Ada seseorang yang mendatangi saudaranya sesama muslim untuk
mengadukan masalahnya. Sebenarnya ia bingung dan malu menyampaikan
maksud kedatangannya, namun karena permasalahannya sudah sangat mendesak
ia pun terpaksa mengutarakannya, itu pun dengan sangat hati-hati.
“Kontrakan saya sudah mau habis, bagaimana menurut saudara?”, ia
kehabisan ide untuk menyampaikan maksudnya lebih jelas.
“Ohh,
saya kira sebaiknya saudara mencari kontrakan yang baru. Tempat tinggal
yang sekarang nampaknya kurang baik untuk kesehatan seluruh anggota
keluarga”, saran saudaranya itu.
Padahal, maksudnya bukan
minta saran seperti itu, melainkan ia secara tidak langsung ingin
meminta bantuan pinjaman uang untuk memerpanjang kontrakannya satu tahun
atau setidaknya enam bulan ke depan. Perasaan tidak enak dan malu
membuatnya bingung menyampaikan maksud hati yang sebenarnya.
Ia
pun mencobanya kembali, “Usaha dagang saya sedang tidak bagus, bulan
kemarin saja saya harus nombok dan terus merugi. Saya sudah kehabisan
uang,” kali ini mulai lebih jelas.
Tapi, “Mungkin saudara
belum benar-benar khusyuk dalam beribadah, belum serius dalam berdoa.
Cobalah lebih banyak lagi menambah amalan-amalan sunnah, berdoalah lebih
iba kepada Allah. Insya Allah, Dia akan lebih mendengar doa saudara.
Tenang, saya saudaramu, saya juga akan mendoakan agar usahamu lancar dan
berhasil,” rupanya masih belum nyambung.
Maksud ia
mendatangi saudaranya itu sebenarnya sudah jelas untuk minta bantuan,
bukan minta nasihat. Ia berharap saudaranya yang kelebihan harta dan
memiliki beberapa bidang usaha itu mau memberinya modal usaha. Bukan doa
yang dimintanya, padahal saudaranya itu memiliki sejumlah kontrakan,
salah satu bidang usahanya.
Satu sisi, tidak ada yang
salah dengan nasihat-nasihatnya. Mungkin betul saudaranya itu kurang
dalam ibadahnya, jarang meminta kepada Allah. Tetapi bisa jadi
sebaliknya, ada orang yang sudah benar-benar khusyuk dalam beribadah,
dan tak melewatkan satu malam pun untuk berdoa dalam tahajjudnya, hanya
saja Allah masih ingin menguji kesabarannya.
Faktanya,
saat itu ia memerlukan bantuan saudaranya secara nyata. Bukan dalam
bantuk doa dan nasihat. Entah itu sedekah atau pinjaman, karena memang
itu yang benar-benar diharapkannya. Setelah memberi bantuan, terserah
mau sebanyak apapun memberi nasihat, pasti akan didengarkan karena
hatinya sudah sedikit tenang.
Orang yang tertimpa musibah
dan mendapat kesulitan, sebaiknya tidak ditolong hanya dengan doa.
Ringankan bebannya terlebih dulu, kemudian berilah ia nasihat kesabaran
dan doakan agar ia bisa segera keluar dari kesulitannya. Sama halnya
dengan saudara kita yang sedang sakit, ucapan “semoga lekas sembuh”
memang sudah cukup sebagai bentuk perhatian. Namun bagi sebagian lain,
kesembuhannya bisa lebih cepat dengan cara dikunjungi dan membawa
sedikit buah tangan untuk menghiburnya. Bahkan, ada pula yang harus
dibantu biaya perawatannya.
Jika ada saudara kita yang kelaparan, apakah akan merasa kenyang setelah kita doakan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar