Rasulullah Saw bercerita mengenai Uwais al-Qarni tanpa pernah melihatnya. Beliau Saw bersabda, “Dia
seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari kabilah Murad. Ayahnya
telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia berbakti kepadanya.
Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah Swt, lalu dia
berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia diberi kesembuhan,
tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Sungguh, dia
adalah pemimpin para tabi’in.”
Seorang pemuda yang bermata biru,
rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan,
kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada karena kebiasaan
selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada
tangan kirinya, seorang yang ahli dalam membaca Al Qur’an dan menangis,
pakaiannya hanya punya dua helai yang sudah kusut dimana yang satu untuk
penutup badan dan yang satunya digunakan untuk selendangan,
tiada seorang pun yang menghiraukannya, tidak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dia,
jika bersumpah maka demi Allah pasti akan terkabul. Pada hari kiamat
nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru
dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh oleh Allah Swt untuk memberi
syafa’atnya, ternyata Allah memberikan kelebihan yang berupa izin untuk
memberi syafa’at sejumlah Qobilah Robi’ah dan Qobilah Mudhor, yang
semua dimasukkan surga tanpa ada yang ketinggalan karenanya.
Dia adalah “Uwais Al-Qarni”.
Ia
tidak dikenal banyak orang dan juga sangat miskin, banyak orang suka
menertawakannya, mengolok-oloknya, dan menuduhnya sebagai tukang
membujuk, tukang mencuri, serta berbagai macam umpatan dan penghinaan
lainnya.
Seorang Fuqoha’ dari negeri Kuffah, karena ingin duduk
dengannya lalu memberinya hadiah berupa dua helai pakaian, tapi tak
berhasil dengan baik karena hadiah pakaian tadi setelah diterimanya lalu
dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti
sebagian orang menuduh aku, darimana kamu mendapatkan pakaian itu, kalau
tidak dari membujuk pasti dari mencuri”.
Pemuda dari Yaman ini
telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya
yang telah tua renta dan lumpuh. Yang masih tersisa hanyalah
penglihatannya yang sudah kabur.
Untuk mencukupi kehidupannya
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama
Sang ibu, apabila ada kelebihan, maka ia pergunakan untuk membantu
tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh
dan buta tidak mempengaruhi kegigihannya dalam beribadah, ia tetap
melakukan puasa di siang hari dan selalu bermunajat di malam harinya.
Uwais
al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan
Nabi Muhammad Saw. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah
Allah Swt, yang tak ada sekutu bagi-Nya.
Islam mendidik setiap
pemeluknya agar berakhlak luhur dan mulia. Peraturan-peraturan yang
terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan
Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini
hati Uwais selalu merindukan datangnya suatu kebenaran. Banyak
tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk
mendengarkan ajaran dari Nabi Muhammad Saw secara langsung. Dan
sekembalinya di Yaman, mereka memperbaharui kehidupan rumah tangga
mereka dengan cara kehidupan menurut tuntunan ajaran Islam.
Alangkah
sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari
Madinah. Mereka itu telah “Bertamu dan Bertemu” dengan kekasih Allah
penghulu para Nabi, sedangkan ia sendiri belum.
Kecintaannya
kepada Rasulullah Saw menumbuhkan kerinduan yang sangat kuat untuk
bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang
cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang
jika ia pergi, maka tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika
terjadi perang Uhud Rasulullah Saw mendapat cedera dan giginya patah
karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar
oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal
tersebut dilakukannya adalah sebagai bukti kecintaannya kepada Nabi
Muhammad Saw, sekalipun ia belum pernah melihatnya.
Hari berganti
dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat
untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan
bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang
wajah beliau dari dekat ?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang
sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri,
hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya,
pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan
memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi Saw
di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika
mendengar permohonan anaknya.
Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan
berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi Saw di rumahnya. Dan
bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Dengan rasa
gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan
ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar
dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil
menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak
kurang lebih 400 kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas
dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun
pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari,
serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan
dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi Saw yang selama ini
dirindukannya.
Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi Saw, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam.
Keluarlah
sayyidatina ‘Aisyah R.ha sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais
menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau Saw tidak
berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati
sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak
berada di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Saw dari medan perang.
Tapi, kapankah beliau pulang ?
Sedangkan masih terngiang di telinganya akan pesan ibunya yang sudah
tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus
lekas pulang”.
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut
telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa
dengan Nabi Saw.
Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada
sayyidatina ‘Aisyah R.ha untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya
menitipkan salamnya untuk Nabi Saw dan melangkah pulang dengan perasaan
haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi Muhammad Saw langsung
menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad Saw
menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia
adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).
Mendengar perkataan Rasulullah Saw, sayyidatina ‘Aisyah R.ha dan para sahabatnya tertegun.
Menurut
informasi sayyidatina ‘Aisyah R.ha, memang benar ada seseorang yang
mencari Nabi Saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah
tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya
terlalu lama.
Rasulullah Saw bersabda : “Kalau kalian ingin
berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda
di tengah-tengah telapak tangannya.”
Sesudah itu beliau Saw,
memandang kepada sayyidina Ali R.a dan sayyidina Umar R.a dan bersabda :
“Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan
istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun
terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi Saw wafat, hingga
kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq R.a telah di lanjutkan
kepada Khalifah Umar R.a.
dan ketika Umar R.a telah menjadi Amirul
Mukminin, khalifah Umar R.a teringat akan sabda Nabi Muhammad Saw
tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan
kepada sayyidina Ali R.a untuk mencarinya bersama-sama.
Sejak
saat itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua
selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama
mereka. Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah
sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh khalifah Amirul
Mukminin Umar R.a dan sayyidina Ali R.a.
Suatu ketika ada rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam datang dan pergi silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Mereka bertanya kepada para rombongan kafilah dari Yaman di Baitullah, “Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni?”
“Ada,” jawab mereka.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”
Mereka
menjawab tanpa mengetahui derajad Uwais, “Kami meninggalkannya dalam
keadaan miskin harta benda dan pakaiannya telah usang.”
Umar R.a berkata kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah Saw pernah bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun kepada Allah Swt untuk kalian, Lakukanlah...!”
Mendengar
jawaban itu, khalifah Amirul Mukminin Umar R.a dan sayyidina Ali R.a
bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais
berada, Khalifah Umar R.a dan sayyidina Ali R.a memberi salam. Namun
rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri sholatnya,
Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Lalu
Khalifah Umar R.a bermaksud hendak memastikannya terlebih dahulu,
Lantas beliau bertanya "Siapakah nama saudara ?" Tanya Umar R.a
“Abdullah”, jawab Uwais.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabat pun tertawa dan mengatakan : “Kami
juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya
?”
Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”.
Umar R.a melanjutkan, “Darimana kamu berasal..?"
"Dari Yaman" Jawab Uwais
Kamu berasal dari Yaman daerah mana?’
Dia menjawab, “Dari Qarn.”
“Tepatnya dari kabilah mana?” Tanya Umar R.a.
Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.”
Umar R.a bertanya lagi, “Bagaimana ayahmu?”
“Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku,” jawabnya.
Umar R.a melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?’
Uwais berkata, “Saya berharap dapat berbakti kepadanya.”
Dalam
pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia.
Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang
saat itu.
“Apakah engkau pernah sakit sebelumnya?” lanjut Umar R.a.
“Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdo'a kepada Allah Swt sehingga saya diberi kesembuhan.” Jawab Uwais al Qarni
Umar R.a bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?”
Dia menjawab, “Iya. Di lenganku masih ada bekas sebesar dirham.”
Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar R.a. Ketika Umar R.a melihat hal tersebut, maka dia langsung memeluknya seraya berkata, “Engkaulah orang yang diceritakan oleh Rasulullah Saw. Mohonkanlah ampun kepada Allah Swt untukku!”
Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a dan Istighfar kepada kalian”.
Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini atas
petunjuk dari Rasulullah Saw ketika Baginda masih hidup untuk mohon do’a
dan istighfar dari anda”.
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais
al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan
istighfar bagi kedua sahabat tersebut.
Selanjutnya Umar R.a bertanya kepadanya mengenai kemana arah tujuannya setelah perjalanan ini.
Dia menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.”
Setelah itu Khalifah Umar R.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon
kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya. Untuk
hari-hari selanjutnya biarkanlah hamba yang fakir ini berjalan di tengah
lalu lalang banyak orang tanpa dipedulikan atau diketahui orang.”
Setelah
kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya.
Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu
itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para
pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang.
Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk
ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami
melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal
yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari
kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat
kejadian itu.
“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi,” Demi Dzat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”
Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?” tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! “katanya.
“Kami telah melakukannya.” jawab kami
“Keluarlah
kalian dari kapal dengan membaca Bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun
keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu.
Pada
saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua
tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar
laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”.
“Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami.
“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.
Kemudian
kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di kapal
tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh
orang Mesir.”
“Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
”Ya,” jawab kami.
Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke
permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan.
Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada
orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa
waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke
rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah
banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke
tempat pembaringan untuk dikafani, disana sudah ada orang-orang yang
menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi
hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang
menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke
pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan
Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi
jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku
bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada
kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya.
(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang
bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar R.a.)
Meninggalnya
Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak
terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang
tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal
Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Sejak ia
dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di
situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih
dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.
Mereka saling bertanya-tanya: “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? “
Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa,
yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ?
Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman
dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.
Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah
para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya.
SUBHANALLAH ....
Ternyata beliau tak terkenal di bumi , tapi terkenal di langit....
Semoga kita mampu memetik hikmah dan teladan atas kisah ketakwaan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar