“Berusahalah untuk selalu menjadi pihak pertama yang menunjukkan
cinta dan perhatian Anda kepada orang lain.
Jangan menuntut perhatian
dan cinta mereka untuk diperlihatkan lebih dahulu.
Itulah satu-satunya
cara yang saya ketahui untuk ke luar dari kegelapan hidup”,
demikian
dikatakan Ny.Eunice Chew (52 tahun), salah satu finalis pemilihan ibu
teladan se-Singapura tahun lalu.
Diadopsi oleh pasangan
Teochew yang kaya-raya dan sudah memiliki seorang putra tapi masih ingin
punya anak perempuan, maka masa kanak-kanak Chew dipenuhi kemewahan.
Liburan keluarga sering dilewatkan di luar negeri.
Pasangan
Teochew menyayangi putrinya dengan cara mereka. Menurut cerita Chew,
mereka adalah produk pendidikan kuno yang tidak mengenal pelukan kepada
anak-anak untuk meyakinkan mereka dari waktu ke waktu bahwa orangtua
menyayangi anak-anak.
Akibatnya, Chew tumbuh menjadi
wanita yang haus kasih sayang. Ia menikah pada usia 17 tahun dengan
seorang pegawai transportasi yang bangkrut. Dari pria itu diharapkannya
akan datang kasih sayang yang dicarinya.
Ternyata ia
menikah dengan pria yang suka menyiksa istri. Perkawinan itu bertahan
lima tahun, dikaruniai dua anak. Tak lama setelah bercerai, ayah angkat
Chew wafat karena sakit. Pembagian warisan menimbulkan pertikaian di
dalam keluarga besar Teochew. Akhirnya Chew ternyata tidak kebagian
apa-apa selain kewajiban mengurusi ibu angkatnya yang sudah buta dan
lumpuh. Chew menjual susu coklat Milo untuk menyambung hidupnya.
“Ini
pengalaman pertama saya harus bekerja mencari uang. Setiap malam saya
menangis karena tidak mengerti berbisnis. Apa yang harus dikatakan dan
bagaimana mengatakannya? ,” kata Chew dalam wawancara kepada harian
Singapura The Straits Times.
Ia bertahan dua tahun di
pekerjaan itu. “Bagaimanapun susahnya saya mendapatkan uang, saya selalu
memastikan bahwa ibu mendapat ayam goreng dan ikan setiap hari. Dia
memang buta dan lumpuh, tetapi dia membantu saya mengurus anak-anak
sehingga saya bisa bekerja mencari uang,” katanya.
Ia
kemudian ganti pekerjaan, menjadi koki sebuah toko makanan. Sekitar dua
tahun kemudian ganti lagi menjadi penjual pakaian. Setiap hari ia
membopong empat kantong penuh berisi baju untuk dijual. Tentu saja
dengan menumpang kendaraan umum.
Pada waktu bersamaan, ia
menambah pekerjaannya dengan dua hal lain, yaitu menjadi makelar rumah
dan mobil bekas, serta memanfaatkan bakatnya di bidang seni. Setiap
malam Chew mendesain beberapa pola kain untuk sebuah perusahaan garmen
di Jepang. Lumayan pendapatannya. Tapi akhir 1970-an, pasar retail
tekstil melemah, Chew beralih menjadi pelayan restoran.
Beberapa lama kemudian meningkat jadi pimpinan pelayan dan kemudian menjadi manajer untuk bidang seni.
“Ketika
itu saya mulai sering terbang ke luar negeri untuk bernegosiasi dengan
artis-artis terkenal agar mereka tampil di restoran saya. Sementara itu,
saya tetap meneruskan pekerjaan sambilan yang dulu, yaitu menjual rumah
dan mobil,
baik yang baru maupun bekas pakai.”
Chew
kemudian berhasil mengumpulkan uang cukup banyak untuk mendirikan
bisnis sendiri di bidang perlengkapan mode, tetapi dua asistennya
kemudian membawa pergi semua tabungannya.
“Ketika itu
saya sedang sangat membutuhkan uang karena ibu berkali- kali masuk-ke
luar rumah sakit. Hidup saya yang tadinya sudah enak, harus mulai
dibangun lagi dari nol.
Betapa bodohnya saya mempercayai mereka dengan
uang sedemikian banyak,” kata Chew.
Sempat terlintas
pikiran untuk bunuh diri, tetapi bagaimana nasib anak-anak kelak?
“Saya
bersyukur memiliki teman-teman yang memberi dukungan moral dan bahkan
meminjamkan uang. Atas bantuan mereka, saya berhasil melewati
kesulitan.”
Chew sekarang memiliki penghasilan besar dari
merawat orang-orang Indonesia yang berduit, yang sedang dirawat di
Singapura karena baru melahirkan atau sedang terbaring di rumah sakit.
Ia juga menjalankan bisnis yang amat menguntungkan juga, yaitu membuat
dan menjual tonik tradisional Tiongkok.
Chew menambah
kegiatannya dengan menjadi konsultan tanpa bayaran bagi kaum istri yang
menderita karena suaminya tidak setia, dan bagi orang-orang yang lama
menderita sakit, atau berpenyakit tak tersembuhkan.
“Hidup
telah mengajarkan saya bahwa selalu ada jalan ke luar dari setiap
kesulitan. Pasti ada solusi yang masuk akal,” kata Chew.
“Yang Anda
butuhkan adalah waktu untuk menenangkan diri, mengatasi gejolak emosi,
dan melangkah setapak demi setapak.”
Ia menyarankan
kepada mereka yang menghadapi kesulitan, agar menulis daftar kesulitan
itu pada sehelai kertas. Kemudian bacalah apa yang ditulis itu, dan
tanyakan pada diri sendiri,
‘Apa hal terkecil yang dapat saya lakukan
hari ini untuk mengatasi kesulitan itu?’
“Gelindingkan
batu-batu karang yang kecil dari hidup Anda, sampai akhirnya Anda punya
kekuatan untuk mendorong batu karang yang besar.
Saya melihat
orang-orang yang sakit berusaha keras untuk bisa hidup.
Dunia ini
berubah terus sepanjang waktu. Anda tidak tahu apa yang akan terjadi
besok.
Maka jangan sakiti hati siapapun.
Selalu pertimbangkan perasaan
orang lain terlebih dahulu, bukan perasaan Anda sendiri.
Kita memang
cenderung untuk melihat sisi buruk orang lain, walaupun karakter mereka
mungkin 99 persennya baik, hanya satu persen yang buruk.
Mengapa tidak
bersabar dengan memberikan mereka waktu untuk menunjukkan yang 99 persen
itu?
Di pagi hari, Anda dapat membuatkan minuman panas untuk keluarga
Anda, dan duduk menemani mereka beberapa menit, kemudian memeluk dan
menciumi mereka sebelum semuanya pergi ke tempat kerja atau ke sekolah.
Sekitar 10 menit sebelum tidur malam setiap hari, berkumpullah bersama
keluarga untuk berbagi cerita mengenai peristiwa sepanjang hari tadi,”
demikian Ny.Chew.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar