Menurut Al Taj al-Subki, kisah di atas
menjelaskan bahwa Abu Bakar R.a. memiliki dua karamah.
Pertama,
mengetahui hari kematiannya ketika sakit, seperti diungkapkan dalam
perkataannya, “Pada hari ini, itu adalah harta warisan.”
Kedua,
mengetahui bahwa anaknya yang akan lahir adalah perempuan. Abu Bakar
mengungkapkan rahasia tersebut untuk meminta kebaikan hari `Aisyah agar memberikan apa yang telah diwariskan kepadanya kepada
saudara-saudaranya, memberitahukan kepadanya tentang ketentuan-ketentuan
ukuran yang tepat, memberitahukan bahwa harta tersebut adalah harta
warisan dan bahwa ia memiliki dua saudara perempuan dan dua saudara
laki-laki. Indikasi yang menunjukkan bahwa Abu Bakar meminta kebaikan
hati ‘Aisyah adalah ucapannya yang menyatakan bahwa tidak ada seorang
pun yang ia cintai ketika ia kaya selain `Aisyah (puterinya). Adapun
ucapannya yang menyatakan bahwa warisan itu untuk dua saudara laki-laki
dan dua saudara perempuanmu menunjukkan bahwa mereka bukan orang asing
atau kerabat jauh.
Ketika menafsirkan surah Al-Kahfi,
Fakhrurrazi sedikit mengungkapkan karamah para sahabat, di antaranya
karamah Abu Bakar R.a. Ketika jenazah Abu Abu Bakar dibawa menuju pintu
makam Nabi Saw, jenazahnya mengucapkan
“Assalamu 'alaika yaa Rasulullah,
Ini aku Abu Bakar telah sampai di pintumu.”
Mendadak pintu makam Nabi
terbuka dan terdengar suara tanpa rupa dari makam,
“Masuklah wahai
kekasihku ( Abu Bakar )”
Ali bin Abi Thalib R.a : Berbicara Pada Penghuni Kubur
Sid bin Musayyab menceritakan bahwa ia dan para sahabat menziarahi makam-makam di Madinah bersama `Ali bin Abi Thalib R.a.
Ali lalu berseru,
“Wahai para penghuni kubur, semoga dan rahmat
dari Allah senantiasa tercurah kepada kalian, beritahukanlah keadaan
kalian kepada kami atau kami akan memberitahukan keadaan kami kepada
kalian.”
Lalu terdengar jawaban,
“Semoga
keselamatan, rahmat, dan berkah dari Allah senantiasa tercurah untukmu,
wahai amirul mukminin. Kabarkan kepada kami tentang hal-hal yang terjadi
setelah kami.”
Ali berkata,
“Istri-istri kalian sudah menikah lagi,
kekayaan kalian sudah dibagi, anak-anak kalian berkumpul dalam kelompok
anak-anak yatim, bangunan-bangunan yang kalian dirikan sudah ditempati
musuh-musuh kalian. Inilah kabar dari kami, lalu bagaimana kabar
kalian?”
Salah satu mayat menjawab,
“Kain kafan telah koyak, rambut telah
rontok, kulit mengelupas, biji mata terlepas di atas pipi, hidung
mengalirkan darah dan nanah. Kami mendapatkan pahala atas kebaikan yang
kami lakukan dan mendapatkan kerugian atas kewajiban yang yang kami
tinggalkan. Kami bertanggung jawab atas perbuatan kami.” (Riwayat
Al-Baihagi)
Karomah Abu Bakar R.a, Makanan Jadi Lebih Banyak
Kisah ini diceritakan oleh ‘Abdurrahman bin Abu Bakar R.a, bahwa ayahnya datang bersama tiga orang tamu hendak pergi makan
malam dengan Nabi Muhammad Saw. Kemudian mereka datang setelah lewat
malam.
Istri Abu Bakar bertanya, “Apa yang bisa kau suguhkan untuk
tamumu?”
Abu Bakar balik bertanya, “Apa yang kau miliki untuk menjamu
makan malam mereka?”
Sang istri menjawab, ‘Aku telah
bersiap-siap menunggu engkau datang.”
Abu Bakar berkata, “Demi Allah,
aku tidak akan bisa menjamu mereka selamanya.”
Abu Bakar mempersilakan
para tamunya makan. Salah seorang tamunya berujar, “Demi Allah, setiap
kami mengambil sesuap makanan, makanan itu menjadi bertambah banyak.
Kami merasa kenyang, tetapi makanan itu malah menjadi lebih banyak dari
sebelumnya.”
Abu Bakar melihat makanan itu tetap
seperti semula, bahkan jadi lebih banyak, lalu dia bertanya kepada
istrinya, “Hai ukhti Bani Firas, apa yang terjadi?”
