Jumat, 09 Desember 2011

Pencarian Tuhan Ala Bocah

Cerita seorang teman di Belanda tentang anaknya.
Pencarian Tuhan ala Bocah
Oleh: Agnes Tri Harjaningrum

Allah itu dibikin dari apa Bun?¨ tanya Malik polos.

Jujur, saat itu saya bingung menjawab pertanyaannya. Semalam saya tak bisa tidur. Iseng-iseng, saya membuka kembali catatan harian tentang perkembangan spiritual anak-anak saya. Saya jadi teringat, tiga bulan lalu, Malik, putra saya yang berusia 4,5 tahun, memang sedang gandrung dengan pertanyaan seputar Allah. Karena bingung, saya balik bertanya,¨Menurut Aik, Allah dibikin dari apa?¨
Tanpa ragu, ia seketika menjawab,¨Dari angin Bun.¨

"Wow dari angin?" Saya kaget dengan jawabannya. Tapi saya dan suami meyakini bahwa anak-anak adalah makhluk spiritual. Kami sepakat untuk berusaha memberikan kebebasan berpikir dan membuat mereka tak terkekang dogma. Kami yakin imajinasinya tak perlu dihambat, hanya perlu diarahkan hingga akhirnya ia bisa menemukan sendiri jawabannya. Jadi, jawaban Malik saat itu saya biarkan saja.

Saya hanya balas bertanya,¨Kenapa Allah terbuat dari angin Ik?¨
Karena Angin nggak keliatan Bun, Allah juga nggak keliatan,¨ balas Malik.
Hmm alasannya memang logis, pikir saya. Tapi karena saya sedang repot, diskusi kami saat itu terhenti. Saya katakan padanya untuk bertanya lain hari pada ayahnya.

Sebulan kemudian, lagi-lagi Malik berbicara tentang Allah. Allah itu ada laki-laki, ada perempuan. "Endak lo, Allah itu ndak laki-laki juga ndak perempuan,"Lala, kakaknya menyangkal.
Suara Malik langsung meninggi, tak setuju dengan pendapat kakaknya.  
"Iya! Allah itu ada laki-laki ada perempuan. Aik laki-laki, berarti ada Allah laki-laki. Mbak Lala perempuan, ada Allah perempuan!" Malik ngeyel.

"Menurut Aik begitu ya, Iya kekuasaan Allah ada di laki-laki dan perempuan," Suami saya berusaha untuk tidak menyalahkan Malik. Tapi Malik tetap ingin benar sendiri.
"Ayah! Aik bilang Allah itu ada laki-laki ada perempuan!" Teriaknya galak.
"Hmm..oke..oke" ayahnya pun sementara membiarkan saja pernyataan Malik. Maklum, anak seusia itu memang hanya mengerti hal-hal yang konkret.

Tiga hari sesudahnya Malik mendengar kakaknya menangis sambil berkata,¨Mbak lala sayang sama Allah.¨ Malik lagi-lagi langsung ikut bersuara soal Allah. "Allah ada disini ( sambil menunjuk lantai di sebelah Lala), disini (menunjuk hidungnya sendiri ), dan disini (menunjuk pintu). Allah ada disemua," katanya lucu.
Lalu Malik menghampiri saya,"Allah juga ada disini Bun,¨ katanya sambil menunjuk bola transparan. Tapi di dalem situ Allah bisa bernapas."
Saya tersenyum mendengarnya. Artinya Malik paham bahwa bila manusia yang berada di dalam bola itu pasti tidak bisa bernapas.

"Oh menurut Aik begitu ya?" tanya saya.
"Iya, Allah ada dimana-mana,¨ jawabnya yakin.
"Siapa yang kasih tau Aik?" saya penasaran.
"Juf (bu guru),¨ balas Malik sambil nyengir.
Saya kaget! Sungguh! Saya tinggal di Belanda dan anak saya bersekolah di sekolah negeri. Apa betul di negara sekuler ini masih ada guru yang mau berbicara soal Tuhan dengan muridnya?
""Betul begitu Ik? Juf yang kasih tau? Memang Aik tanya sama Juf?" Mata saya sepertinya hampir melotot karena tak percaya.
"Iya Bun, Echt (betul banget)!" Malik mengangguk kuat.

Wah anak saya betul-betul berani bertanya kepada ibu gurunya soal Allah?! Saya semakin kaget. "Aik gimana tanyanya sama Juf?" Saya sungguh penasaran.

"Juf, Wat is Allah?" jawabnya.
"Oh ya, Aik tanya begitu?" Saya masih tak percaya.
Malik mengangguk. "Terus Juf jawab apa Ik?" 
Dan jawaban Malik membuat saya semakin tak percaya. "Allah is allevorm (semua bentuk). Allah is vierkant (segiempat), Allah is driehoeken(segitiga)." Aik menirukan Jufnya.
"Bunda, Allah juga bisa ngomong Italia, Deutchland(Jerman), Perancis, semua negara-negara Allah bisa ngomong," lanjut Malik lagi.

Akhirnya karena setengah tidak percaya, sepulang sekolah saya meminta konfirmasi kepada juf nya di sekolah,"Apakah Malik pernah bertanya tentang Allah?" tanya saya pada guru Malik.
Bu guru itu pun menjawab,¨ No...he never ask me about that!"
Olala...jadi semua betul-betul imajinasi Malik!
Tapi mengapa ia bisa mengarang cerita seperti itu?
Hati saya tak berhenti tertawa juga menerka-nerka, barangkali inilah bentuk pencarian Tuhan ala bocah, pikir saya.

Dan pencarian Malik masih saja berlanjut. Beberapa hari sesudahnya saya ingatkan suami saya untuk menjawab pertanyaan Malik soal terbuat dari apa Allah. Lala yang pemahamannya sudah lebih baik langsung menjawab,¨Allah terbuat dari semua, betul kan Ayah?" 
Mendengarnya Malik langsung protes,"Mbak Lala fout (salah)!" Mbak Lala itu Allah? (dengan nada suara menyalahkan) Ayah itu Allah? (masih dengan nada yang sama) Aik itu Allah? (nadanya semakin menyalahkan) Bukan!" Jawab Malik sengit.
"Manusia nggak ada yang tahu Allah terbuat dari apa Ik," suami saya langsung menengahi.

"Allah terbuat dari niks (bukan apa-apa)!" Seru Malik galak.
Tapi karena jawaban asal dari mulutnya itu saya pikir betul, saya pun langsung menimpali. "Oh iya Aik betul sekali, Allah terbuat dari niks.¨
Tiba-tiba Lala menambahkan,"Tapi kita bisa tau Allah terbuat dari apa nanti di surga." 
"Iya La betul sekali. Mbak Lala pinter, Aik juga pinter pengen tau tentang Allah. Seperti nabi Ibrahim yang mencari siapa Tuhannya itu lho. Inget kan Aik..."
Lalu suami saya kembali mengulangi cerita nabi Ibrahim. Malik sok cuek, seperti tak mendengarkan ayahnya bercerita. Tapi sambil memainkan legonya rupanya diam-diam dia serius mendengarkan ayahnya bercerita. Setelah cerita selesai, tiba-tiba Malik berbisik pelan,¨ Maksud Aik, Allah terbuat dari niks (bukan apa-apa), karena harus dilihat dulu nanti di surga,"
Hmm lagi-lagi saya tersenyum sambil bergumam dalam hati, syukurlah rupanya Malik mulai bisa menemukan pencarian Tuhannya.

Selesaikah pencarian Malik?
Oh rupanya belum. Hari berikutnya lagi ketika suami saya sedang menggoda Malik dengan berebutan buah melon, Malik bertanya,¨Melon ini buat ayah atau buat Allah?
Suami saya balas bertanya,¨Allah bisa makan ya Ik?" 
Dengan penuh percaya diri Malik menjawab,¨Bisa. Kalo nggak makan nanti Allah mati."
Hehehe lagi-lagi saya geli dan ingin tahu imajinasi Malik. "Allah makannya apa Ik?" tanya saya.
"Makan melon, makan semua!"

Mendengarnya, Lala yang berdiri di sebelah Malik cekikikan sambil berkata sok dewasa,"Aik...Aik...Allah itu terbuat dari niks, jadi Allah makan niks."

Malik tak mau kalah,"Allah terbuat dari niks tapi bisa liat semua, bisa liat melon juga, bisa makan juga."
Lalu analisa Malik berlanjut. "Allah punya gigi? atau ndak?"
Ayahnya menjawab,"Allah terbuat dari niks, berarti nggak punya gigi Ik."

Setelah beberapa saat termenung, Malik berkata, "Allah ndak punya gigi, Allah itu baby atau oma (nenek)?"
Hehehe saya tertawa lagi. "Allah itu bukan baby, bukan oma, bukan semua," balas ayahnya.
" Allah itu Tuhan! Hmm...Aik...Aik..." timpal mbak Lala sok dewasa.
Saya tak berhenti tertawa, tapi saya maklum, anak seusia Malik memang hanya mengerti hal-hal yang kongkret. Tak heran bila pencariannya tentang Tuhan menjadi dialog yang ganjil dan lucu.

Namun, beberapa minggu kemudian tawa saya berubah. Saat itu suami saya tak berhenti menggelitiki Malik, dan Malik marah besar. "Sebesar apa marahnya Aik ke ayah? tanya saya.
" Dari Belanda sampe Afrika. Eh ehm.. maksud Aik Sebesar bumi!" kata Malik.
Tapi Lala membela ayahnya,"Kalo mbak Lala, mbak Lala sayang sama ayah, sayangnya dari matahari sampe pluto."
Lantas Malik pun menyahut,"Aik marah sama ayah dari matahari sampe pluto!"
Tapi yang membuat saya heran, kalimatnya tak berhenti sampai disitu. Dengan semangat ia berkata,"Dan Aik sayang sama Allah dari matahari sampe pluto!"

Ya Allah saya sungguh terharu mendengarnya.
Apakah pencarian Tuhan ala Malik memang berakhir indah?
Dengan cinta yang begitu besar kepada Tuhannya?
Entahlah, saya hanya bisa berdoa semoga semua itu benar dan kekal adanya.
Namun yang pasti, saya semakin yakin bahwa pelajaran tentang Tuhan bagi anak-anak sungguh abstrak dan tak mudah.
Anak-anak adalah mahkluk spiritual, dan saya, orangtuanya sekalipun, tak berhak untuk mematahkan imajinasi mereka tentang Tuhan.
Tugas saya hanya lah membimbing serta mengarahkan.
Dan ternyata dengan caranya sendiri ia menemukan Tuhan versi bocah.
Bahkan dengan cinta yang tak terbayangkan, dari matahari hingga pluto!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar