Pikiranku mundur ke beberapa waktu lalu, di mana setiap hari aku
menghabiskan waktu bersama mereka. Ya, di sekolah itu aku belajar banyak
hal dari murid-murid kecilku. Belajar tentang keajaiban Tuhan Sang
Penggenggam Kehidupan…
Setiap pagi kami berdoa bersama di lapangan sekolah, Al-Fatihah
selalu membuka kegiatan di sekolah, Alhamdulillah bahagia rasanya
anak-anak kecil itu sudah diajari mengenal penciptanya. Murid-muridku
tidak semuanya cerdas intelektual, ada yang sangat cerdas, ada yang
tergolong lumayan cerdas tetapi ada juga yang sama sekali tidak cerdas.
Apapun kondisi mereka, semua itu anugerah-Nya, karena hanya Dia Yang
Maha Cerdas.
Suatu hari, aku masuk dan mengajar di kelas percepatan
(Acceleration), tentu saja murid-muridku yang ada di kelas itu adalah
anak-anak cerdas. Anak-anak yang diberi anugerah oleh Allah dalam
kecerdasan intelektualnya. Terbukti dengan sikap kritis dan pengetahuan
mereka yang sangat luas dan haus akan ilmu, ya mereka mewakili sifat
Allah Ar-Rasyid, Yang Maha Cerdas. Tetapi cerdas saja tidak cukup, tidak
semua dari mereka mampu memiliki sense of belonging terhadap temannya.
Atmosfer persaingan dalam belajar begitu kental terasa karena memang
mereka memiliki beragam bakat dan yang pastinya IQ tinggi. Cita-cita
mereka pun beragam dan jauh dari bayanganku tentang anak-anak kecil.
Di hari lain, aku mengajar di kelas inklusi. Kelas yang berisi murid
yang jumlahnya jauh lebih sedikit dari kelas lainnya. Kali ini aku
benar-benar belajar tentang keagungan-Nya. Anak-anak ini sungguh luar
biasa! Bukan karena kecerdasan mereka namun karena sisi lain dari
kelembutan mereka. Tampak luar, mereka adalah anak-anak yang sama sekali
tidak cerdas bahkan mereka tergolong anak-anak berkebutuhan khusus. Ada
yang slow learner (sulit dalam belajar), hyperaktif, bahkan ada yang
autis. Mereka semua berkumpul dalam satu kelas, belajar bersama. Semua
guru yang mengajar di kelas ini dituntut untuk lebih bersabar dan
sedikit mengelus dada karena ”keajaiban” anak-anak ini. Tidak cukup
sekali dua kali memberi instruksi kepada mereka bahkan seringkali apa
yang guru sampaikan tidak mereka dengar.
Satu yang saya ingat dari ”anak-anak spesial” ini, ketika itu aku
hilang kesabaran karena kenakalan mereka tetapi aku tahan amarahku, yang
kutahu memarahi mereka bukan penyelesaian dari suatu masalah. Ketika
itu ada seorang murid yang memukul-mukul kepalaku, bisa dibayangkan
betapa kompleksnya kenakalan mereka.
Lalu, murid lainnya mengadu dan
berkata, ”Kak, kepalanya dipukul-pukul, gak sopan deh. Marahin aja kak!”
Tapi aku hanya tersenyum dan berkata, ”Tak apa, sudah ada malaikat di
pundak kanan dan pundak kiri yang sibuk mencatat amal baik dan amal
buruk kita. Kakak gak marah kok, biar saja, dia sudah paham tentang
itu.”
Mungkin bagi muridku yang mencoba membelaku, dia tampak jengkel
dan kecewa karena aku tidak marah pada murid yang nakal. Atau mungkin
aku terlihat wise/bijak, tapi sungguh sejak aku berkata seperti itu, murid
spesialku itu tidak lagi nakal padaku. Dia malah menjadi manja kepadaku.
Entah apa yang membuatnya begitu, yang kutahu apa yang diungkapkan dari
hati akan kembali ke hati.
Siapa sangka juga, anak-anak itu bukanlah anak yang bodoh, tidak
cerdas, dan tidak berguna. Allah sengaja menitipkan mereka untuk
dibimbing dan dicintai sepenuh hati. Salah satu dari mereka rupanya
adalah seorang atlet tenis yang mewakili kota Jawa Tengah.
Subhanallah... Allah Al-Adl’ selalu memberikan keadilan pada setiap
kita. Bukanlah value dari IQ yang mereka miliki tapi value lain yang
mungkin anak cerdas tidak memilikinya.
Ada juga seorang muridku yang menangis karena merasa bodoh tetapi dia
bilang, ”Aku emang bodoh kak, tapi aku percaya ada Allah yang selalu
bimbing aku.”
Betapa terharunya aku mendengar penuturan murid kecilku.
Seorang murid lain dengan ikhlas tidak pernah ikut bermain bola
ketika jam olah raga, karena ia teringat pesan guru BK di sekolah. ”Aku
gak boleh ikutan main bola karena Bu Guru pesan supaya aku menjaga dia.
Dia kan gak bisa ikutan main bola.”
Kepolosan seorang anak SD yang
dengan ikhlas berkawan dengan temannya yang autis. Setiap hari dia duduk
bersebelahan, menemani bermain dan bahkan dengan sabar memberi
perhatian pada kawannya yang autis.
Yang lain berkata, ”Kasihan dia, aku
bersyukur gak jadi seperti dia. Walau bodoh tapi Allah sayang aku...
Orang tuanya sabar banget kak...”
Terbayang betapa saat ini aku merindukan mereka dengan segala
keunikannya.
Memang benar Allah itu Maha Adil, dan Dia selalu memiliki
maksud dari setiap ciptaan-Nya.
Tidak ada sesuatu pun yang kebetulan,
Dia hanya meminta kita untuk terus mensyukuri apa yang Dia berikan.
Mungkin kalau anak-anak itu boleh memilih, mereka pastilah ingin menjadi
anak-anak yang cerdas dan membanggakan orang tuanya tetapi mereka tidak
bisa memilih.
Pilihan mereka hanyalah berusaha seoptimal mungkin dengan
anugerah yang diberikan oleh-Nya.
Ketika Allah memberi kekurangan kepada kita, tengoklah sisi lain dari
kita, di sana akan terdapat berjuta kelebihan yang Dia beri agar kita
selalu bersujud dan bersyukur kepada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar