Nabi Khidir A.s merupakan Hamba Allah Swt yang sangat khusus,
karena beliau adalah salah satu hamba Allah yang ditunda kematiannya
dan masih diberi rejeki. Selain itu beliau diutus untuk memberi
pelajaran Makrifat kepada Para Wali, para Sufi, maupun kepada orang yang dengan tekun mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Nabi Khidir A.s mengajarkan ilmu tentang Makrifat, ada yang menyebutkan Nabi Khidir A.s juga mengajarkan ilmu Laduni. Banyak orang yang ingin bertemu dengan Nabi Khidir A.s, terutama para penganut Tarekat, ataupun mereka yang ingin berguru
kepada Nabi Khidir A.s. Kesalahan terbesar mereka adalah karena mereka
ingin bertemu, seharusnya jangan punya keinginan untuk bertemu,
ikhlaskanlah beliau yang menemui kita
Dalam beberapa riwayat, Nabi Khidir A.s memiliki Ciri-ciri fisik yang tidak dimiliki oleh orang lain, yaitu: jempol tangan kanan tidak bertulang, beliau selalu membawa
tongkat, dan perawakan beliau lebih tinggi dari kebanyakan kita.
Al-Khiḍr (Arab:الخضر, Khaḍr, Khaḍer, al-Khaḍir) keterangan mengenai beliau terdapat dalam Al-Qur'an Surah Al-Kahfi ayat 65-82. dan beberapa hadist.
“Mystical Dimensions of Islam”,
oleh penulis Annemarie Schimmel,
Khidr di anggap sebagai salah satu nabi
dari empat nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap
Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Nabi Idris A.s, Nabi Ilyas A.s, dan Nabi Isa A.s.
Nabi Khidir A.s abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan.
Dalam kisah literatur Islam, satu orang
bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh
Khidr. Beberapa orang mengatakan Khidr adalah gelarnya; yang lainnya
menganggapnya sebagai nama julukan. dan juga dihubungkan dengan
Pengembara abadi.
Para cendikiawan telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang misterius dan lain lain.
Al-Khiḍr secara harfiah berarti
‘Seseorang yang Hijau’ melambangkan kesegaran jiwa, warna hijau
melambangkan kesegaran akan pengetahuan “berlarut langsung dari sumber
kehidupan.” Dalam situs Encyclopædia Britannica, dikatakan bahwa Khidr memiliki sebuah nama, yang paling terkenal adalah Balyā bin Malkān.
Menurut Syeikh Imam M. Ma’rifatullah
al-Arsy, Segitiga Bermuda merupakan tempat titik terujung di dunia ini.
Ditengah kawasan itu terdapat sebuah telaga yang airnya dapat membuat
siapa saja yang meminumnya menjadi panjang umur, ditempat itu pula Khidr
bertahta sebagai penjaga sumber air kehidupan tersebut.
Teguran Allah kepada Musa A.s
Kisah Nabi Musa A.s dan Nabi Khiḍir
A.s dituturkan oleh Al-Qur’an dalam Surah Al-Kahfi ayat 65-82. Menurut Ibnu
Abbas, Ubay bin Ka’ab menceritakan bahwa beliau mendengar nabi Muhammad
Saw bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di khalayak Bani
Israil lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab
Nabi Musa A.s,
“Aku” Lalu Allah Swt menegur Nabi Musa A.s dengan firman-Nya,
“Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua
lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”
Lantas Musa A.s pun bertanya, “Wahai
Tuhanku, di manakah aku dapat menemuinya?”
Allah Swt pun berfirman, “Bawalah
bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan
tersebut hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu.”
Sesungguhnya teguran Allah Swt itu mencetuskan keinginan yang kuat dalam
diri Nabi Musa A.s untuk menemui hamba yang shaleh itu. Di samping itu, Nabi
Musa A.s juga ingin sekali mempelajari ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Nabi Musa A.s kemudiannya menunaikan
perintah Allah Swt itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat
bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya,
Yusya bin Nun.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah
batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh
perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu
tiba-tiba meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah Swt
membuatkan aliran air untuk memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya`
tertegun memperhatikan kebesaran Allah Swt menghidupkan semula ikan yang
telah mati itu.
Selepas menyaksikan peristiwa yang
sungguh menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya’ tertidur dan ketika
terjaga, beliau lupa untuk menceritakannya kepada Nabi Musa A.s Mereka
kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang dan malamnya dan pada
keesokan paginya.
Ibn Abbas berkata, “Nabi Musa
sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang
diperintahkan oleh Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu
itu.”
Yusya’ berkata kepada Nabi Musa A.s,
“Tahukah guru bahwa ketika kita
mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa
(menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa
untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam
laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al-Kahfi : 63)
Musa segera teringat sesuatu, bahwa
mereka sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah
yang sedang dicarinya tersebut. Kini, kedua-dua mereka berbalik arah
untuk kembali ke tempat tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat
persinggahan mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan.
Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Surah Al-Kahfi : 64)
Terdapat banyak pendapat tentang tempat
pertemuan Musa dengan Khidir. Ada yang mengatakan bahwa tempat tersebut
adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat
bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain
mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di tempat pertemuan antara
Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang
mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama
Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.
Setibanya mereka di tempat yang dituju,
mereka melihat seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa
A.s pun mengucapkan salam kepadanya. Nabi Khidir A.s menjawab salamnya dan bertanya,
“Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai
kesejahteraan?
Siapakah kamu” Jawab Musa, “Aku adalah Musa.”
Nabi Khidir
A.s bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’il?”
Nabi Musa A.s menjawab, “Ya. Aku
datang menemui Tuan supaya Tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu dan
kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada Tuan.”
Nabi Khidir A.s menegaskan, “Sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersama-samaku.” (Surah
Al-Kahfi : 67)
“Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah
sebagian daripada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku
tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”
Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan
akan mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan
menentang tuan dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69)
Dia (Khidir) selanjutnya
mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan
kepadaku tentang sesuatu pun sehingga aku sendiri menerangkannya
kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70)
Nabi Musa A.s mengikuti Nabi Khidir A.s dan
terjadilah, peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahwa
Nabi Musa A.s tidak akan bertanya mengenai sesuatu tindakan Nabi Khidir A.s.
Setiap tindakan Nabi Khidir A.s itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa
A.s terperanjat.
Peristiwa ketika Nabi Khidir A.s
menghancurkan perahu yang mereka ditumpangi . Nabi Musa A.s bertanya kepada
Nabi Khidir A.s.
Nabi Khidir A.s mengingatkan akan janji Nabi Musa A.s, dan Nabi
Musa A.s meminta maaf karena lalai mengingkari janji untuk tidak bertanya
mengenai tindakan Nabi Khidir A.s.
Ketika mereka tiba di suatu daratan,
Nabi Khidir A.s membunuh bocah yang sedang bermain dengan teman sebayanya.
Dan lagi-lagi Nabi Musa A.s bertanya kepada Nabi Khidir A.s.
Nabi Khidir A.s kembali
mengingatkan janji Nabi Musa A.s, dan beliau diberi kesempatan terakhir
untuk tidak bertanya-tanya terhadap yang dilakukan oleh Nabi Khidir A.s,
jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa A.s harus rela untuk tidak mengikuti
perjalanan bersama Nabi Khidir A.s.
Mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai disuatu Perkampungan.
Sikap penduduk Kampung itu tidak bersahabat dan tidak mau menerima
kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa A.s merasa kesal terhadap
penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir A.s malah
menyuruh Nabi Musa A.s untuk memperbaiki tembok suatu rumah yang rusak .
Nabi Musa A.s tidak kuasa untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir A.s ini.
Akhirnya Nabi Khidir A.s menegaskan pada
Nabi Musa A.s bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa A.s untuk menjadi
muridnya dan Nabi Musa A.s tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan
bersama dengan Nabi Khidir A.s.
Nabi Khidir A.s menguraikan mengapa beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa A.s bertanya.
Pesan Makrifat Nabi Khidir
ketika berpisah dengan Nabi Musa A.s, dia (Musa) berkata,
“Berilah aku
wasiat”.
Jawab Nabi Khidir A.s:
"Wahai Musa, jadilah kamu orang yang berguna
bagi orang lain,
Janganlah sekali-kali kamu menjadi orang yang hanya
menimbulkan kecemasan diantara mereka sehingga kamu dibenci
mereka.
Jadilah kamu orang yang senantiasa menampakkan wajah ceria dan
janganlah sampai mengerutkan dahimu kepada mereka.
Janganlah kamu keras
kepala atau bekerja tanpa tujuan.
Apabila kamu mencela seseorang hanya
karena kekeliruannya saja, kemudian tangisi dosa-dosamu, wahai Ibnu
Imron!" (Al Bidayah Wan Nihayah juz I hal. 329 dan Ihya’ Ulumuddin juz IV
hal. 56).
“Wahai Musa”, jadilah kamu seorang yang
berguna bagi orang lain.
Sebaik-baiknya manusia yang berguna bagi orang lain
karena keberadaannya sangat dibutuhkan dan andaikata dia pergi,
mereka merasa kehilangan sehingga yang akan dijadikan panutan tidak
ada, dan sebagai penggantinya yang setaraf pun tidak ada.
Janganlah sekali-kali kamu menjadi orang yang
hanya menimbulkan kecemasan diantara mereka sehingga kamu dibenci
mereka. Kerukunan dan ketentraman lingkungan didambakan
disetiap warga. Dan apabila ada seseorang yang membuat resah
masyarakat yang menimbulkan kecemasan mereka, kepergiannya tidak
akan dinantikan kedatangannya lagi. Dengan kepergiannya, masyarakat
merasa tentram, keberadaannya di setiap yang ditempati selalu dibenci
dan bahkan di usir.
Jadilah kamu orang yang senantiasa menampakkan
wajah ceria dan janganlah sampai mengerutkan dahimu kepada
mereka. Muka cemberut dan kusam menunjukkan wajah atau hati
sedih dan kurang senang pada keadaan. Terimalah apa adanya dengan
senang hati, jalani saja kehidupan ini dengan ketabahan dan sabar,
walaupun pahit dirasa. Kejadian apapun yang kita alami, pasti Allah
Swt akan memberikan hikmah dan pelajaran dibaliknya. Dengan demikian
kesedihan pun sirna dengan sendirinya, dan wajah kelihatan
berseri-seri tampaklah muka ceria.
Janganlah kamu keras kepala, atau bekerja tanpa
tujuan. Keras kepala adalah sifat yang harus disingkirkan jauh-jauh,
karena bisa mengalahkan sifat-sifat baik lainnya, kalau sifat keras
kepala masih mendominasi pada diri yang akibatnya dapat merugikan
diri sendiri bekerja pun tak terarah dan sia-sia.
Apabila kamu mencela seseorang, hanya karena
kekeliruannya saja. Kemudian tangisi dosa-dosamu.
Menyalahkan orang lain atau mencela tidak
diperbolehkan oleh Nabi Khidir A.s karena beliau berlandaskan firman
Allah Swt dalam surat Al Insyiqaq ayat 19: “Sesungguhnya
kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kejadiannya)”.
Manusia diciptakan oleh Allah Swt tingkat demi tingkat,
salah satunya tingkat pemahaman belum berubah atau berbeda sebab
yang dicela tingkat pemahamannya dibawah yang mencela, logislah yang
mencela atau menyalahkan tidak dibenarkan. Orang kelas 3 kok
disalahkan oleh orang kelas 5. Seharusnya kelas 5 yang
mengalah, dan harus tahu bahwa perbuatan itu kurang benar, segeralah
mohon ampun kepada Allah Swt dan jangan diulangi lagi.
Pesan ke Dua.
Diriwayatkan bahwa setelah Khidir akan meninggalkan
Nabi Musa A.s, dia (Khidir) berpesan kepadanya : "Wahai Musa,
pelajarilah ilmu-ilmu kebenaran agar kamu dapat mengerti apa yang
belum kamu fahami, tetapi janganlah sampai kamu jadikan ilmu-ilmu
hanya sebagai bahan omongan." (Riwayat Ibnu Abi Hatim dan Ibnu
Asakir).
Faham sesuatu ilmu bukan untuk modal berdebat,
menonjolkan sesuatu faham yang berseberangan dan faham yang baru
selesai dipelajarinya itu adalah yang paling benar sehingga bangga
atas golongannya itu dan mengajak adu argument bahwa dialah yang
paling benar sendiri, ini tidak dibenarkan sebab berdebat itu tidak
diperbolehkan sebagaimana surat Al Baqarah ayat 139 :
“Katakanlah, apakah kamu memperdebatkan dengan
kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu,
bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya
kami mengikhlaskan hati”.
Berseberangan faham yang sudah diyakini tidaklah
perlu diusik satu sama lain karena masing-masing sudah kokoh dalam
keyakinannya hanya saja ajakan orang-orang yang masih ngambang atau
yang belum iman.
Pesan ke tiga.
Wahai Musa, sesungguhnya orang yang selalu
memberi nasehat itu tidak pernah merasa jemu seperti kejemuan
orang-orang yang mendengarkan.
Memberi nasehat kepada orang lain janganlah
mengharapkan sesuatu imbalan apapun kecuali ridha Allah Swt dan tugas
menyampaikan. Tugas menyampaikan dan men-syiarkan agama Allah adalah
tugas setiap umat muslim, firman Allah Swt dalam surat Al Hajj ayat 32
mengatakan :
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang
siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul
dari ketaqwaan hati”.
Dan kita sendiri jangan merasa bosan-bosan untuk
menengarkan para penceramah itu termasuk tholabul ilmi yang
diwajibkan pada setiap muslim, walaupun ilmunya banyak.
Maka janganlah kamu berlama-lama dalam
menasehati kaummu.
Berilah nasehat singkat, padat, berisi dan yang
penting tidak membosankan.
Dan ketahuilah bahwa hatimu itu ibarat sebuah
bejana yang harus kamu rawat dan pelihara dari hal-hal yang bisa
memecahkannya.
Iman didalam hati belum tentu sudah kokoh tanpa
djaga dan dirawat dan dipelihara karena lapisan luar hati masih
dipenuhi oleh hawa nafsu yang selalu mengajak ke arah perbuatan yang
kurang baik. Maka dari itu waspadalah dalam menjaga hati jangan
sampai hati terpengaruh dari hasutan syaitan yang cara penyusupan
penyerangannya lewat hawa nafsu. Begitu hati sudah
terkena pengaruh hawa nafsu pecahlah hati ini. Dan hati-hatilah
dalam menjaganya.
Kurangilah usaha-usaha duniawimu dan buanglah
jauh-jauh dibelakangmu, karena dunia ini bukanlah alam yang akan
kamu tempati selamanya.
Dunia yang kita tempati ini tidaklah selamanya kita
tempati dan setelah selesai hidup kitapun pindah di alam lain, maka
kumpulkan amal kebajikan untuk modal menuai di akhirat nanti. Jangan
buang-buang tempo, tanamlah amalmu untuk menggapai kebahagiaan di
alam akhirat, apabila tidak ditanami amal kebajikan apa yang diambil
disana kita akan rugi di dunia dan di akhirat. Waktu kita di dunia
hanya sebentar, tidaklah lama sebagaimana keterangan surat An
Naziyat ayat 46 :
“Pada hari mereka melihat hari kebangkitan itu,
mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan
(sebentar saja) diwaktu sore atau di pagi hari”.
Kamu diciptakan adalah untuk mencari tabungan
pahala-pahala akhirat nanti.
Semua makhluk yang bernama manusia beramar ma’ruf
nahi munkar. Mengerjakan amal yang baik untuk bekal di akhirat serta
mencegah hal yang munkar untuk diri sendiri dan dilanjutkan kepada
orang lain yang menjalani hal yang munkar yang dilarang.
Bersikap ikhlaslah dan bersabar hati menghadapi
kemaksiatan yang dilakukan kaummu.
Sabar dalam menghadapi kemaksiatan dilingkungannya,
ini bukan berarti diam tetapi sabar dalam bentuk berusaha mencegah
dan menggantikan dengan perbuatan yang baik. Apabila mengalami
kesulitan, bersabarlah, mencari solusinya dan jalan keluar yang
baik.
Hai Musa, tumpahkanlah seluruh pengetahuan
(ilmu) mu, karena tempat yang kosong akan terisi oleh ilmu yang
lain.
Kewajiban manusia yang berilmu untuk membagi
ilmunya kepada orang lain yang membutuhkan, bukan ilmu yang
diberikan kepada orang lain itu habis tetapi malah sebaliknya justru
bertambah banyak. Apa sebabnya?. Karena, ilmu yang kita berikan
kepada orang lain dengan ikhlas dan ridha, Allah pun ridha menambah
ilmu-Nya kepada orang tersebut.
Janganlah kamu banyak mengomongkan ilmumu itu,
karena akan dipisahkan oleh kaum ulama’.
Membicarakan ilmu yang sudah dicapai dengan
predikat ilmu mukasyafah dengan orang yang diluar kelompoknya yang
masih dibawah jauh dari ilmu yang dicapai, maka akan terjadi kurang
baik bagi dirinya juga bagi orang lain. Pendapat mengenai hal ini,
Imam Al Ghozali mengatakan, Pengetahuan-pengetahuan yang begini yang
hanya boleh dikemukakan melalui isyarat, tidak diperkenankan untuk
diketahui setiap manusia. Begitulah halnya dengan orang yang
berpengetahuan tersebut tersingkap padanya, dia tidak boleh
mengungkapkannya kepada orang yang pengetahuan tersebut tidak
tersingkap atasnya. (Sufi dari Z.Z. Hal. 181).
Maka bersikaplah sederhana saja, sebab
sederhana itu akan menghalangi aibmu dan akan membukakan taufiq
hidayah Allah Swt untukmu.
Menjalani kehidupan dengan kesederhanaan ini
berartisudah meninggalkan kehidupan keterikatan dengan keduniawian.
Banyak tokoh-tokoh Sufi yang tadinya hidup dalam
kemewahan ditinggalkannya untuk hidup dalam kesederhanaan. Dengan
hidup sederhana hatinya tidak disibukkan dengan harta. Ibadah kepada
Allah Swt lebih tenang dan khusu’, dalam pendekatannya kepada Allah
serasa tak mengalami kesulitan.
Berantaslah kejahilanmu dengan cara membuang
sikap masa bodohmu (ketidak pedulian) yang selama ini menyelimutimu.
Menahan dan menyingkirkan sifat-sifat yang kurang
baik bukan main susahnya kalau tidak dilandasi dengan dzikir Qalbu,
sebab dzikir Qalbu dapat mengikis sifat-sifat yang kurang baik yang
sekian lama membelenggu diri. Dengan dzikrullah yang dikerjakan di Qalbu, disamping menghilangkan sifat-sifat yang kurang baik,
sifat-sifat yang baik pun menguasai diri dan menambah ketenangan dan
ketentraman hati.
Itulah sifat orang-orang arif dan bijaksana,
menjadi rahmat bagi semua. Orang-orang arif identik dengan
orang-orang Sufi, orang-orang Sufi kebanyakan adalah para wali Allah
yang menjadi rahmat bagi semua orang.
Apabila orang bodoh datang kepadamu dan
mencacimu, redamlah ia dengan penuh kedewasaan serta keteguhan
hatimu. Meredam kemarahan orang yang memarahi di awali melatih
penahanan hawa nafsu dan meredam keinginan hawa nafsu yang ingin
bergolak. Setelah mampu meredam hawa nafsu, meredam amarah orang
lain dengan kelembutan sifat dan keteguhan hati.
Hai putra Imron, kamu sadari bahwa ilmu Allah
yang kamu miliki hanya sedikit. Ilmu yang dipunyai manusia itu hanya
sedikit, itupun Allah-lah yang memberinya sedangkan ilmu yang Allah
miliki tak terhingga sebagaimana di surat Luqman 27: “Dan
seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi
tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)
nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Sesungguhnya menutup-nutupi kekurangan yang ada
pada dirimu atau bersikap sewenang-wenang adalah menyiksa diri
sendiri. Menutupi kekurangan diri sendiri juga sama dengan menutup
diri yang tidak mau menerima dari luar diri. Akhirnya kebodohan yang
didapatkan sebaiknya sifat terbuka atau keterbukaan dari segala hal
akan terbukalah hal-hal yang tersembunyi. Termasuk dapat terbukanya
ilmu Allah maka jangan tutupi dirimu, terbukalah.
Janganlah kamu buka ilmu ini jika kamu tidak
bisa menguncinya. Jangan pula kamu kunci pintu ilmu ini jika tidak
tahu bagaimana membukanya, hai putra Imron. Membuka ilmu adalah
tugas seorang guru, mursyid, atau pembimbing. Jadi
beliau sudah mampu membuka dan menutup ilmu. Kenapa ilmu yang sudah
dijalani oleh seorang murid ditutup?, disebabkan si murid ada
kesalahan besar yang sudah tidak dapat diajak memperbaiki untuk
meluruskan pelajaran ilmunya. Makanya harus ditutup, supaya
dibelakang hari tidak ada permasalahan yang lebih besar lagi. Kalau
tidak tahu cara menutup ilmu, jangan sekali-kali membukanya walau
tahu cara membuka ilmu tersebut, sebab kalau nanti ada konflik
dikemudian hari tidak akan merepotkan. Bisa saja ilmu yang baik ini
diselewengkan.
Barang siapa yang menumpuk-numpuk harta benda,
dia sendiri bakal mati tertimbun dengannya hingga dia merasakan
akibat dari kerakusannya itu. Sebagaimana kisah kerakusannya Qorun,
dia seorang yang tamak terhadap harta tidak dipergunakan untuk
perjuangan agama Allah, sehingga dia tertimbun hartanya.
Namun, semua hamba yang selalu mensyukuri
karunia Allah Swt serta memohon kesabaran atas ketentuan-ketentuan-Nya,
dialah hamba yang zuhud dan patut diteladani.
Orang-orang yang pandai mensyukuri nikmat Allah Swt dan
jangan dzalim atas nikmat pemberian-Nya. Andai kata kita tidak mau
mensyukuri nikmat atas pemberian dari-Nya, Allah pun murka
sebagaimana diterangkan dalam surat Ibrahim ayat 34 : “Dan Dia
telah memberikan kepadamu (keperluan) dari segala apa yang kamu
pohonkan kepada Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah
kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat dzalim dan
sangat mengingkari (nikmat Allah)”.
Juga sabda Rasulullah yang
diriwayatkan oleh Muslim mengatakan : “Dari Abi Yahya Shuhaib
bin Sinan ra. berkata : Bersabda Rasulullah Saw. sangat mengagumkan
keadaan seorang mukmin sebab segala keadaannya untuk ia sangat baik
dan tidak mungkin terjadi demikian kecuali bagi seorang mukmin, jika
mendapat nikmat ia bersyukur, maka syukur itu lebih baik baginya dan
bila menderita kesusahan ia bersabar, maka sabar itu lebih baik
baginya”
Dengan meninggikan sifat sabar serta mau menerima
ketentuan-ketentuan yang baik bersyukur atas nikmat dari-Nya, dan
menerima ketentuan yang jelek diterimanya dengan ikhlas yang
didasari dengan kesabaran, dan mohon pertolongan-Nya.
Bukankah orang yang seperti itu mampu
mengalahkan nafsu syahwatnya dan dapat memerangi bujuk rayu syaitan?
Syaitan membujuk manusia sejak Nabi Adam A.s diciptakan di surga,
dia iri dengan Nabi Adam A.s karena Nabi Adam A.s diciptakan lebih sempurna
dari dia, bahkan dia (iblis) disuruh bersujud kepada Nabi Adam tidak
mau sebab menurut dia, dia lebih dahulu dan lebih tinggi dari Nabi
Adam A.s. karena dia tercipta dari api. Dengan tidak maunya iblis
bersujud kepada Nabi Adam A.s, diusirlah dia oleh Allah Swt dari surga, dan
disuruh menempati neraka selamanya. Iblis mau menerima itu tapi dia
masih meminta tangguh dan dalam penangguhan itu meminta lagi untuk
menggoda anak cucu Nabi Adam A.s. Dan hanya yang ikhlaslah iblis
tidak dapat menggoda, sebagaimana firman Allah Swt di surat Al Hijr ayat
30 – 42 :
30. Maka bersujudlah para
malaikat itu semuanya bersama-sama.
31. Kecuali iblis, ia enggan
ikut bersama-sama (malaikat) yang bersujud itu.
32. Allah berfirman : Hai iblis, apa sebabnya
kamu tidak (ikut bersujud) bersama-sama mereka yang bersujud itu?
33. Berkata iblis : Aku sekali-kali akan sujud
kepada manusia yang Engkau telah menciptaka dari tanah liat kering
(yang berasal) dari Lumpur hitam yang diberi bentuk.
34. Allah berfirman : Keluarlah dari surga,
karena sesungguhnya kamu terkutuk.
35. Dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu
sampai hari kiamat.
36. Berkata iblis : Ya Tuhanku, (kalau begitu)
maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan.
37. Allah berfirman : (kalau begitu) maka
sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh.
38. Sampai hari (suatu) waktu yang telah
ditentukan.
39. Iblis berkata : Ya Tuhanku, oleh sebab
Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan
mereka memandang baik (perbuatan maksiat) dimuka bumi, dan pasti aku
akan menyesatkan mereka.
40. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis
diantara mereka.
41. Allah berfirman : Inilah jalan yang lurus,
kewajiban Aku lah (menjaganya).
42. Sesungguhnya hamba-hamba Ku tidak ada kuasa
kekuasaan bagimu terhadap mereka kecuali orang-orang yang mengikuti
kamu yaitu orang-orang yang sesat.
Dan Dia pula orang yang mengetam buah dari ilmu
yang selama ini dicarinya. Sabda Rasulullah Saw. dari Abu Darda R.a.
mengatakan : "Barang siapa yang melalui suatu jalan untuk menuntut
ilmu Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Dan para malaikat
selalu meletakkan sayapnya untuk menaungi orang-orang yang menuntut
ilmu, karena senang dengan apa yang mereka lakukan. Dan bagi
orang-orang yang alim, dimintakan ampun untuknya oleh penduduk
langit dan bumi serta oleh ikan-ikan yang ada di air. Dan keutamaan
orang alim terhadap ahli ibadah (yang tidak memiliki ilmu) adalah
bagaikan kelebihan sinar bulan atas bintang-bintang lainnya. Dan
sesungguhnya ulama’ adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya
para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham (kekayaan dunia), akan
tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mengambil ilmu
itu, berarti ia telah mengambil bagian yang sempurna." (HR. Dawud
Tirmidzi). (Pesan-Pesan Rasulullah hal. 167- 168).
Segala amal kebajikannya akan dibalas dengan
pahala di akhirat. Sekecil apapun amal kebajikan yang kita kerjakan
di dunia, Allah akan membalasnya karena di dunia ini kita diwajibkan
menanam amal sebanyak-banyaknya, surat Az Zalzalah ayat 7
menerangkan : “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat
dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya”.
Sedangkan kehidupan dunianya akan tentram
ditengah-tengah masyarakar yang merasakan jasanya. Jasa seorang
pahlawan dikenang sepanjang masa oleh rakyat..
Hai Musa, pelajarilah olehmu ilmu-ilmu
pengetahuan agar kamu dapat mengetahui segala yang belum kamu
ketahui, misalnya masalah-masalah yang tidak bisa diomongkan atau
dijadikan bahan pembicaraan saja. Ilmu yang tidak bisa diomongkan
itu ada beberapa macam antara lain penyampaiannya memakai bahasa
isyarat, bahasa gerak, bahasa perlambang, bahasa kias, dan bahasa
simbolis. Ada juga yang memakai bahasa Qalbu, ada lagi cara
penyampaiannya lewat mimpi dan yang setengah sadar. Menerima
pelajaran seperti itu semua memang tidak bisa di omongkan kepada
orang yang belum bisa memahaminya. Mempelajari ilmu yang seperti itu
dimulai dengan dzikir kalbu dan menghidupkan perasaan antara lain,
perasaan lahiriyah / fisik, perasaan akal / otak, perasaan Qalbu /
hati, serta menghidupkan perasaan indera-indera Dhohiriyah
maupun indera-indera bathiniyah.
Itulah penuntun jalanmu dan orang-orang akan
disejukkan oleh hatimu.
Menjadi seorang penuntun yang diawali dari dituntun
oleh seorang yang sudah ahlinya. Karena kita ini ditunggu oleh
mereka maka persiapkan dirimu untuk mereka. Sebab keberadaan sang
penuntun ditengah-tengah mereka hatinya merasa tentram.
Hai Musa putra Imron, jadikanlah pakaianmu
bersumber dari dzikir dan fakir serta perbanyaklah amal kebajikan.
Pakaian taqwa adalah yang paling baik untuk
dipakai, dzikir adalah sarana pokok dalam kekokohan taqwa, buahnya
dzikir itu bertafakkur. Ke-tafakkuran menghasilkan perenungan yang di
amalkan dalam keseharian berbakti kepada Allah Swt.
Suatu hari kamu tidak dapat mengelak dari
kesalahan, maka pintalah ridha Allah dengan berbuat kebajikan,
karena pada saat-saat tertentu akalmu pasti melanggar larangan-Nya.
Sekarang telah kupenuhi kehendakmu untuk
memberi pesan-pesan kepadamu.
Omonganku ini tidak akan sia-sia apabila kamu
mau menurutinya.
Setelah itu Nabi Khidir A.s meninggalkan Nabi Musa A.s yang
duduk termenung dalam tangis kesedihan.
Andaikata kita baca sekali lagi pesan-pesan Nabi
Khidir A.s, akan ditujukan kepada diri kita sendiri apa yang kita rasakan
dan apa yang kita lakukan terhadap pesan-pesan itu. sengaja
pesan-pesan itu diberi nomor dari kalimat perkalimat supaya mudah
untuk menjelaskan dari pesan-pesan itu.
Dibutuhkan waktu dan penelaahan yang serius serta memakai kaca
mata bathin yang paling dalam serta pemahaman tersendiri untuk
dapat melaksanakan pesan-pesan Nabi Khidir A.s.