allah Swt.”

Berkata Jibril A.s: “Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat bersusun rapi menanti rohmu dilangit. Semua pintu-pintu syurga telah dibuka, dan Semua bidadari sudah berhias menanti kehadiran rohmu.”

Berkata Rasulullah
Saw: “Alhamdulillah, Namun sesungguhnya, bukan itu yang kutanyakan. wahai Jibril, gembirakanlah aku dengan keadaan umatku pada hari Kiamat nanti.”  
[Inilah orang yang begitu mulia. Pada saat ajalnya telah menjelang dan diberi kabar gembira tentang kehormatan yang akan diterimanya dilangit, justru ia baru akan bisa gembira jika telah mendengar kabar tentang nasib umatnya nanti, betapa besarnya kasih sayang Rasulullah Saw kepada kita]

Kemudian Jibril A.s berkata lembut menghibur dan menenangkan,
“Aku beri engkau kabar gembira bahwa Allah Swt telah berfirman,
'Sesungguhnya, Aku telah mengharamkan surga bagi semua Nabi sebelum engkau memasukinya terlebih dahulu. 
Allah Swt mengharamkan pula surga itu kepada sekalian umat manusia sebelum umatmu terlebih dahulu memasukinya.”
[Betapa ruginya manusia yang dilahirkan sebagai umat Rasulullah Saw namun tidak taat pada risalahnya]. 

Maka, menarik napas legalah Rasulullah Saw. Beliau bersabda, “Sekarang, barulah senang hatiku dan hilang susahku.”
Kemudian, Rasulullah Saw menoleh kepada Malaikat Maut dan bersabda: “Wahai lzrail, dekatlah kamu kepadaku.”

Setelah itu Malaikat lzrail pun memulai tugasnya, ketika roh nya sampai di dada, maka Rasulullah saw pun berkata: “Wahai Jibril, alangkah dahsyatnya rasa mati”

Jibril A.s memalingkan pandangan dari Rasulullah saw ketika mendengar kata-kata beliau itu. 
Melihat tingkah laku Jibril A.s tersebut maka Rasulullah Saw pun berkata: “Wahai Jibril, apakah kamu tidak suka melihat wajahku?”

Jibril A.s berkata: “Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat wajahmu dikala kamu dalam sakaratul maut?”

Anas bin Malik R.a berkata: “Ketika roh Rasulullah
Saw telah sampai di dada beliau telah bersabda: “Aku wasiatkan kepada kamu agar kamu semua menjaga shalat dan apa-apa yang telah diperintahkan  atasmu.”

Ali R.a berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Saw ketika menjelang saat-saat terakhir, telah mengerakkan kedua bibir beliau sebanyak dua kali, dan saya meletakkan telinga, saya dengan Rasulullah Saw berkata: “Umatku, Umatku.”

Hikmah dari kisah : 

  • Rasulullah Saw adalah pemimpin yang bertanggung jawab dan tidak dzalim sehingga beliau merelakan tubuhnya untuk di-Qishash (dihukum balas), karena beliau takut pernah mendzalimi orang lain.
  • Rasulullah Saw adalah pemimpin yang sangat dicintai umat dan para sahabatnya sehingga ketika mengetahui ajal Rasul sudah dekat menangislah semua sahabat.
  • Rasulullah Saw sangat mencintai kita sebagai umatnya sehingga detik-detik terakhir menjelang wafat beliau berkata ummati, ummati sampai tiga kali, bukan keluarga beliau atau pun Isteri-isteri beliau.
  • Kematian adalah peristiwa yang dahsyat, sampai-sampai malaikat maut dengan lembut mencabut Roh baginda Rasulullah Saw pun masih terasa sakit.

TUJUH WASIAT MALAIKAT JIBRIL A.s


Jabir bin ’Abdullah Al-Anshari R.a meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
1.      Jibril selalu berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga sampai aku mengira kalau tetangga itu akan dijadikan sebagai ahli waris.
2.      Jibril selalu berwasiat kepadaku agar memperlakukan isteri sebaik mungkin sampai aku mengira kalau isteri itu haram diceraikan.
3.      Jibril selalu berwasiat kepadaku agar sebaik mungkin dalam memperlakukan para budak sampai aku mengira suatu waktu nanti mereka harus dimerdekakan.
4.      Jibril selalu berwasiat kepadaku agar aku melakukan Siwak (gosok gigi) sampai aku mengira kalau ber-Siwak itu wajib.
5.      Jibril selalu berwasiat kepadaku untuk melakukan shalat berjama’ah sampai aku mengira Allah swt  tidak akan menerima shalat, kecuali dengan berjama’ah.
6.      Jibril selalu berwasiat kepadaku untuk mengerjakan shalat Tahajjud sampai aku mengira tidak ada tidur pada waktu malam.
7.      Jibril selalu berwasiat kepadaku agar senantiasa berdzikir kepada Allah swt sampai aku mengira tidak ada ucapan yang bermanfaat, kecuali hanya dzikir kepada Allah swt.

Sifat dan Sebagian Ahlak Rasulullah SAW


 Bentuk Tubuh Rasulullah

Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib R.a yang pernah hidup bersama Rasulullah Saw, berkata:
”Saya bertanya kepada paman saya, Hind bin Abi Halah yang selalu berbicara tentang
Rasulullah yang mulia untuk menceritakan kepada saya berkenaan dengan Rasulullah , agar kecintaan saya bertambah.

Ia berkata,
“Nabi Allah sangat berwibawa dan sangat dihormati.
Wajahnya bersinar seperti purnama.
Ia lebih tinggi dari orang-orang pendek dan lebih pendek dari orang-orang jangkung.
Kepalanya agak besar dengan rambut yang ikal.
Bila rambutnya itu bisa disisir, ia pasti menyisir rambutnya.
Kalau rambutnya tumbuh panjang, ia tak akan membiarkannya melewati daun telinga.
Kulit wajahnya putih dengan dahi yang lebar.
Kedua alisnya panjang dan lebat, tapi tidak bertemu.

Di antara kedua alisnya, ada pembuluh darah melintang yang tampak jelas ketika beliau marah.
Ada seberkas cahaya yang menyapu tubuhnya dari bawah ke atas, seakan-akan mengangkat tubuhnya.
Jika orang berjumpa dengannya dan tidak melihat cahaya itu, orang mungkin menduga ia mengangkat kepalanya karena sombong.
Janggutnya pendek dan tebal; pipinya halus dan lebar.
Mulutnya lebar dengan gigi-gigi yang jarang dan bersih.
Di atas dadanya ada bulu yang sangat halus;
Lehernya seperti batang perak murni yang indah.
Tubuhnya serasi (semua anggota tubuhnya sangat serasi dengan ukuran anggota tubuh yang lain).
Perut dan dadanya sejajar.
Bahunya lebar, sendi-sendi anggota badannya gempal.
Dadanya bidang.
Bagian tubuhnya yang tidak tertutup pakaian bersinar terang.
Segaris bulu yang tipis memanjang dari dada ke pusarnya.
Di luar itu, dada dan perutnya tidak berbulu sama sekali.
Lengan, bahu dan pundaknya berbulu.
Lengannya panjang dan telapak tangannya lebar.
Tangan dan kakinya tebal dan kekar.
Jari-jemarinya panjang.
Pertengahan telapak kakinya melengkung, tidak menyentuh tanah, air tidak membasahinya.
Ketika berjalan ia mengangkat kakinya dari tanah dengan dada yang dibusungkan.
Langkah-langkahnya lembut.
Ia berjalan cepat seakan-akan menuruni bukit. Bila berhadapan dengan seseorang,
Ia hadapkan seluruh tubuhnya, bukan hanya kepalanya. Matanya selalu merunduk. Pandangannya ke arah bumi lebih lama daripada pandangannya ke langit. Sesekali ia memandang dengan pandangan sekilas.
Ia selalu menjadi orang pertama yang mengucapkan salam kepada orang yang ditemuinya di jalan.'"


Cara Bicara Rasulullah

Kemudian Imam Hasan berkata, "Ceritakan kepadaku cara bicaranya."
Hind bin Abi Halah berkata,
"Ia selalu tampak sendu, selalu merenung dalam, dan tidak pernah tenang.
Ia banyak diamnya.
Ia tidak pernah berbicara yang tidak perlu.
Ia memulai dan menutup pembicaraannya dengan sangat fasih. Pembicaraannya singkat dan padat, tanpa kelebihan kata-kata dan tidak kekurangan perincian yan diperlukan. Ia berbicara lembut, tidak pernah kasar atau menyakitkan.
Ia selalu menganggap besar anugerah Tuhan betapa pun kecilnya.
Ia tidak pernah mengeluhkannya.
Ia juga tidak pernah mengecam atau memuji berlebih-lebihan apapun yang ia makan

Dunia dan apapun yang ada padanya tidak pernah membuatnya marah. Tetapi, jika hak seseorang dirampas, ia akan sangat murka sehingga tidak seorang pun mengenalnya lagi dan tidak ada satu pun yang dapat menghalanginya sampai ia mengembalikan hak itu kepada yang punya.
Ketika menunjuk sesuatu, ia menunjuk dengan seluruh tangannya.
Ketika terpesona, ia membalikkan tangannya ke bawah.
Ketika berbicara,terkadang ia bersedekap atau merapatkan telapak tangan kanannya pada punggung ibu jari kirinya.
Ketika marah, ia palingkan wajahnya.
Ketika tersinggung, ia merunduk.
Ketika ia tertawa, gigi-giginya tampak seperti untaian butir-butir hujan es.

Imam Hasan berkata, “Saya menyembunyikan berita ini dari Imam Husain sampai suatu saat saya menceritakan kepadanya. Ternyata ia sudah tahu sebelumnya. Kemudian saya bertanya kepadanya tentang berita ini. Ternyata ia telah bertanya kepada ayahnya (Imam Ali) tentang
Rasulullah Saw, di dalam dan di luar rumah, cara duduknya dan penampilannya, dan ia menceritakan semuanya.”


Akhlak Rasulullah Ketika Masuk Rumah

Imam Husain berkata, “Aku bertanya kepada ayahku tentang perilaku Rasulullah Saw ketika ia memasuki rumahnya.

Ayahku berkata, “Rasulullah masuk rumah kapan saja ia inginkan. Bila berada dirumah, Rasulullah membagi waktunya menjadi tiga bagian; sebagian untuk Allah  Swt, sebagian untuk keluarganya, sebagian lagi untuk dirinya. Kemudian ia membagi waktunya sendiri antara dirinya dan orang lain; satu bagian khusus untuk sahabatnya dan bagian lainnya untuk umum. Rasulullah tidak menyisakan waktunya untuk kepentingan dirinya.

Termasuk kebiasaannya pada bagian yang Rasulullah lakukan untuk orang lain ialah mendahulukan atau menghormati orang-orang yang mulia dan Rasulullah menggolongkan manusia berdasarkan keutamaannya dalam agama.

Di antara sahabatnya, ada yang mengajukan satu keperluan, dua keperluan, atau banyak keperluan lain. Rasulullah menyibukkan dirinya dengan keperluan mereka. Jadi, Rasulullah menyibukkan dirinya untuk melayani mereka dan menyibukkan mereka dengan sesuatu yang baik bagi mereka.

Rasulullah sering menanyakan keadaan sahabatnya dan memberi tahu mereka apa yang patut mereka lakukan. mereka yang hadir sekarang ini harus memberitahukan kepada yang tidak hadir. Beritahukan kepadaku orang yang tidak sanggup menyampaikan keperluannya kepadaku.

Orang yang menyampaikan kepada pihak yang berwenang keluhan seseorang yang tidak sanggup menyampaikannya, akan Allah Swt kokohkan kakinya pada Hari Perhitungan. Selain hal-hal demikan, tidak ada yang disebut-sebut dihadapannya dan tidak akan diterimanya.

Mereka datang menemui beliau untuk menuntut ilmu dan kearifan. Mereka tidak bubar sebelum mereka menerimanya. Mereka meninggalkan majelis Rasulullah Saw sebagai pembimbing untuk orang di belakangnya.


Akhlak Rasulullah Di Luar Rumah

“Aku bertanya kepadanya tentang tingkah laku Rasulullah Saw yang mulia di luar rumahnya.

Ia menjawab, “Rasulullah Saw itu pendiam sampai ia merasa perlu untuk bicara.
Ia sangat ramah kepada setiap orang.
Ia tidak pernah mengucilkan seorang pun dalam pergaulannya.
Ia menghormati orang yang terhormat pada setiap kaum dan memerintahkan mereka untuk menjaganya kaumnya.
Ia selalu berhati-hati agar berperilaku yang tidak sopan atau menunjukkkan wajah yang tidak ramah kepada mereka.
Ia suka menanyakan keadaan sahabat-sahabatnya dan keadaan orang-orang di sekitar mereka, misalnya keluarganya atau tetangganya.
Ia menunjukkan yang baik itu baik dan memperkuatnya.
Ia menunjukkan yang jelek itu jelek dan melemahkannya.
Ia selalu memilih yang tengah-tengah dalam segala urusannya.’

“Ia tidak pernah lupa memperhatikan orang lain karena ia takut mereka alpa atau berpaling dari jalan kebenaran.
Ia tidak pernah ragu-ragu dalam kebenaran dan tidak pernah melanggar batas-batasnya.
Orang-orang yang paling dekat dengannya adalah orang-orang yang paling baik.
Orang yang paling baik, dalam pandangannya, adalah orang-orang yang paling tulus menyayangi kaum muslimin seluruhnya.
Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisinya adalah orang yang paling banyak memperhatikan dan membantu orang lain.’”


Cara Rasulullah Duduk

Imam Husain berkata, “Kemudian aku bertanya kepadanya tentang cara Rasulullah  Saw duduk.

Ia menjawab, ‘Rasulullah Saw tidak pernah duduk atau berdiri tanpa mengingat Allah Swt. Ia tidak pernah memesan tempat hanya untuk dirinya dan melarang orang lain duduk disitu. Ketika datang di tempat pertemuan,
Ia duduk dimana saja tempat tersedia.
Ia juga menganjurkan orang lain untuk berbuat yang sama.
Ia memberikan tempat duduk dengan cara yang sama sehingga tidak ada orang yang merasa bahwa orang lain lebih mulia ketimbang dia. Ketika seseorang duduk di hadapannya,
Ia akan tetap duduk dengan sabar sampai orang itu berdiri atau meninggalkannya. Jika orang meminta sesuatu kepadanya,
Ia akan memberikan tepat apa yang orang itu minta. Jika tidak sanggup memenuhinya,
Ia akan mengucapkan kata-kata yang membahagiakan orang itu. Semua orang senang pada akhlaknya sehingga ia seperti ayah bagi mereka dan semua ia perlakukan dengan sama.

Majelisnya adalah majelis kesabaran, kehormatan, kejujuran dan kepercayaan. Tidak ada suara keras di dalamnya dan tidak ada tuduhan-tuduhan yang buruk. Tidak ada kesalahan orang yang diulangi lagi di luar majelis. Mereka yang berkumpul dalam pertemuan memperlakukan sesamanya dengan baik dan mereka satu sama lain terikat dalam kesalehan. Mereka rendah hati, sangat menghormati yang tua dan penyayang kepada yang muda, dermawan kepada yang fakir, dan ramah kepada pendatang dari luar.


Cara Rasulullah Bergaul Dengan Sahabatnya

“Aku bertanya kepadanya bagaimana Rasulullah Saw bergaul dengan sahabat-sahabatnya.

Ia menjawab, ‘Rasulullah Saw ceria, selalu lembut hati, dan ramah.
Ia tidak kasar dan tidak berhati keras.
Ia tidak suka membentak-bentak.
Ia tidak pernah berkata kotor, tidak suka mencari-cari kesalahan orang, juga tidak suka memuji-muji berlebihan.
Ia mengabaikan apa yang tidak disukainya dalam perilaku orang begitu rupa sehingga orang tidak tersinggung dan tidak putus asa.
Ia menjaga dirinya untuk tidak melakukan tiga hal: bertengkar, banyak omong, dan berbicara yang tidak ada manfaatnya.
Ia juga menghindari tiga hal dalam hubungannya dengan orang lain: mengecam orang, mempermalukan orang, dan mengungkit-ungkit kesalahan orang.
Ia tidak pernah berkata kecuali kalau ia berharap memperoleh anugerah Tuhan. Bila ia berbicara, pendengarnya menundukkan kepalanya, seakan-akan burung bertengger di atas kepalanya. Baru kalau ia diam, pendengarnya berbicara. Mereka tidak pernah berdebat di hadapannya. Jika salah seorang di antara mereka berbicara, yang lain mendengarkannya sampai ia selesai. Mereka bergiliran untuk berbicara di hadapannya.
Ia tertawa jika sahabatnya tertawa; ia juga terkagum-kagum jika sahabatnya terpesona.
Ia sangat penyabar kalau ada orang baru bertanya atau berkata yang tidak sopan, walaupun sahabat-sahabatnya keberatan. Ia biasanya berkata, “Jika kamu melihat orang yang memerlukan pertolongan, bantulah ia.”
Ia tidak menerima pujian kecuali dari orang yang tulus.
Ia tidak pernah menyela pembicaraan orang kecuali kalau orang itu melampaui batas.
Ia menghentikan pembicaraannya atau berdiri meninggalkannya.’


Diamnya Rasulullah

“Kemudian aku bertanya padanya tentang diamnya Rasulullah Saw.

Ia berkata, ‘Diamnya Rasulullah Saw karena empat hal: karena kesabaran, kehati-hatian, pertimbangan, dan perenungan. Berkaitan dengan pertimbangan, ia lakukan untuk melihat dan mendengarkan orang secara sama. Berkaitan dengan perenungan, ia lakukan untuk memilah yang tersisa (bermanfaat) dan yang binasa (yang tidak bermanfaat).
Ia gabungkan kesabaran dengan lapang-dada. Tidak ada yang membuatnya marah sampai kehilangan kendali diri.
Ia berhati-hati dalam empat hal: dalam melakukan perbuatan baik sehingga orang dapat menirunya; dalam meninggalkan keburukan sehingga orang berhenti melakukannya; dalam mengambil keputusan yang memperbaiki ummatnya; dan dalam melakukan sesuatu yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat.”

(Ma’ani Al Akhbar 83; ‘Uyun Al Akhbar Al Ridha 1:246; Ibnu Katsir, Al Shirah Nabawiyah 2:601; lihat Thabathabai, Sunan Al Nabi Saw 102-105).

Ketika Nabi Tersenyum

Saat menikahkan putri bungsunya, Sayyidah Fatimah Az Zahrah R.ha, dengan sahabat Ali bin Abi Thalib R.a, Baginda Nabi Muhammad Saw tersenyum lebar. Itu merupakan peristiwa yang penuh kebahagiaan.

Hal serupa juga diperlihatkan Rasulullah
Saw pada peristiwa Fathu Makkah, pembebasan Makkah, karena hari itu merupakan hari kemenangan besar bagi kaum muslimin.

“Hari itu adalah hari yang penuh dengan senyum panjang yang terukir dari bibir Rasulullah Saw serta bibir seluruh kaum muslimin”
tulis Ibnu Hisyam dalam kitab As Sirah Nabawiyyah.

Rasulullah
Saw adalah pribadi yang lembut dan penuh senyum. Namun, beliau tidak memberi senyum kepada sembarang orang. Demikian istimewanya senyum Rasulullah sampai-sampai Abu Bakar R.a dan Umar bin khattab R.a, dua sahabat utama beliau, sering terperangah dan memperhatikan arti senyum tersebut.

Misalnya mereka heran melihat
Rasulullah tertawa saat berada di Muzdalifah di suatu akhir malam. “Sesungguhnya Tuan tidak biasa tertawa pada saat seperti ini,”

kata Umar. “Apa yang menyebabkan Tuan tertawa..?”
Pada saat seperti itu, akhir malam, Rasulullah Saw biasanya berdoa dengan khusyu’.

Menyadari senyuman
Rasulullah tidak sembarangan, bahkan mengandung makna tertentu, Umar R.a berharap, “Semoga Allah menjadikan Tuan tertawa sepanjang umur”.

Atas pertanyaan diatas,
Rasulullah Saw menjawab, “Ketika iblis mengetahui bahwa Allah mengabulkan do’aku dan mengampuni ummatku, dia memungut pasir dan melemparkannya kekepalanya, sambil berseru, “celaka aku, binasa aku..!” Melihat hal itu aku tertawa.” (H.R Ibnu Majah)

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menulis, apabila
Rasulullah Saw dipanggil, beliau selalu menjawab, “Labbaik”. Ini menunjukkan betapa beliau sangat rendah hati.
Begitu pula, Rasulullah Saw belum pernah menolak seseorang dengan ucapan “Tidak” bila diminta sesuatu.
Bahkan ketika tak punya apa-apa, beliau tidak pernah menolak permintaan seseorang. “Aku tidak mempunyai apa-apa,” kata Rasulullah Saw,
“Tapi, belilah atas namaku.
Dan bila yang bersangkutan datang menagih, aku akan membayarnya.”

Banyak hal yang bisa membuat
Rasulullah Saw tertawa tanpa diketahui sebab musababnya. Hal itu biasanya berhubungan dengan turunnya wahyu Allah Swt. Misalnya, ketika beliau sedang duduk-duduk dan melihat seseorang sedang makan. Pada suapan terakhir orang itu mengucapkan. “Bismillahi Fi Awalihi Wa Akhirihi.” Saat itu Rasulullah tertawa. Tentu saja orang itu terheran-heran.

Keheranan itu dijawab
Rasulullah dengan bersabda, “Tadi aku lihat syetan ikut makan bersama dia. Tapi begitu dia membaca Basmalah, setan itu memuntahkan makanan yang sudah ditelannya.” Rupanya orang itu tidak mengucapkan Basmalah ketika mulai makan.

Suatu hari Umar R.a tertegun melihat senyuman
Rasulullah Saw. Belum sempat dia bertanya, Rasulullah Saw sudah mendahului bertanya, “Ya Umar, tahukah engkau mengapa aku tersenyum..?”

“Allah SWT dan Rasul-Nya tentu yang lebih tahu,” jawab Umar R.a.

“Sesungguhnya Allah memandang kepadamu dengan kasih sayang dan penuh rahmat pada malam hari Arafat, dan menjadikan kamu sebagai kunci Islam,” sabda Rasulullah.


Kesaksian Anggota Tubuh

Rasulullah Saw bahkan sering membalas sindiran orang dengan senyuman. Misalnya ketika seorang Badui yang ikut mendengarkan Taushiyah beliau tiba-tiba nyeletuk, “Ya Rasul, orang itu pasti orang Quraisy atau Anshar, karena mereka gemar bercocok tanam, sedang kami tidak.”

Saat itu Rasulullah Saw tengah menceritakan dialog antara seorang penghuni syurga dan Allah Swt yang mohon agar diizinkan bercocok tanam di syurga. Allah Swt mengingatkan bahwa semua yang diinginkannya sudah tersedia di syurga.

Karena sejak di dunia punya hobi bercocok tanam, ia pun lalu mengambil beberapa biji-bijian, kemudian ia tanam. Tak lama kemudian biji itu tumbuh menjadi pohon hingga setinggi gunung, berbuah, lalu dipanenkan.

Lalu Allah Swt berfirman. “Itu tidak akan membuatmu kenyang, ambillah yang lain.”


Ketika itulah si Badui menyeletuk, “Pasti itu orang Quraisy atau Anshar. Mereka gemar bercocok tanam, kami tidak.”

Mendengar itu
Rasulullah Saw tersenyum, sama sekali tidak marah. Padahal, beliau orang Quraisy juga.
Suatu saat justru Rasulullah
Saw yang bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian mengapa aku tertawa..?.”

“Allah dan Rasul-Nya lebih tahu,” jawab para sahabat.

Maka Rasulullah Saw pun menceritakan dialog antara seorang hamba dan Allah Swt.

Orang itu berkata, “Aku tidak mengizinkan saksi terhadap diriku kecuali aku sendiri.”

Lalu Allah Swt menjawab, “Baiklah, cukup kamu sendiri yang menjadi saksi terhadap dirimu, dan malaikat mencatat sebagai saksi.”

Kemudian mulut orang itu dibungkam supaya diam, sementara kepada anggota tubuhnya diperintahkan untuk bicara. Anggota tubuh itu pun menyampaikan kesaksian masing-masing. Lalu orang itu dipersilahkan mempertimbangkan kesaksian anggota-anggota tubuhnya.

Tapi orang itu malah membentak, “Pergi kamu, celakalah kamu..!”
Dulu aku selalu berusaha, berjuang, dan menjaga kamu baik-baik,” katanya.

Rasulullah pun tertawa melihat orang yang telah berbuat dosa itu mengira anggota tubuhnya akan membela dan menyelamatkannya. Dia mengira, anggota tubuh itu dapat menyelamatkannya dari api neraka. Tapi ternyata anggota tubuh itu menjadi saksi yang merugikan, karena memberikan kesaksian yang sebenarnya
(H.R Anas bin Malik).


Hal itu mengingatkan kita pada ayat 65 surah Yasin, yang maknanya, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka, dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”


Akhlak Rasulullah Diundang Makan Seorang Budak

Dan Rasulullah Saw tidak pernah mau mengecewakan orang lain, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa seorang wanita ( Barirah R.a) seorang budak wanita miskin dari Afrika, ia mengundang Rasulullah Saw karena diberi makanan oleh salah seorang sahabat makanan yang sangat enak, maka ia tidak berani memakannya karena sudah lama ingin mengundang Rasulullah Saw tapi malu tidak punya apa-apa.

Maka ketika datang makanan enak sebelum ia ingin mencicipinya, seumur hidup dia belum mencicipinya dia teringat kepada
Rasulullah Saw, aku ingin Rasulullah Saw datang mumpung ada makanan yang enak padahal seumur hidup dia belum mencicipi makanan itu.

Barirah yang susah ini pun datang mengundang Rasulullah Saw ke rumahnya, maka Rasulullah Saw datang bersama para sahabat untuk menyenangkan Barirah R.a seorang budak wanita yang miskin, Rasulullah Saw tidak ingin mengecewakan orang lain maka datang Rasulullah bersama para sahabat, para sahabat melihat makanan yang sangat enak dan mahal tidak mungkin Barirah membelinya sendiri,

maka berkata para sahabat : “Yaa Rasulullah barangkali ini adalah makanan zakat, sedangkan engkau tidak boleh memakan zakat dan shadaqah , kalau bukan makanan zakat ya makanan shadaqah, tentunya kau tidak boleh memakannya”…

Berubahlah hati Barirah dalam kekecewaan, hancur hatinya dengan ucapan itu walau ucapan itu benar Rasulullah Saw tidak boleh memakan shadaqah dan zakat, namun ia tidak teringat akan hal itu karena memang ia di sedekahi makanan ini, hancur perasaan Barirah R.a dan bingung juga risau dan takut serta kecewa dan bingung karena sudah mengundang Rasul Saw untuk makan makanan yang diharamkan pada Rasulullah Saw.

Namun bagaimana manusia yang paling indah budi pekertinya dan bijaksana,
maka Rasulullah Saw berkata : “ Makanan ini betul shadaqah untuk Barirah dan sudah menjadi milik Barirah, Barirah menghadiahkan kepadaku maka aku boleh memakannya “, dan Rasul Saw pun memakannya.

Demikianlah jiwa yang paling indah tidak ingin mengecewakan para Fuqara’, itu makanan sedekah betul untuk Barirah tapi sudah menjadi milik Barirah dan Barirah tidak menyedekahkannya padaku (Rasulullah Saw) tapi menghadiahkannya kepadaku demikian indahnya Sayyidina Muhammad Saw,  


Firman Allah SWT :
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

“Dan sungguh engkau ( Muhammad SAW ) berada pada akhlak yang agung”.


Rasulullah Kekasih Allah Swt

Suatu saat beberapa sahabat menunggu Rasulullah Saw di masjid Madinah. Mereka berdiskusi soal agama. Sampai pada suatu tema, mereka berbicara tentang topik kelebihan para rasul dan nabi.

Ibnu Abbas R.a menuturkan, sebagaimana dicatat Ad-Darami dan At-Tirmidzi dalam kumpulan hadist mereka, ada seorang sahabat berkata, “Sungguh menakjubkan! Allah Swt telah menjadikan Ibrahim A.s sebagai kawan dekat-Nya.”

Yang lain menyahut, “Lebih hebat lagi Allah Swt telah bercakap-cakap secara langsung dengan Musa A.s ..!”

Sebagian lagi mengutarakan, “Isa A.s sebagai kalimat Allah Swt dan Ruh-Nya.”

Ada lagi yang mengatakan. “Allah Swt telah memilih Adam A.s.”

Pernyataan-pernyataan para sahabat itu telah menimbulkan perbedaan pendapat. Dan mereka belum menemukan kata akhir, siapakah yang lebih dari yang lain.
Sementara dalam ayat disebutkan, “Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi itu atas sebagian yang lain.” – QS Al-Isra’ (17):55.


Tanpa disadari para sahabat, ternyata yang dinanti, Rasulullah
Saw, sudah berdiri dibelakang mereka. Dan beliau pun sudah mendengar apa yang mereka bicarakan.
Dengan wajah mengepresikan tanya, para sahabat menunggu
Rasulullah bersabda.
Bukan Kesombongan “Aku telah mendengar apa yang kalian percakapkan dan memaklumi keheranan kalian terhadap keberadaan Ibrahim A.s sebagai kawan dekat Allah Swt, memang begitulah adanya.
Terhadap keberadaan Musa A.s sebagai orang yang diajak bercakap-cakap langsung, memang begitulah adanya.
Terhadap keberadaan Isa A.s sebagai kalimat dan Ruh-Nya, juga memang begitulah adanya.
Sedang aku adalah kekasih Allah (Habib Allah), dan ini bukan kesombongan.”


Beberapa sahabat yang mendengar keterangan, sedikit plong hatinya. Berarti mereka sudah menemukan jawaban atas apa yang mereka perdebatkan.

Nabi
Saw melanjutkan, “Aku menjadi pembawa bendera kemulian pada hari kebangkitan, Aku adalah pembela pertama dan orang pertama yang dikabulkan syafa’atnya, dan ini bukan sebuah kesombongan.
Aku adalah orang pertama yang mengetuk pintu surga, dan Allah Swt akan membuka pertama kalinya untukku dan mempersilahkan aku memasukinya dengan orang-orang miskin diantara kalian.
Aku adalah orang yang paling dimuliakan di zaman awal dan di zaman akhir, dan sungguh ini bukan sebuah kesombongan.”


Istilah "Habib Allah" inilah yang sering disebut-sebut dalam syair dan Qashidah maulid. Mayoritas ulama berpendapat, kekasih Allah Swt lebih tinggi daripada kawan dekat Allah (Khalilullah). Salah satunya pendapat Imam Abu Bakar bin Furak, berdasarkan sebuah pendapat ahli kalam,
“Khalil mencapai Allah Swt melalui sebuah perantaraan sebagai yang diisyaratkan dalam firman-Nya, “Demikianlah langit dan perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda kekuasaan Kami di langit dan di bumi.” – QS Al-An’am (6):75.


Sementara bagaimana “ Seorang yang cinta” mencapai Allah Swt, diisyaratkan dalam firman-Nya, “…Dia sangat dekat dua ujung busur mata panah atau lebih dekat lagi.”- QS An-Najm (53):9.


Khalil berkata, “Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian.” – QS As-Syu’ara (26):84.


Sedang kepada orang yang dicintai dikatakan, “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan namamu.” – QS Alam Nasyrah (Al Insyirah):4.


Nabi Muhammad
Saw di anugerahi sejumlah kemuliaan tersebut tanpa beliau memintanya.

Masih banyak lagi perbandingan yang menguatkan bahwa istilah Habib lebih tinggi dari Khalil. Dalam kehidupan sehari-hari, umumnya, kita pun lebih mengutamakan kekasih kita daripada kawan kita.

Sejumlah keterangan yang telah disampaikan, menurut Qadhi Iyadh bin Musa Al Yahsubi, dalam bukunya yang berjudul “Keagungan kekasih Allah, Muhammad
Saw” menunjukkan ketinggian derajat Nabi Muhammad Saw.