Sang istri menjawab,
“Mataku tidak salah melihat, makanan ini menjadi tiga kali lebih banyak
dari sebelumnya.”
Abu Bakar menyantap makanan itu, lalu berkata, “Ini
pasti ulah setan.”
Akhirnya Abu Bakar membawa makanan itu
kepada Rasulullah Saw dan meletakkannya di hadapan beliau. Pada waktu
itu, sedang ada pertemuan antara katun muslimin dan satu kaum. Mereka
dibagi menjadi 12 kelompok, hanya Allah Yang Maha Tahu berapa jumlah
keseluruhan hadirin. Beliau menyuruh mereka menikmati makanan itu, dan
mereka semua menikmati makanan yang dibawa Abu Bakar. (HR Bukhari dan
Muslim)
Kisah Karomah Utsman bin ‘Affan R.a.
Dalam kitab Al-Thabaqat, Taj al-Subki menceritakan bahwa ada seorang laki-laki bertamu kepada Utsman.
Laki-laki tersebut baru saja bertemu dengan seorang perempuan di tengah
jalan, lalu ia menghayalkannya.
Utsman berkata kepada laki-laki itu,
“Aku melihat ada bekas zinah di matamu.”
Laki-laki itu bertanya, “Apakah
wahyu masih diturunkan setelah Rasulullah Saw wafat?”
Utsman menjawab,
“Tidak, ini adalah firasat seorang mukmin.”
Utsman R.a. mengatakan hal
tersebut untuk mendidik dan menegur laki-laki itu agar tidak mengulangi
apa yang telah dilakukannya.
Selanjutnya Taj al-Subki menjelaskan bahwa bila seseorang hatinya
jernih, maka ia akan melihat dengan nur Allah, sehingga ia bisa
mengetahui apakah yang dilihatnya itu kotor atau bersih. Maqam
orang-orang seperti itu berbeda-beda. Ada yang mengetahui bahwa yang
dilihatnya itu kotor tetapi ia tidak mengetahui sebabnya. Ada yang
maqamnya lebih tinggi karena mengetahui sebab kotornya, seperti ‘Utsman R .a. Ketika ada seorang laki-laki datang kepadanya, `Utsman dapat
melihat bahwa hati orang itu kotor dan mengetahui sebabnya yakni karena
menghayalkan seorang perempuan.
Ibnu `Umar R.a. menceritakan bahwa Jahjah al- Ghifari mendekati
‘Utsman R.a. yang sedang berada di atas mimbar. Jahjah merebut tongkat
‘Utsman, lalu mematahkannya. Belum lewat setahun, Allah Swt menimpakan
penyakit yang menggerogoti tangan Jahjah, hingga merenggut kematiannya.
(Riwayat Al-Barudi dan Ibnu Sakan)
Ali bin Abi Thalib R.a : Menyembuhkan Orang Lumpuh
Kisah Ali bin Abi Tholib
ini terdapat dalam kitab Al-Tabaqat, Taj al-Subki meriwayatkan bahwa
pada suatu malam, `Ali dan kedua anaknya, Hasan dan Husein R.a.
mendengar seseorang bersyair :
“Hai Zat yang mengabulkan doa orang yang terhimpit kedzaliman
Wahai Zat yang menghilangkan penderitaan, bencana, dan sakit
Utusan-Mu tertidur di rumah Rasulullah sedang orang-orang kafir mengepungnya
Dan Engkau Yang Maha Hidup lagi Maha Tegak tidak pernah tidur Dengan kemurahan-Mu, ampunilah dosa- dosaku
Wahai Dzat tempat berharap makhluk di Masjidil Haram
Kalau ampunan-Mu tidak bisa diharapkan oleh orang yang bersalah
Siapa yang akan meng-anugerahi nikmat kepada orang-orang yang durhaka.”
Ali lalu menyuruh orang mencari si pelantun syair itu. Pelantun
syair itu datang menghadap Ali seraya berkata,
“Aku, yaa Amirul
mukminin!”
Laki- laki itu menghadap sambil menyeret sebelah kanan
tubuhnya, lalu berhenti di hadapan Ali.
Ali bertanya,
“Aku telah
mendengar syairmu, apa yang menimpamu?”
Laki-laki itu menjawab,
“Dulu
aku sibuk memainkan alat musik dan melakukan kemaksiatan, padahal ayahku
sudah menasihatiku bahwa Allah memiliki kekuasaan dan siksaan yang
pasti akan menimpa orang-orang dzalim. Karena ayah terus-menerus
menasihati, aku memukulnya. Karenanya, ayahku bersumpah akan mendo'akan
keburukan untukku, lalu ia pergi ke Mekkah untuk memohon pertolongan
Allah. Ia berdo'a, belum selesai ia berdo'a, tubuh sebelah kananku
tiba-tiba lumpuh. Aku menyesal atas semua yang telah aku lakukan, maka
aku meminta belas kasihan dan ridha ayahku sampal la berjanji akan
mendo'akan kebaikan untukku jika Ali mau berdo'a untukku. Aku mengendarai
untanya, unta betina itu melaju sangat kencang sampai terlempar di
antara dua batu besar, lalu mati di sana.”
Ali lalu berkata,
“Allah akan meridhaimu, kalau ayahmu meridhaimu.”
Laki-laki itu menjawab,
“Demi Allah, demikianlah yang terjadi.”
Kemudian
‘Ali berdiri, shalat beberapa rakaat, dan berdo'a kepada Allah dengan
pelan, kemudian berkata,
“Hai orang yang diberkahi, bangkitlah!”
Laki-laki itu berdiri, berjalan, dan kembali sehat seperti sedia kala.
”Jika engkau tidak bersumpah bahwa ayahmu akan meridhaimu, maka aku
tidak akan mendoakan kebaikan untukmu.” `Kata Ali bin Abi Tholib
Karomah Umar bin Khattab R.a
Umar bin Khattab adalah sahabat Rasul yang diberi karomah dapat berbicara dengan Tuhan.
Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh pada umat terdahulu terdapat Muhaddatsun, yakni orang-orang yg berbicara dengan Tuhan. Jika salah
seorang mereka ada pada umatku, maka tentu Umar bin al-Khattab”.
Allah Swt telah memberikan al-firasah kepada al-muhaddats (seorang Wali
mitra dialog Allah Swt) karena hijab diantara Wali dengan Allah Swt sudah terangkat,
Firasat seperti inilah yang dialami oleh Umar bin Khattab ketika beliau
berdasar ilham berbicara dimimbar di madinah (sedang ceramah di masjid
nabawi),
memberikan perintah kepada Sariyah
ibn Zunaym, panglima tentaranya (yang pada saat itu sedang berperang dan
tentaranya kocar-kacir terkepung pasukan kafir di Irak/persia).
Umar bin Khattab berkata (berteriak) :
“Wahai Sariyah ibn Zunaym, di atas bukit! di atas bukit!”.
Para tentara
(muslimin) yang sedang berperang di Irak itu mendengar perintah Umar bin
Khattab, padahal mereka berada di tempat yang sangat jauh dalam jarak
perjalanan satu bulan dari madinah.
Mereka (pasukan muslimin) kemudian
menuju ke atas bukit itu dan memperoleh kemenangan atas musuh, berkat
pertolongan Allah Swt melalui perintah Umar bin Khattab R.a tersebut” (Apakah
Wali itu ada?, 2005)
Karomah Syeikh Abdul Qodir Jailani : Mujahadah
Syeikh Abu Suud al-Harimi meriwayatkan bahwa beliau pernah mendengar Syeikh Abdul Qodir
berkata, “Selama 25 tahun aku mendiami padang pasir iraq, tidak pernah
bertemu dengan orang dan ditemukan orang. Pada masa itu, sekelompok jin dan Rijal ghaib datang kepadaku dan aku mengajarkan jalan menuju Allah Swt
kepada mereka. Nabi Khidir A.s menemaniku pada saat aku tiba di Iraq untuk
pertama kali walaupun dan aku tidak pernah berjumpa dengan beliau sebelumnya.
Beliau mengajukan syarat kepadaku untuk tidak membantahnya dan berkata
kepadaku, “Duduk disini”.
Aku pun duduk ditempat itu selama tiga tahun
dan setiap tahun beliau mendatangiku dan berkata, “Tetap ditempatmu
sampai aku datang”.
Pada masa itu, dunia serta segala kemewahan dan keindahannya menjelma
dan datang kepadaku namun Allah Swt melindungiku dari semua itu.
Kemudian setan mendatangiku dengan bentuk yang menakutkan dan memerangiku
namun Allah Swt menguatkanku. Allah Swt tampakkan pula nafsuku dalam bentuk yang
terkadang tunduk kepada apa yang aku inginkan tapi kadang pula memerangiku
dan Allah Swt memenangkan aku atas dirinya. Semua metode mujahadah aku
jalani pada masa awal perjalanan spiritualku. Bertahun-tahun lamanya aku
menempati pinggiran kota menempa diri. Adakalanya selama setahun aku
hanya memakan makanan sisa dan tidak minum. Kemudian pada tahun
berikutnya, aku hanya minum dan tidak makan kemudian pada tahun berikutnya
tidak makan dan minum serta tidak tidur selama setahun.
Pada suatu malam yang sangat dingin aku tertidur di Iwan al-Kisra dan
bermimpi basah. Aku bangun dan langsung mandi kemudian tidur dan kembali
bermimpi. Aku kembali bangun, pergi ke sungai dan mandi besar. Pada
malam itu aku berjunub dan mandi sebanyak 40 kali. Akhirnya aku memanjat
menara (
Iwan) karena takut akan bermimpi lagi.
Bertahun-tahun aku hanya tinggal disebuah gubuk reyot dan hanya makan
kain bajuku. Setiap tahun seseorang memakai jubah sufi datang kepadaku
dan memasukkan aku ke 1000 fan hingga aku melupakan dunia. Saat itu aku
hanya dikenal sebagai si bodoh atau si gila dan berjalan dengan bertelanjang
kaki. Aku selalu melewati rintangan yang ada dan tidak takhluk kepada nafsu
dan tdk pula tergoda dengan kemewahan dunia” (Mahkota Para Aulia, 2005)
Karomah Syeikh Abdul Qodir Jailani : Bertemu Nabi Khidir as
Taqiyuddin Muhammad al-Waidz al-Lubnani dalam kitabnya Al-Mausum bi Raudhah al-Abrar wa Mahasin al-Akhyar meriwayatkan ketika Syeikh Abdul Qodir
diusia 18 tahun hendak memasuki kota Baghdad, beliau menjumpai Nabi
Khidir A.s berdiri didepan pintu, menghalanginya masuk dan berkata, “Aku
tidak memiliki perintah yang memperbolehkanmu memasuki baghdad hingga 7
tahun ke depan”.
Syeikh Abdul Qodir akhirnya bermukim ditepian Baghdad
dan hidup dari sisa-sisa makanan selama 7 tahun.
Hingga pd suatu malam ditengah hujan deras, sebuah suara berkata
kepadanya, “Abdul Qodir, masuklah ke baghdad”.
Beliau pun memasuki Baghdad dan menuju ke musholla Syeikh Hamad bin Muslim ad-Dabbas.
Sebelum beliau tiba syaikh Hamad memerintahkan murid-muridnya untuk mematikan
lampu dan menutup semua pintu.
Ketika tiba dan mendapati pintu tertutup serta lampu sudah dimatikan,
Syeikh Abdul Qodir duduk didepan pintu dan tertidur lalu bermimpi
basah. Bangun dari tidurnya beliau langsung mandi besar lalu kembali
tidur dan kembali bermimpi. Beliau kemudian bangun dan mandi besar. Hal
tersebut terus terulang sebanyak 17 kali.
Saat shubuh tiba, pintu dibuka dan masuklah
Syeikh Abdul Qodir.
Syeikh Hamad bangkit menyambutnya, memeluknya dan menangis sambil
berkata,
“Anakku Abdul Qodir, saat ini negeri ini milik kami dan besok
akan menjadi milikmu. Apabila engkau berkuasa kelak, berlaku adillah
terhadap orang tua ini”. (Mahkota Para Aulia, 2005)
Karomah Anas bin Malik R.a dan Umar bin Khottob R.a
Sosok Anas bin Malik R.a
sangatlah sederhana. Anas bin Malik sebagai seorang sahabat banyak sekali
memiliki kekurangan. Anas adalah orang yang tidak memiliki keahlian, apalagi
dalam hal berperang serta dikenal kurang pintar. Namun Umar bin Khattab
malah memberikan Anas kepercayaan untuk selalu mendampinginya dalam
melakukan perjalanan mensyiarkan syariat islam.
Dibalik kekurangannya itu, Anas ternyata
seorang yang taat dalam beribadah. Selain itu kebaikan hati yang ia miliki
menjadikan Umar semakin mempercayainya. Suatu hari Umar mengajak Anas
untuk mendampinginya melakukan perjalanan menuju suatu daerah. “Anas bin
Malik, maukah kau menemaniku melakukan perjalanan?” tanya umar pada Anas yang sedang berdzikir.
Ternyata Anas diam tidak menjawab pertanyaan Umar.
Sehingga Umar bergegas meninggalkan Anas karena mengira tidak mau menemaninya.
DIKEPUNG PERAMPOK
Jauh sudah perjalanan umar dalam melakukan perjalanan, tapi tanpa disadari
umar, anas sudah berada dibelakangnya. Anas yang sudah ketinggalan jauh
tiba-tiba berada didekat umar. Umar yang baru menyadari itu langsung
tercengang karena kaget. “Sejak kapan kau berada dibelakangku?” tanya umar
pada Anas
“Aku mulai berangkat menyusulmu seusai sholat ashar dan aku melihat
bayanganmu, akhirnya aku ada dibelakangmu “ jawab anas dengan lugunya.
Betapa umar makin terkejut, karena ia
berangkat sudah sehari sebelumnya, tepatnya seusai sholat malam ia baru
memulai perjalanan. Ia yakin perjalanan yang ia tempuh sudah sangat jauh.
Tapi anas yang baru saja berangkat langsung bisa menyusulnya. Walaupun
umar terkagum-kagum menyadari keajaiban itu, umar hanya hanya diam dan
tersenyum sendiri.
Pada perjalanan malam, sampailah mereka
ditempat yang sangat sepi dan gelap. Mereka memutuskan untuk beristirahat.
Tidak lama beristirahat, tiba-tiba ada lima perampok. Anas yang tidak memiliki
keahlian apapun sangat kebingungan, karena tidak tahu harus melakukan apa untuk
menyelamatkan umar. Akhirnya anas mengajak umar untuk menaiki kuda dan
mengendalikan kudanya sekencang-kencangnya. Namun, perampok itu juga menaiki
kudanya dan lebih kencang dari mereka berdua. Perampok itu terus
mengejar umar dan anas.
Sampai akhirnya perampok itu berhasil
menyusul anas dan umar. Perampok itu mengeluarkan pisau untuk menodong.
Anas yang kala itu berdo'a terus agar bisa melakukan sesuatu untuk
menyelamatkan umar, secara tiba-tiba kuda perampok itu langsung berhenti dan
tidak mau digerakkan. Ternyata do'a anas adalah, “Ya Allah, aku mohon
hentikan kuda perampok itu”.
BERKUDA DI LAUT
Anas dan Umar terus menunggangi kuda dengan sangat kencang dan mereka tidak
memperhatikan jalan yang mereka lewati, sampai akhirnya mereka tersesat
disuatu tempat yang sudah tidak ada jalan dan didepannya hanya ada laut.
Belum sempat Umar menuturkan satu kata pun pada Anas, Anas langsung
bertanya,
“Kenapa berhenti hai wahai Umar?”
“Bagaimana aku bisa menjalankan kuda ini, jika jalan yang harus kita lewati adalah laut” jawab Umar
“Insya Allah kita bisa melewati jalan ini, Bismillah” tutur Anas sembari
menjalankan kudanya menyebarangi laut yang berada didepannya.
Umar pun langsung mengikuti Anas dan betapa terkejutnya Umar, karena ia
dan Anas benar-benar bisa melewati lautan yang luas itu. Kuda terus berjalan
seolah terbang diatas lautan. Setibanya didaratan, umar meminta anas untuk
beristirahat.
“Baiklah Umar, kita istirahat disini, aku juga sangat lelah” jawab Anas
Sewaktu anas pergi untuk mencari buah-buahan, umar terkejut setelah menyentuh
kaki kudanya yang tetap kering meski melewati lautan, “
Sungguh keajaiban”
tutur umar dalam hati. (Kisah Hikmah, 2011)
Karomah Syeh Abdul Qadir Jailani : Godaan Iblis
Syeikh Utsman Shairafi meriwayatkan bahwa Syeikh Abdul Qodir
bercerita, “Siang maupun malam aku tinggal di padang pasir, bukan di
baghdad. Sepanjang masa itu, para setan mendatangiku berbaris dengan rupa yang
menakutkan, menyandang senjata dan melontari aku dengan api. Namun, saat
itu pula aku mendapatkan keteguhan dalam hati yang tak dapat aku ceritakan
dan aku mendengar suara dari dalam hatiku yang berkata, “Bangkit Abdul
Qodir, telah Kami teguhkan engkau dan Kami dukung engkau”
dan ketika aku
bangkit mereka pun kocar-kacir, kembali ke tempat mereka semula.
Setelah itu ada satu setan mendatangiku dan mengancamku dengan berbagai
ancaman. Aku bangun dan menamparnya hingga dia lari pontang-panting.
Kemudian aku baca
“Lahaula Wala Quata illa Billah Al-Ali Al-Adzim”
(tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Swt) dan terbakarlah
dia.
Di lain waktu setan mendatangiku dalam rupa seorang yang buruk rupa
dan berbau busuk, dia berkata kepadaku,
“aku iblis datang untuk
melayanimu karena aku dan para pengikutku telah putus asa terhadap
dirimu”.
“Pergi” cetusku kepadanya,
“Aku tidak percaya dengan apa yang engkau
ucapkan”. Saat itu muncul tangan dari langit memukul ubun-ubunnya hingga
iblis tersebut terbenam kedalam bumi.
Kedua kalinya, iblis tersebut mendatangiku dg membawa sebuah bola api
untuk untuk menghancurkan aku. Ketika itu datanglah seorang berjubah
mengendarai seekor kuda memberikan sebilah pedang kepadaku. Melihat hal
ini sang iblis mundur, tidak jadi menyerangku.
Ketiga kalinya, aku melihat iblis duduk jauh dariku sambil menaburkan
tanah diatas kepalanya seraya berkata,
“aku putus asa terhadap dirimu
wahai Abdul Qodir”. “Aku tetap curiga kepadamu” jawabku kepadanya.
Mendengar jawabanku si iblis berkata,
“ini lebih dahsyat daripada bala”
Kemudian disingkapkan kepadaku berbagai jaring.
“apa ini?” tanyaku.
“Ini” jawab sebuah suara
“adalah jaring-jaring dunia yang menjerat orang-orang
sepertimu”.
Aku pun berpaling dan melarikan diri darinya. Aku habiskan
satu tahun untuk memeranginya hingga aku dapat lepas dari semua itu.
Setelah itu disingkapkan kepadaku berbagai sebab yang berhubungan dengan
diriku.
“Apa ini?” tanyaku.
“Ini adalah sebab musabab kemakhlukan yang
berhubungan dengan dirimu” jawab suatu suara kepadaku. Aku pun menghadapinya
selama satu tahun sampai hatiku dapat lepas dari semua itu.
Tahap selanjutnya, disingkapkan kepadaku isi dadaku dan aku melihat
hatiku bergantung kepada berbagai hubungan. Aku kembali bertanya,
“Apa
ini?”.
Suara tersebut menjawab,
“Ini adalah kemauan dan pilihanmu”.
Jawaban tersebut membuatku menghabiskan satu tahun lainnya untuk
memerangi hingga aku dapat lepas dari semua itu.
Berikutnya disingkapkan kepadaku jiwaku dan aku melihat berbagai
penyakitnya masih bercokol, hawa nafsunya masih hidup dan setan yang ada
didalamnya masih melawan. Aku memerlukan setahun lainnya untuk memerangi
semua itu hingga berbagai penyakit hati hilang, hawa nafsunya mati, dan
setan berhasil aku tundukkan. Dengan demikian segala sesuatu hanya untuk Allah Swt semata.
Pada tahap ini, aku benar-benar sendiri, semua yang eksis aku tinggalkan
dibelakang dan aku tetap belum berhasil mencapai JUNJUNGANKU. Aku seret
diriku ke pintu tawakal agar dapat masuk menemui-Nya. Namun setibanya
aku dipintu tersebut, aku mendapatkan kerumunan orang yang membuatku
mundur. Begitu pula dipintu syukur, kekayaan, kedekatan, penyaksian
(musyahadah), semuanya penuh dengan orang-orang. Akhirnya aku menyeret diriku ke
pintu kefakiran. Aku dapati pintu tersebut kosong dari orang-orang, maka aku
memasukinya dan mendapatkan dalamnya berisi semua yang aku tinggalkan dan
HARTA KARUN PALING BESAR DAN KEMULIAAN PALING AGUNG (Allah Swt).
(Mahkota Para Aulia, 2005)
Karomah Syeikh Abdul Qodir Jailani : Kejujuran
Syeikh Muhammad bin Qaid al-Awani meriwayatkan : Pada suatu hari beliau bertanya kepada
sang Syeikh, “Apa yang membuatmu dapat meraih derajad ini?” Beliau
menjawab, “Kejujuran, tidak pernah sekalipun aku berbohong bahkan ketika
aku masih menuntut ilmu”.
Kemudian Syeikh Abdul Qodir melanjutkan,
“Ketika tiba hari arafah saat aku keil, aku pergi kesekitar Baghdad dan
menggembala sapi.
Tiba tiba sapi tadi menolehkan kepalanya kepadaku dan
berkata, “Abdul Qodir! Bukan untuk ini engkau diciptakan”.
Masih dalam keadaan terkejut aku pulang
ke rumah dan naik ke atas atap. Disana aku melihat orang-orang sedang
melaksanakan Wukuf di Arafah. Aku turun dan berkata kepada ibuku, “Ibu,
serahkan diriku kepada Allah Swt dan izinkan aku pergi ke Baghdad menuntut
ilmu”.
Ketika beliau menanyakan apa yang
menyebabkan aku mengajukan permintaan tersebut, aku pun menceritakan kisah
di atas dan beliau menangis. Kemudian beliau mengambil 80 dinar uang
peninggalan ayahku dan memberikannya kepadaku. Aku tinggalkan 40 dinar
untuk adikku dan ibu menjahitkan uang tersebut dibalik bajuku. Beliau
memintaku
untuk berjanji akan selalu jujur dalam kondisi apapun. Aku
menyanggupi hal tersebut. Ketika akan melepasku pergi, beliau berkata
kepadaku, “Pergilah, aku serahkan engkau kepada Allah Swt. Wajah ini tidak
akan aku lihat lagi sampai hari kiamat”.
Aku pun pergi ke Baghdad mengikuti
sebuah khafilah kecil. Namun setibanya kami di Rabik, daerah selatan Hamdzaan, muncul 60 orang perampok yang merampok khafilah tersebut tanpa
memedulikan diriku. Salah seorang perampok tersebut berkata kepadaku, “Hai
orang miskin, apa yang engkau miliki?”.
“40 dinar” jawabku.
“Dimana uang
tersebut” tanyanya kembali.
“Dijahitkan dalam bajuku dibawah ketiak”
jawabku.
Mengira aku bercanda, perampok tersebut pergi dan tidak memedulikan
aku. Kemudian datang perampok lainnya dan menanyakan pertanyaan yang sama.
Aku pun menjawabnya dengan jawaban yang sama. Kali ini perampok tersebut
melaporkan apa yang dia dengar kepada ketuanya yang sedang membagi-bagi hasil
rampokan disebuah bukit kecil.
Mendengar laporan tersebut, kepala perampok
itu berkata, “Bawa dia kemari”.
Dihadapannya, kepala rampok tersebut
menanyakan pertanyaan yang sama dan aku kembali menjawabnya dengan jawaban yang
sama. Dia lalu memerintahkan anak buahnya untuk melepaskan bajuku,
menyobek jahitannya dan mereka menemukan uang tersebut.
“Mengapa engkau melakukan ini?” tanya
kepala rampok kepadaku.
“Aku telah berjanji kepada ibuku untuk tidak
berbohong dan aku tidak ingin mengingkari janjiku kepadanya” jawabku.
Kepala perampok tersebut menangis mendengar jawabanku dan berkata, “Engkau
tidak mau mengkhianati janjimu kepada ibumu sedangkan aku hingga saat ini
selalu mengingkari janji Allah Swt”. Kepala perampok itu pun bertobat
ditanganku.
Melihat hal tersebut para pengikutnya
berkata, “Engkau ketua kami dalam hal merampok. Sekarang engkau ketua kami
dalam hal taubat”,
dan mereka semua bertaubat dan mengembalikan apa yang
mereka ambil dari khafilah tersebut. Merekalah orang-orang pertama yang
bertobat ditanganku” (Mahkota Para Aulia, 2005)
Karomah Syeikh Abdul Qodir Jailani : Melihat Malaikat
Saat ada yang bertanya kepada beliau, “Kapan engkau mengetahui bahwa dirimu adalah wali Allah Swt?”
Syeikh Abdul Qodir Jailani
menjawab, “Aku berusia 10 tahun ketika melihat para malaikat berjalan
disampingku saat aku berangkat ke sekolah. Dan setibanya disana, para
malaikat tersebut berkata, “Berikan jalan bagi wali Allah’ sampai aku
duduk.
Pada suatu hari, seseorang lewat
dihadapanku dan dia mendengar para malaikat mengatakan hal tersebut.
Dia
bertanya kepada salah seorang malaikat tersebut, “Ada apa dengan anak kecil
ini?”.
Sang malaikat berkata, “Ini sudah ditakdirkan dari bait
al-Asyraf (rumah paling mulia/ arsy)”.
Beliau berkata, “Anak ini akan menjadi
orang besar. Dia telah diberi anugerah yang tak dapat ditolaknya,
dibukakan hijabnya dan telah didekatkan”.
Empat puluh tahun kemudian aku
baru mengetahui bahwa orang tersebut adalah salah seorang abdal pada
saat itu”
Syeikh Abdul Qodir berkata,
“Setiap kali muncul keinginan dalam
diriku untuk bermain bersama anak-anak lain, aku mendengar suara yang berkata,
“Kemarilah wahai Mubarak (orang yang diberkahi)”. Aku ketakutan dan
bersembunyi dikamar ibuku…” (Mahkota Para Aulia, 2005)
Karomah Dzun nun al-Misri
Pengarang kitab al-Risalah al-Qusyairiyyah bercerita bahwa Salim al-Maghriby menghadap Dzun nun
dan bertanya “Wahai Abu al-Faidl!” begitu ia memanggil demi
menghormatinya.
“Apa yang menyebabkan Tuan bertaubat dan menyerahkan
diri sepenuhnya pada Allah Swt?“
“Sesuatu yang menakjubkan, dan aku kira
kamu tidak akan mampu.” Begitu jawab al-Misri seperti sedang
berteka-teki.
Al-Maghriby
semakin penasaran “Demi Dzat yang engkau sembah, ceritakan padaku.”
lalu
Dzun nun berkata: “Suatu ketika aku hendak keluar dari Mesir menuju
salah satu desa lalu aku tertidur di padang pasir. Ketika aku membuka
mata, aku melihat ada seekor anak burung yang buta jatuh dari
sangkarnya. Coba bayangkan, apa yang bisa dilakukan burung itu. Dia
terpisah dari induk dan saudaranya. Dia buta tidak mungkin terbang
apalagi mencari sebutir biji.
Tiba-tiba bumi terbelah. Perlahan-lahan
dari dalam muncul dua mangkuk, yang satu dari emas satunya lagi dari
perak. Satu mangkuk berisi biji-bijian Simsim, dan yang satunya lagi
berisi air. Dari situ dia bisa makan dan minum dengan puas. Tiba-tiba
ada kekuatan besar yang mendorongku untuk bertekad: “Cukup… aku sekarang
bertaubat dan total menyerahkan diri pada Allah Swt. Aku pun terus
bersimpuh di depan pintu taubat-Nya, sampai Dia Yang Maha Asih berkenan
menerimaku”.
Imam al-Nabhani dalam kitabnya “Jami’
al-Karamaat“ mengatakan: “Diceritakan dari Ahmad bin Muhammad al-Sulami:
“Suatu ketika aku menghadap pada Dzun nun, lalu aku melihat di depan
beliau ada mangkuk dari emas dan di sekitarnya ada kayu menyan dan
minyak Ambar. Lalu beliau berkata padaku “engkau adalah orang yang biasa
datang ke hadapan para raja ketika dalam keadaan bergembira.”
Menjelang
aku pamit beliau memberiku satu dirham. Dengan izin Allah uang yang
hanya satu dirham itu bisa aku jadikan bekal sampai kota Balkh (kota di
Iran).
Suatu hari Abu Ja’far ada di samping
Dzun nun. Lalu mereka berbicara tentang ketundukan benda-benda pada
wali-wali Allah Swt.
Dzun nun mengatakan “Termasuk ketundukan adalah ketika
aku mengatakan pada ranjang tidur ini supaya berjalan di penjuru empat
rumah lalu kembali pada tempat asalnya.” Maka ranjang itu berputar pada
penjuru rumah dan kembali ke tempat asalnya.
Imam Abdul Wahhab al-Sya’roni
mengatakan: “Suatu hari ada perempuan yang datang pada Dzun nun lalu
berkata “Anakku telah dimangsa buaya.”
Ketika melihat duka yang mendalam
dari perempuan tadi, Dzun nun datang ke sungai Nil sambil berkata “Yaa
Allah… keluarkan buaya itu.”
Lalu keluarlah buaya, Dzun nun membedah
perutnya dan mengeluarkan bayi perempuan tadi, dalam keadaan hidup dan
sehat. Kemudian perempuan tadi mengambilnya dan berkata “Maafkanlah aku,
karena dulu ketika aku melihatmu selalu aku merendahkanmu. Sekarang aku
bertaubat kepada Allah Swt.”
Demikianlah sekelumit kisah perjalanan
hidup waliyullah, sufi besar Dzun Nun al-Misry yang wafat pada tahun 245
H, semoga Allah me-ridlai-nya.
Karomah Rabiah al-‘Adawiyah
Pada suatu malam majikan Rabiah
terbangun dan melihat Rabiah sedang bersujud dan berdoa, “Yaa Allah,
hatiku sangat ingin mentaati-Mu dan ingin rasanya ku habiskan seluruh
hidupku ini hanya untuk beribadah kepada-Mu, kalaulah aku dapat berbuat
semauku, tak ingin rasanya aku meninggalkan ibadah ini, namun apa daya,
aku harus memenuhi semua titah tuanku.”
Dan saat itu tuannya melihat cahaya di
atas kepalanya yang menyinari seluruh isi rumah. Menyadari hal ini,
tuannya pun kaget dan segera kembali ke kamarnya dengan gelisah
memikirkan tentang Rabiah. Hingga datang waktu pagi, tuannya pun
memanggilnya dan membebaskannya.
Diantara karomah Rabiah yang terkenal
adalah hilangnya pintu rumah Rabiah ketika seorang pencuri hendak keluar
dari rumahnya setelah mengambil semua barang miliknya, dan ketika
pencuri itu meletakkan barang-barangnya pintu itu muncul kembali,
kemudian ketika ia mengambilnya lagi pintu itu pun langsung menghilang
seperti sebelumnya, sampai akhirnya ia mendengar suara yang menyuruhnya
agar meletakkan barang-barang curian itu dan pergi karena rumah itu ada
yang menjaganya.